
Oleh Reza A.A Wattimena
Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta
“Memori, kau membuka luka lama, yang kuingin lupa. Memori, tolong daku, pergi jauh, janji takkan kembali memori..”, begitulah petikan lirik lagu Memori, yang pernah dinyanyikan oleh Ruth Sahanaya, lebih dari 20 tahun yang lalu. Ketika menulis artikel ini, saya sedang menikmati lagu tersebut. Lantunan lirik indah dipadu dengan musik yang bermutu sungguh menggetarkan hati. Makna yang ditawarkan pun juga sangat dalam.
Memang, memori, selanjutnya saya sebut sebagai ingatan, amatlah penting di dalam hidup manusia. Ingatan berisi segala yang kita ketahui tentang diri maupun dunia yang kita tinggali. Tak berlebihan jika dikatakan, bahwa ingatan adalah unsur terpenting bagi identitas kita sebagai pribadi. Aku menjadi aku, karena ingatan yang kupunya.
Bayangkan, jika kita kehilangan ingatan? Kita tidak tahu siapa kita ataupun keluarga kita. Inilah yang banyak dialami orang, ketika terbentur kepalanya, atau mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengerikan. Mereka seolah kehilangan segalanya.
Ingatan juga merupakan gudang ilmu dan kebijaksanaan. Ilmu pengetahuan bisa berkembang, karena manusia memiliki ingatan. Ia bisa belajar dari masa lalunya, dan mengembangkan apa yang sudah ada. Ajaran-ajaran kebijaksanaan yang berkembang di masa lalu pun tidak hilang ditelan jaman, melainkan terus berkembang mewarnai dunia kekinian.
Budaya sebuah masyarakat, sebenarnya, juga merupakan sebuah ingatan bersama. Tata nilai dan cara hidup berkembang dari ingatan akan apa yang telah terjadi sebelumnya. Sebuah peradaban, yang terdiri dari beberapa budaya yang memiliki ciri dasar yang sama, adalah sebuah ingatan kolektif yang berkembang lintas generasi.
Ingatan juga merupakan sumber kecerdasan manusia. Manusia berpikir dengan simbol dan bahasa. Keduanya membutuhkan ingatan. Analisis pun juga membutuhkan ingatan, yakni membandingkan sesuatu dengan yang lainnya, atau keadaan sekarang dengan keadaan masa lalu.
Kecerdasan adalah salah satu unsur penting di dalam pembuatan keputusan. Maka, ingatan pun juga berperan besar di dalam pembuatan keputusan. Karena adanya ingatan, orang cenderung untuk bisa belajar dari pengalaman masa lalunya. Kemungkinan besar, ia pun tak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Namun, ingatan juga memiliki sisi gelap. Ia bisa menjadi penjara bagi hidup kita. Masa lalu yang kelam bisa terus menghantui hidup kita, sehingga kita terjebak dalam penderitaan. Kita lalu tidak bisa mengembangkan hidup yang kita miliki, sesuai dengan bakat yang kita punya, karena terjebak dalam trauma yang berkepanjangan. Kedamaian hati pun jauh dari genggaman.
Ketika ingatan menjajah, maka kreativitas pun terhambat. Di dalam masyarakat yang memiliki tradisi begitu kuat, kreativitas menjadi barang langka, bahkan ditakuti keberadaannya. Ingatan akan masa lalu dipuja sedemikian rupa, sehingga masa kini dan masa depan tak lagi menjadi perhatian. Ingatan menjadi penjara masyarakat yang justru membunuh secara perlahan identitas sosial masyarakat tersebut.
Orang yang terus memikirkan masa lalunya akan terjebak di dalam penderitaan berkepanjangan. Dampaknya pun beragam, mulai dari stress, depresi sampai dengan penyakit fisik, seperti kanker, bahkan bunuh diri. Inilah kiranya yang terjadi di banyak tempat sekarang ini. Orang tak mampu menciptakan jarak dengan ingatannya sendiri.
Ingatan menjadi alat bantu yang baik, ketika kita bisa menjaga jarak darinya. Artinya, kita tidak tenggelam di dalamnya. Kita memiliki kemampuan untuk melepasnya, dan hidup sepenuhnya di sini dan saat ini. Justru dengan cara ini, kita bisa menggunakan ingatan yang kita punya, juga kecerdasan yang menyertainya, secara optimal.
Bagaimana cara melepas ingatan untuk sementara? Cukup sadari, bahwa ingatan merupakan jejak atas masa lalu, dan bukan kenyataan. Ingatan itu seperti asap. Ia tampak ada, namun, ketika disentuh, ia kosong. Hanya dengan pemahaman yang mendalam tentang ingatan, orang bisa menjaga jarak dari ingatannya sendiri, dan menemukan kedamaian yang sejati.
Jika ingatan terus menghantui, maka ia menjadi senjata makan tuan. Kita terjebak di dalam masa lalu dan penderitaan yang berkepanjangan. Hidup sosial pun seperti dalam penjara, karena dijajah oleh tradisi masa lalu yang tak lagi cocok untuk masa kini. Ingatan kita justru menyiksa dan bahkan membunuh kita secara perlahan.
Ketika ingatan menjadi senjata makan tuan, maka kita boleh bernyanyi, “Memori, tolong daku… “ Sayangnya, tak akan ada jawaban dari permohonan ini..
materi yang luar biasa, banyak hal yang bisa jadi pembelajaran bagi saya,
thanks bung REZA…. ijin share dan reblog ya bung….
SukaSuka
saya setuju dengan pembahasan thema diatas. inti nya, memori baik untuk tidak dilupakan, tetapi jangan dipegang erat2. ingin saya tambahkan bahwa memori juga hanya bayangan dari “otak” kita , yang begitu mudah untuk di manipulasi. sangat membantu pandangan / sajak “achte gut auf diesen tag” ( rumi / sankrit ???) , bahkan untuk di baca sebagai mantra dan disadari benar2. bisa di lihat di youtube.
suatu kebebasan hidup yang tidak bisa dikatakan, kalau kita benar2 memahami dan menjalankan karya pak wattimena diatas !
usul saya , bagaimana misal nya pak wattimena mendukung dan mendorong saudara 2 dalam forum ini dengan membentuk “offene zen gruppe”, zazen. di indonesia sangat di butuh kan , justru di saat ini.
zazen , dimana psychologie, filosophie, meditation semua nya berkaitan dan sangat membantu dalam hidup, walau sering “der affengeist” kasih komentar : zazen begitu membosankan. salam hangat !!
SukaSuka
silahkan bung.. kita belajar bersama
SukaSuka
hahaha.. terima kasih atas komentarnya… ide yang menarik. Saya akan menerbitkan dua buku tentang Zen tahun depan. Itu bisa menjadi titik awal.
SukaSuka
Saya tertarik utk membaca semua karya dr Bpak yg sudh d tuangkan dlm bentuk buku.
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya sering mengalami hal2 tersebut tentang ingatan masa lalu yang kerap mengelilingi saya dan membuat saya pusing. Terimakasih ini sangat membantu.. ijin share pak Reza
SukaSuka
salam.. silahkan klik link berikut:
https://rumahfilsafat.com/karya-fakultas-filsafat-unika-widya-mandala-surabaya/
SukaSuka
Ingatan memang bisa menyiksa kita. Sadari saja pelan2…
SukaSuka
Makasih bung Reza
SukaSuka
sama2.. semoga terbantu
SukaSuka
Ruth Sahanaya – Memori
SukaSuka