Haruskah Tunduk pada Tekanan Sosial?

3155607-HSC00002-7Oleh Reza A.A Wattimena

Berkendara di Jakarta memang serba salah. Ketika lampu lalu lintas berwarna merah, saya berhenti. Namun, banyak kendaraan di belakang saya terus membunyikan klakson, supaya saya berjalan. Jalanan memang lagi sepi.

Saya tetap berhenti, karena saya tidak mau ambil resiko melanggar lampu lalu lintas. Saya juga tak mau membahayakan diri saya dan orang lain. Namun, tekanan sosial lewat klakson dari belakang terus berbunyi, supaya saya melaju, dan melanggar lampu merah yang sedang menyala. Pernahkah anda mengalami hal serupa? Lanjutkan membaca Haruskah Tunduk pada Tekanan Sosial?

Artikel di Kompas: Anatomi Tekanan Sosial, Sebuah Refleksi Kritis

Screenshot (502)Oleh Reza A.A Wattimena

Kita bisa sadar, dan memilih dalam hidup kita. Kita bisa belajar tentang berbagai hal baru secara sadar. Kita bisa membentuk cara berpikir dan kebiasaan hidup baru secara sadar. Di dalam dunia yang tak pernah asli, kita bisa mengambil keputusan yang memutus pola, dan mengubah kebiasaan.

Namun, di Indonesia, kesadaran untuk memilih ini nyaris dihabisi oleh agama maupun tradisi. Dari cara berpakaian sampai pola bercinta, semua sudah diatur dengan detil. Penyimpangan tak hanya dianggap melawan tradisi, tetapi juga diancam dengan api neraka (yang sesungguhnya tak pernah ada). Ketakutan dan hukuman semu, yang berpijak diatas tradisi maupun agama konservatif, nyaris membunuh kesadaran untuk memilih bangsa ini. Lanjutkan membaca Artikel di Kompas: Anatomi Tekanan Sosial, Sebuah Refleksi Kritis