Oleh Reza A.A Wattimena
Dia baru saja punya anak. Ini adalah anak pertama yang sungguh dinantikan. Prosesnya lama. Ketika ia lahir, berbagai tanggung jawab baru pun datang bermunculan.
Pekerjaannya pun rumit. Ia harus selalu bersiap untuk menerima tugas. Terkadang, tugas tersebut datang tengah malam, atau dini hari. Tak pernah ia sungguh bisa beristirahat dengan tenang.
Ia pun bisa mendapatkan tugas untuk keluar kota. Ini pun kerap kali tanpa rencana. Dalam waktu singkat, ia bisa menerima pesan, dan harus segera terbang ke kota lain. Jangka waktunya pun tak bisa ditentukan dengan pasti.
Ini semua ditambah dengan kerumitan pekerjaan yang mesti ia lakukan. Daya analisis yang kuat amat dibutuhkan. Untuk itu, ia harus membaca banyak buku, maupun surat kabar. Ia juga harus banyak diskusi dengan orang-orang di sekitarnya.
Tinggal di Jakarta, tantangan hidupnya bertambah. Kemacetan terjadi di seluruh bagian kota. Banjir pun selalu menjadi masalah yang seolah tak akan bisa terselesaikan. Lucunya, kini mantan pemimpin Jakarta, dengan sangat percaya diri, mencalonkan diri menjadi presiden. Delusional.
Keadaan ini tentu dialami banyak orang. Tidak hanya di Indonesia, semakin banyak orang di berbagai belahan dunia hidup dalam keadaan yang sangat rumit semacam ini. Istilah populernya adalah Burnout. Orang kehilangan keseimbangan batinnya, karena terlalu banyak tanggung jawab yang mesti ia jalankan.
Dalam jangka panjang, burnout bisa melahirkan berbagai masalah. Depresi bisa berkunjung. Cirinya adalah kesedihan yang berlangsung lebih dari tiga bulan, tanpa alasan yang jelas. Penyakit fisik pun bisa muncul, karena daya tahan tumbuh yang menurun, atau kelainan fungsi organ, akibat ketidakseimbangan yang terjadi di dalam tubuh.
Di hadapan Burnout, Zen bisa banyak membantu. Ada empat hal yang kiranya perlu diperhatikan. Pertama, kita harus memahami dunia ini sebagaimana adanya. Dunia ini terus berubah, dan tak punya inti yang tetap, sehingga tak layak untuk dikejar dan digenggam secara berlebihan.
Dunia ini bagaikan pelangi. Ia juga bagaikan awan. Ia tidak pernah bisa digenggam menjadi milik kita, dan tidak bisa dikendalikan sepenuhnya. Berbagai upaya untuk mengejar dan mengendalikannya hanya akan bermuara pada frustasi.
Dua, sadar akan hal di atas, maka langkah nyata perlu dilakukan. Mungkin, pekerjaan baru perlu ditemukan. Pendapatan mungkin juga akan berkurang. Dengan ini, gaya hidup tentu perlu disesuaikan, dan tekanan kerja pun tentu akan lebih ringan.
Kita hanya perlu berjarak pada tekanan sosial. Tidak perlu hidup dengan mengikuti sepenuhnya keinginan keluarga, atau pengaruh gaya hidup dari teman. Tidak perlu juga bergaya hidup mewah yang mendorong kita untuk bekerja lebih berat, dan lebih menderita, apalagi mencuri. Kita harus perlu sungguh jernih dalam hal ini.
Tiga, Zen juga bisa membantu. Dalam arti ini, Zen adalah upaya kembali ke keadaan sebelum pikiran, yakni jati diri kita yang asli (true self). Ini adalah kesadaran murni yang hanya mengamati, tanpa menilai, atau menganalisis. Dengan menyentuh kesadaran ini, manusia bisa menemukan ketenangan dan kejernihan yang ia perlukan dalam hidupnya.
Kesadaran ini seperti “kulkas” yang ada di dalam diri. Ia memberikan kesejukan, bahkan ketika emosi sedang panas. Ia memberikan kesegaran, bahkan ketika keadaan secara mencekam. Meditasi adalah cara untuk mengenali “kulkas” di dalam diri ini.
Tubuh pun akan beristirahat. Pikiran akan terasa sejuk dan segar. Inilah kesehatan yang sesungguhnya, yakni ketika tubuh dan batin terasa dingin dan segar dari dalam. Manusia tidak lagi tergantung pada kenikmatan yang berasal dari luar, yang selama ini kiranya sudah memperbudaknya.
Empat, Zen tidak hanya berhenti disini. Setelah kembali ke keadaan sebelum pikiran, orang memerlukan arah dalam hidupnya. Arah itu adalah menolong semua mahluk disini dan saat ini. Di detik ini, apa yang bisa saya lakukan, supaya keadaan menjadi sedikit lebih baik?
Tentu saja, kita tidak akan pernah bisa menolong semua mahluk. Namun, itu bisa menjadi aspirasi yang terus mengarahkan hidup kita. Kita pun selalu berada di jalan yang tepat.
Lagi pula, semua mahluk tidaklah berbeda dari diri kita. Kita terhubung tidak hanya dengan segala yang hidup, tetapi juga dengan segala yang ada di semesta. Dengan mencapai pencerahan, yakni menyadari jati diri sejati kita sebelum pikiran, dan hidup dengan arah yang tepat, kita, sesungguhnya, sudah menolong semua mahluk disini dan saat ini.
Dengan pemahaman ini, burnout bisa dihindari. Nafsu kerakusan dan keinginan untuk diakui sebagai hebat pun tidak lagi timbul. Hidup menjadi lebih ringan dan bermutu tinggi. Bukankah ini yang sesungguhnya kita semua inginkan?
***
Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/