
Oleh Reza A.A Wattimena
Pikiran itu amat perkasa. Ia bisa membuat surga terasa seperti neraka, dan neraka terasa seperti surga. Begitulah kata John Milton. Pikiran bisa membuat rumah nyaman terasa seperti penyiksaan. Ia bisa membuat gubuk sederhana terasa seperti istana yang membahagiakan.
Para pemikir sepanjang sejarah sudah lama sadar, bahwa pikiran manusia yang membentuk dunia. Warna dan bentuk tidak ada di dalam kenyataan. Keduanya adalah ciptaan dari pikiran manusia. Jika anda mengira, bahwa apa yang anda lihat adalah nyata, maka anda sudah tertipu oleh pikiran anda sendiri.
Pikiran
Namun, pikiran bukanlah sesuatu yang mengambang di udara. Ia tertanam erat di dalam otak manusia. Ada banyak bagian dari otak manusia. Yang relevan untuk pemahaman kita adalah bagian otak yang disebut sebagai Frontal Lobe yang terletak tepat di dahi kita. Fungsinya adalah untuk berpikir, menata, berbicara, bergerak, menyelesaikan masalah, mengingat dan mengelola emosi.
Walaupun tertanam dalam otak, fungsi pikiran sendiri amatlah kompleks. Jika dilihat lebih detil, ada sembilan bagian dari pikiran, sesuai dengan fungsinya. Lima bagian pertama adalah panca indera manusia, termasuk penglihatan, pendengaran, pencecap, perasa dan pembau. Perlu diketahui, bahwa organ indera terhubung langsung dengan pikiran sebagai pengelola informasi.
Bagian keenam adalah kesadaran konseptual untuk menciptakan konsep. Bagian ketujuh adalah kesadaran penilaian untuk membantu membuat pembedaan antara berbagai hal di kenyataan. Bagian kedelapan adalah ingatan yang menampung semua informasi yang ada. Bagian kesembilan adalah kesadaran murni yang tak tersentuh oleh ingatan, maupun oleh akal budi.
Filsafat
Apa kaitan pikiran dengan filsafat? Ada banyak pemahaman tentang filsafat. Ia merupakan ibu dari semua ilmu pengetahuan, sebagaimana kita kenal sekarang ini. Filsafat merupakan upaya untuk memahami dunia dengan menggunakan akal budi secara sistematik, kritis dan komprehensif. Tujuan utama filsafat bukan hanya menghasilkan pengetahuan, tetapi juga kebijaksanaan.
Dalam arti ini, kebijaksanaan adalah kebebasan dari kebodohan dan kemiskinan. Kebodohan akan menghasilkan kesempitan berpikir. Ini akan menghasilkan diskriminasi dan kekerasan terhadap perbedaan. Kemiskinan juga merupakan sumber dari banyak masalah sosial, mulai dari masalah kesehatan, kriminalitas sampai dengan terorisme.
Kebijaksanaan juga merupakan kesadaran sosial. Artinya, orang paham akan keadaan masyarakat secara umum. Ia juga paham akan hubungannya dengan keadaan tersebut. Lalu, ia bisa melakukan hal-hal yang perlu untuk melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Namun, pikiran tidak akan menghasilkan pembebasan total. Sampai batas tertentu, ia amat membantu di dalam membebaskan manusia dari berbagai bentuk belenggu kehidupan. Namun, jika berhenti di pikiran, orang akan cenderung jatuh ke dalam berpikir dan menganalisis berlebihan. Ini merupakan akar dari segala penderitaan hidup, mulai dari stress, depresi sampai dengan keinginan bunuh diri. Pikiran perlu dilampaui, supaya pembebasan total bisa diraih.
Melampaui Pikiran
Melampaui pikiran berarti menyentuh unsur kesembilan, yakni kesadaran murni. Terdengar sulit, tetapi sebenarnya ini amat sederhana. Kesadaran murni adalah kesadaran yang mengamati segala yang terjadi saat ini. Ia mengamati tanpa ingatan, dan juga tanpa penilaian.
Dengan mengamati seperti ini, orang akan bisa melihat dunia sebagaimana adanya. Segala cerita dan mimpi tentang kenyataan akan secara alami kehilangan pengaruhnya bagi hidup. Salah satu yang paling penting adalah dengan menyadari, bahwa segala bentuk pikiran berakar pada ego, dan ego adalah ilusi. Ketika ini disadari, maka pembebasan total pun sudah diraih.
Ini bukan hanya merupakan argumen filosofis. Penelitian-penelitian ilmiah juga sudah membuktikan hal ini. Ego adalah bayangan semata yang lahir dari kebiasaan. Ia bukanlah kenyataan.
Dengan melampaui pikiran, dan menyadari ketiadaan dari ego, orang justru bisa berpikir lebih jernih, lebih kritis dan lebih sistematik. Ia tidak berpikir atau menganalisis berlebihan. Ia terbebas dari penderitaan hidup. Ia mengalami pembebasan, tidak hanya bebas dari kebodohan dan kemiskinan, tetapi juga dari derita batin yang begitu menyiksa.
