Pengganggu/Yang Tak Terduga

smalltownstudentministry.com

(Filsafat Bisnis)[1]

Oleh Reza A.A Wattimena

Orang benci para pengganggu (the disruptor). Namun penganggu itu bermata dua. Kehadirannya dibenci sekaligus dirindukan. Di tengah situasi penuh kompetisi, para pengganggu berharga bagaikan permata. Ide-ide mengalir tak terduga deras dari kepala dan tutur kata mereka.

Hal yang sama terjadi di dalam dunia bisnis-usaha. Ketika ada masalah mereka diajak untuk menganalisis situasi. Namun tak berhenti di situ; para pengganggu datang, menemukan anggapan-anggapan lama yang masih ada, dan membuatnya mati. Para penganggu adalah para pembunuh klise (pandangan umum).  

Di dalam wacana filsafat bisnis, para pembunuh klise seringkali disebut sebagai orang-orang yang melahirkan hipotesis disruptif. Apa itu? Hipotesis disruptif adalah “pernyataan yang tidak masuk akal yang secara sengaja dibuat untuk membuat orang berpikir ke arah yang berbeda.” (Williams, 2011)

Bagaimana Jika?

Di dalam teori evolusi, konsep hipotesis disruptif, menurut Williams, dapat disamakan dengan konsep ekuilibrium dinamis, yakni suatu proses, di mana proses perubahan datang secara bertahap, dan pada beberapa waktu khusus, proses tersebut berjalan terbalik tanpa terduga. Dalam arti ini dapatlah ditegaskan, bahwa tujuan dari hipotesis disruptif adalah untuk menganggu bisnis yang tampak seimbang, stagnan, serta mendorong proses berpikir ke arah yang sebelumnya tak ada.

Bahkan Luke Williams menegaskan, “kemampuan untuk bertanya ‘bagaimana jika’ adalah kemampuan yang amat penting bagi seorang pembuat keputusan.” Di dalam cara berpikir tradisional, orang membuat keputusan berdasarkan data yang ada, yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Namun hipotesis disruptif bergerak ke arah sebaliknya, yakni menolak untuk menarik kesimpulan secara logis dan tertebak (predictable), serta bergerak ke arah sebaliknya, yakni merumuskan yang tak terduga (the unpredictable) itu sendiri.

Saya bisa memberikan satu contoh. Kita tidak perlu bertanya, bagaimana ban mobil bisa lebih kuat dan tahan lama, melainkan yang harus kita tanyakan adalah, mengapa mobil perlu memakai ban? Pertanyaan pertama adalah pertanyaan logis yang membutuhkan jawaban yang logis pula. Sementara pertanyaan kedua lebih merupakan suatu provokasi untuk berpikir ke arah yang tak terduga.

George Bernard Shaw, seperti dikutip oleh Williams, pernah membedakan antara prediksi dan provokasi. Prediksi adalah kemampuan untuk melihat apa yang ada di depan mata, dan bertanya, “mengapa?” Sementara provokasi adalah kemampuan untuk membayangkan sesuatu yang belum ada, dan kemudian bertanya, “bagaimana jika?” Di tengah dunia yang semakin tak pasti, menurut Williams, kemampuan untuk mengajukan pertanyaan “bagaimana jika” akan memicu terciptanya inovasi. Dan itu yang amat dibutuhkan di berbagai bidang sekarang ini di Indonesia.

Dibutuhkan

Para pengganggu dibutuhkan ketika situasi sedang stagnan, ketika tidak ada perubahan berarti. Para pengganggu juga dibutuhkan, ketika keuntungan bisnis-usaha kecil, padahal ada kemungkinan untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Ketika perubahan tampak begitu lambat, dan perusahaan mulai kehilangan daya juangnya, pada saat itu dibutuhkanlah kehadiran para pengganggu yang mengajukan pertanyaan maupun pernyataan yang tak terduga; hipotesis disruptif.

Para penganggu adalah ibu bagi lahirnya hipotesis disruptif. Mereka menjauh dari klise, yakni penyataan umum yang telah tersebar, yang mengarahkan cara berpikir orang pada umumnya. Seperti layaknya udara, klise itu bertebaran di semua area. Ingatlah; para pengganggu adalah para pembunuh klise.

Williams memberi contoh produk nintendo wii, sebuah alat permainan elektronik. (Williams, 2011) Produk itu lahir dari proses hancurnya klise. Sebelumnya ada empat klise bertebaran terkait dengan industri permainan elektronik.

Pertama, ada dua kelompok di dunia ini, para pecinta permainan elektronik, dan yang bukan. Kedua, para pecinta permainan elektronik menyukai tampilan dengan kualitas grafis yang sempurna. Tiga, permainan elektronik adalah benda yang mahal. Dan empat, orang suka bermain video game dengan diam; tidak bergerak.

Nintendo wii menantang klise semacam itu, dan mengubah semuanya. Semua orang pada dasarnya suka bermain video game. Orang juga suka tampilan gambar yang sederhana; yang lucu dan menyenangkan. Harga dari permainan elektronik tidak harus mahal. Dan orang suka sekaligus bermain game, dan melakukan aktivitas fisik.

Klise

Klise memang ada di mana-mana. Tetapi tak semua orang bisa menemukannya. Ini terjadi karena orang tenggelam di dalamnya, sehingga tidak lagi mampu melihatnya. Maka orang perlu melakukan penelitian kecil, guna menemukan klise yang ada. Menurut Williams penelitian untuk menemukan klise yang bertebaran harus bersifat sederhana, informal, intuitif, dan kualitatif.

Setelah klise tampak maka orang perlu membaliknya, kalau perlu sampai 180 derajat. Dengan cara ini orang bisa memperoleh sudut pandang yang sebelumnya tak terlihat. Ketika semua orang berpikir A, maka bisa dipastikan, bahwa A pasti klise, maka tidak tepat, dan tidak lagi berlaku. Maka sekali lagi saran saya –searah dengan Williams- berpikirlah terbalik; berlawanan 180 derajat dengan apa yang ada.

Yang juga diperlukan adalah secercah keberanian. Semakin berani hipotesis “bagaimana jika” yang diajukan, maka semakin bagus. Orang bisa melihat dengan cara pandang yang sama sekali baru. Pada akhirnya para pengganggu dirindukan, karena mereka menghasilkan yang tak terduga. Di tangan mereka lahir ide-ide yang mengagetkan, sekaligus… mengubah dunia.***

Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya

 


[1] Tulisan ini diinspirasikan dari pemikiran Luke Williams di www.fastCompany.com (2011)

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

5 tanggapan untuk “Pengganggu/Yang Tak Terduga”

  1. ada cara pandang menarik disini james. Belajar berarti belajar menjadi pengganggu; ini jelas berlawanan dengan paradigma mainstream pendidikan Indonesia, di mana belajar disamakan dengan patuh total, dan menjadi robot2 jinak.

    Suka

  2. kita dididik untuk “menjilat” dan konformis. Ini parah betul. Dampaknya kemana-mana. Akibatnya kita miskin sekali integritas diri. Yang ada bukan Indonesia, tetapi massa, atau kerumunan, yang bermental kerumunan pula.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.