Pedagogik Kemunafikan

hypocriteOleh Reza A.A Wattimena

Pagi hari, sekumpulan perempuan itu berkumpul. Mereka mengenakan pakaian religius tertentu. Sekujur tubuh tertutup, dari kepala sampai ujung kaki. Di negara tropis yang hangat, hal tersebut sungguh tak masuk akal sehat.

Mereka terlihat alim. Perilakunya terkontrol, seperti sapi yang hendak digiring ke pemotongan. Konon, katanya, di sekolah, mereka dipaksa untuk menghafal ajaran agama tertentu. Menghafal dan kepatuhan buta adalah ajaran mutlak di sistem pendidikan Indonesia yang sangat bobrok ini.

Malam hari, dunia yang berbeda tampil ke depan. Para wanita itu berkumpul dengan gembira. Baju mereka modern dan sangat memikat hati. Konon, itu adalah sekumpulan perempuan yang sama dengan yang sebelumnya.

Rokok di tangan menjadi tanda kebebasan mereka. Alkohol menjadi simbol pemberontakan mereka. Tak jarang, beberapa pria datang, dan mengobrol dengan mereka. Indonesia siang dan malam hari adalah negeri yang berbeda.

Kumpulan Kemunafikan

Di berbagai institusi pendidikan, katanya, Indonesia adalah negara demokrasi. Buktinya, pemilihan umum terus dilakukan. Setiap rakyat, katanya, punya hak untuk memilih. Indonesia, katanya, adalah negara demokrasi yang berpijak pada Pancasila.

Namun, yang terjadi, negara ini diperintah secara otoriter. Kata pemerintah tak bisa dibantah. Jika berani, polisi dan tentara siap datang. Agamanya juga otoriter. Jika berani menentang pemuka agama, maka hukum penistaan agama, dan ancaman neraka khayalan, akan tampil ke muka.

Juga, di Indonesia, di sekolah, kita diajarkan untuk jujur. Mencuri adalah kejahatan. Tidak hanya itu, mencuri itu, katanya, membuat Tuhan marah. Berbohong pun juga sama. Negara, dan Tuhan, bisa marah.

Tapi, dari pejabat tinggi, pemuka agama sampai ketua RT, semua mencuri. Semuanya bermain curang. Semuanya bermain tipu muslihat. Bahkan, persoalan pangan dipermainkan oleh mafia. Akibatnya, harga minyak goreng melembung tinggi. Banyak juga pemuka agama yang memperkosa anak didiknya, dan menipu umat yang dipimpinnya.

Kemunafikan-kemunafikan Lainnya

Katanya juga, Indonesia adalah negara toleran. Perbedaan suku, ras dan agama dirayakan. Pancasila melindungi semua warga negara, tanpa kecuali. Tak lama lagi, Indonesia akan menjadi negara besar yang dikagumi banyak bangsa.

Namun, setiap harinya, kita menyaksikan kesombongan satu agama tertentu. Ibadahnya merusak ketenangan hidup banyak orang. Perempuan ditindas dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ajarannya dipaksakan untuk dituruti semua orang, walaupun yang memiliki agama berbeda.

Katanya, agama mengajarkan cinta kasih. Agama mengajarkan kerendahan hati. Agama mengajarkan sikap berserah diri pada sang pencipta. Agama membuat manusia menjadi lembut dan bijaksana.

Namun, di Indonesia, agama yang mengaku damai justru menjadi pembuat masalah. Kesombongan agamis ditampilkan di berbagai tempat, tanpa ada rasa malu. Masyarakat menjadi berantakan dan berisik, tanpa keperluan yang jelas. Jumlah yang besar menjadi alat untuk bersikap sombong, dan merugikan orang lain.

Di Indonesia, kita mengajarkan kemunafikan. Kita mendidik anak-anak kita menjadi manusia-manusia yang munafik. Akibatnya, kita menjadi bangsa yang munafik. Berkata lembut dan halus, namun merusak serta menindas di dalam tindakan.

Pendidikan Indonesia adalah pendidikan kemunafikan. Pedagogik kita adalah pedagogik kemunafikan. Kita menjadi bangsa yang kepribadiannya terpecah. Tak lama lagi, karena salah kita sendiri, bangsa kita akan hancur. Apakah kita mau berubah?

Melampaui Kemunafikan

Kemunafikan bukanlah sesuatu yang mutlak. Ia bukanlah hukuman Tuhan yang tak bisa diubah. Kemunafikan adalah hasil dari tindakan kita sendiri. Ia berakar pada kebodohan dan ketidaksadaran di dalam hidup kita.

Maka, kita harus berani mengakui kemunafikan kita. Kita harus menjadikan kemunafikan sebagai bagian dari kesadaran kolektif kita sebagai bangsa. Hanya dengan begitu, kita terdorong untuk berubah. Kemunafikan tak memiliki guna apapun, kecuali merusak hidup kita sendiri, dan orang lain.

Indonesia sebenarnya tak terlalu sulit. Kita hanya perlu menengok dasar negara kita yang sejati, dan berusaha konsisten dengannya. Para pemimpin hanya perlu menerapkannya secara konsisten. Rakyat memantau dan menjamin, hanya pemimpin yang bekerja sesuai dasar negaralah yang terpilih.

Tak perlu kita terpikat pada agama asing yang merusak kedamaian dan menindas perempuan. Tak perlu juga kita mengambil pandangan asing yang hanya menekankan kekayaan ekonomi semata. Kita hanya perlu menengok ke jantung hati bangsa kita sendiri, dan konsisten dengannya. Tak lebih dan tak kurang.

***

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander AntoniusLebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022) dan berbagai karya lainnya.

6 tanggapan untuk “Pedagogik Kemunafikan”

  1. begitu juga pandangan saya.
    dekadens moral yang sangat merusak masyarakat umum.
    saya sangat sedih dan pilu hati, hanya mampu menerima apa adanya.
    kemunafikan tsb diatas rasa nya seperti koan.
    hati pilu, putus asa tetapi mampu merangkul dunia dgn segala isinya…
    terima kasih atas thema diatas , yg membuat kita sadar dgn kehidupan sehari2.
    banya salam !!

    Suka

  2. ketika kita masuk agama tertentu, kita pasti meyakini semua hal yang ada didalamnya. jadi sebenernya tidak ada paksaan , apabila dia tidak mau , yasudah tinggalkan saja, kebebasan berekspresi tidak selalu tentang alkohol dan miras

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.