Tawaran yang (sayangnya) amat dibutuhkan oleh manusia-manusia abad 21.
Terima kasih atas,paparannya mas,Reza ,saya punya anekdot sederhana atas paparan mas Reza, jika kita mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengekspos mekanisme pemrograman mental ini yang dimanifestasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita akan mengambil langkah penting pertama untuk membebaskan diri dari rantai psikologis yang memperbudak kita.
Adapun anekdot itu berbunyi : “Kita tidak perlu benar-benar turun ke neraka untuk menghadapi iblis,iblis yang harus kita perjuangkan untuk mencapai kebebasan kita, sudah ada di sini, di dalam kepala kita,yang berubah menjadi mekanisme bawah sadar yang menaklukkan kita sepenuhnya.” Dan manifesto-manifesto pembebasan besar, maupun teori-teori politik, spiritual, atau esoteris yang besar yang ingin dituliskan banyak orang untuk memulai “pembebasan besar umat manusia” tidak akan ada gunanya, jika kita tidak mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengekspos mekanisme pemrograman mental, yang pada akhirnya ternyata kita memulai “perjuangan” ini dengan mekanisme sehari-hari yang dipasang dengan nyaman ini dalam pikiran kita dan kondisi semua kegiatan, keinginan dan pikiran kita, sampai menjadi sesuatu yang mirip dengan robot biologis(zombie psikologis) yang didedikasikan untuk merespons secara refleks dan dikondisikan untuk rangsangan sosial.
Produksi massal, kapitalisme, pendewaan uang, teknologi, dan materi, dll., Membutuhkan kepasifan tertentu, keadaan konsumen tertentu, untuk meninggalkan agensi, agar individu melihat diri mereka sebagai bagian dari perusahaan besar. mereka sebagai mesin yang hanya berupa potongan dan sebelum itu mereka tidak bisa melakukan apa-apa hanya manusia fordisme_
_(mengharuskan manusia untuk selalu memperhatikan produk dan, oleh karena itu, , asosiasi kebahagiaan dengan konsumsi.)_
Dan, tentu saja, ketika terjadi bahwa massa mengambil kekuasaan politik, maka kebahagiaanlah yang diperhitungkan dan bukan keindahan dan kebenaran.
Tabya pun
Salam hangat
Rahayu…
SukaSuka
uraian yg sangat menarik.
kl kita tahu, ego tidak lain hanya bayangan, pikiran kita, ada baik nya kita sadar utk mengecilkan ego sebisa mungkin.
kita tahu, mengkikis ego habis2 an,
juga tidak mungkin, sbb ego adalah bagian dari hidup kita.
sedikit daya upaya utk sadar walau tidak mungkin mutlak, tapi effekt sangat dahsyat !! selamat “berlatih”.
salam hangat !!
SukaSuka
Assalamualaikum gus. Bagaimana pandangan gus terhadap filsuf Rocky Gerung?๐๐ป
Sen, 26 Agt 2019 pukul 10.28
SukaSuka
Terima kasih bang untuk tulisannya yang selalu mencerahkan. Salam hangat dari nusa tenggara timur.
SukaSuka
Ketika seseorang dikendalikan oleh pikiran, maka mereka hidup dalam jajahan pikiran mereka sendiri.Dan jika kita yang mengendalikan pikiran kita, maka kita hidup dalam kebebasan berpikir.Melampaui pikiran…
SukaSuka
Terima kasih sekali uraiannya. Ini sangat dalam, dan penuh kebijaksanaan. Saya sepenuhnya sepakat. Pembebasan politik tak akan banyak berarti, tanpa pembebasan batin dari dorongan-dorongan kerakusan dan ketidakpedulian. Salam hangat selalu.
SukaSuka
Terima kasih. Ego tidak perlu dikikis. Ia tak pernah ada. Apa yang mau dikikis? Asap tak bisa dikikis. Salam hangat selalu
SukaSuka
Salam. Saya tidak tertarik.
SukaSuka
Terima kasih kembali. Salam hangat selalu
SukaSuka
Terima kasih. Bagaimana cara mengendalikan pikiran?
SukaSuka
“ego” maksud saya “ego bewustsein” termasuk premodialisme (ikatan sejak lahir dgn segala macam pengaruh, pebdidikan, kalangan, dsb dsb )
salam hangat !
SukaSuka
Terima kasih. Salam hangat. Ego adalah ciptaan pikiran, dan berasal dari proses pola asuh kita dari kecil.
SukaSuka
Sederhana tapi luarbiasa…๐๐๐๐๐
SukaSuka
Terima kasih
SukaSuka
saya akui, ini adalah tulisan yang filosofis yang cukup kuat dan sangat tajam
SukaSuka
Terima kasih. Semoga terbantu
SukaSuka
Prof, saya minta izin tulisan prof untuk dijadikan referensi karya tulis saya, boleh? Saya mulai tertarik untuk menulis, prof. Terima kasih
SukaSuka
silahkan. Terima kasih
SukaSuka