Karya dan Derita

19bb88bee29f4398401f8d53d88c031d
Jan Zrzavy – The Suffering

Oleh Reza A.A Wattimena

Ketika derita menyengat kuat, sebuah karya pasti lahir. Begitulah yang diyakini para artis sekaligus pekerja kreatif seluruh dunia. Beberapa artis dan pemikir besar, Hemingway, Nietzsche bahkan Michaelangelo, mengalami masa-masa depresif yang cukup panjang dalam hidupnya. Di akhir hidupnya, Nietzsche bahkan sudah kehilangan kewarasannya.

Berbagai penelitian juga menunjukkan, ada kaitan cukup erat antara derita depresi dengan lahirnya sebuah karya kreatif. Ini juga berlaku di berbagai bidang karya kreatif, mulai dari penulis, pematung, musisi dan sebagainya. Mengapa ini terjadi? Apakah ini tak terhindarkan? Lanjutkan membaca Karya dan Derita

Berdamai dengan Diri Sendiri

Etsy

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita hidup di era teknologi canggih. Komunikasi, transportasi dan hidup sehari-hari menjadi begitu mudah dan murah. Bahkan, manusia kini mulai mencari jalan untuk menciptakan kehidupan dengan teknologi yang ada. Tak berlebihan jika dikatakan, dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada, manusia kini menjadi „tuhan“ atas bumi.

Sayangnya, semua kemajuan itu tidak sejalan dengan kemajuan kebahagiaan manusia. Dengan kata lain, manusia tidak lebih bahagia, walaupun hidup di dunia yang penuh dengan kemudahan. Sebaliknya, berbagai penelitian menunjukkan, tingkat depresi dan bunuh diri justru meningkat di abad 21 ini. Pertanyaannya, apa guna semua kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, jika manusia justru semakin menderita? Lanjutkan membaca Berdamai dengan Diri Sendiri

Demokrasi dan Depresi

Young Photographer Takes Surreal Self-Portraits to Cope with Depression

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Pengalaman ribuan tahun sejarah peradaban manusia menunjukkan, bahwa demokrasi merupakan bentuk tata pemerintahan terbaik yang pernah ada. Ia membuka peluang bagi rakyat untuk mengecek tata kelola pemerintahan yang ada. Ia membuka kesempatan bagi terwujudnya keadilan dan kemakmuran tidak hanya bagi segelintir orang, tetapi untuk semua. Namun, demokrasi dengan mudah tergelincir ke dalam depresi yang akan membunuh demokrasi itu sendiri.

Dari Depresi

Pada awalnya, demokrasi lahir dari eksperimen segelintir orang di dalam tata politik. Mereka muak dengan beragam penindasan politik dan ekonomi yang terjadi. Pemerintah tak peduli pada kebutuhan rakyat, dan sibuk terus memperkaya diri melalui korupsi. Di luar negeri, pemerintah terus melakukan menjalankan politik konflik, dan bahkan berperang dengan negara lain demi meraih kekayaan yang lebih besar. Lanjutkan membaca Demokrasi dan Depresi

Filsafat sebagai Terapi Depresi

speckycdn.sdm.netdna-cdn.com
speckycdn.sdm.netdna-cdn.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya

Banyak orang hidup dalam depresi sekarang ini. Tuntutan pekerjaan, masalah rumah tangga serta beragam tantangan hidup lainnya mendorong orang masuk ke dalam depresi. Dalam arti ini, depresi dapat dilihat sebagai keadaan emosional yang dipenuhi kesedihan dan kekecewaan dalam jangka waktu lebih dari dua bulan. Ada beragam teori tentang ini. Namun, dua bulan hidup dalam keadaan batin yang menyakitkan, pada hemat saya, sudah menandakan, bahwa orang masuk ke dalam depresi.

Depresi membuat orang tak bisa menikmati hidup. Segalanya terlihat salah. Hal-hal kecil seringkali memancing beragam emosi negatif di dalam diri. Keadaan ini berlangsung cukup lama, dan seringkali disertai dengan gejala senang berlebihan, yang kemudian dilanjutkan pula dengan kesedihan berlebihan.

Depresi biasanya dipicu oleh rangkaian peristiwa menyedihan dan menyakitkan, seperti kehilangan anggota keluarga, kegagalan di dalam karir atau sekolah, sakit berkepanjangan atau perceraian. Keadaan ini membuat tubuh dan pikiran seseorang tertekan, jauh melampaui batas yang mampu ditanggungnya. Pikirannya kacau, karena selalu bergerak ke masa lalu yang penuh penyesalan, dan masa depan yang penuh kecemasan. Tubuhnya pun melemah, karena dalam keadaan seperti ini, orang tak mampu beristirahat dengan cukup, dan nafsu makan serta minum pun menurun.

Terapi Depresi

Ada beragam terapi yang ditawarkan. Namun, pada hemat saya, banyak hanya merupakan omong kosong. Orang diminta untuk menghabiskan waktu dan uang hanya untuk menjalani terapi yang dipenuhi janji palsu belaka. Akan tetapi, ada satu alternatif yang mungkin belum banyak dicoba orang, namun memiliki kemungkinan besar untuk berhasil, yakni filsafat sebagai terapi.

Tidak semua jenis filsafat bisa berfungsi sebagai terapi. Banyak pemikiran filsafat yang justru menjadi sumber depresi. Abstraksi berlebihan justru menumpulkan kepekaan orang pada kenyataan hidup. Jenis filsafat ini sungguh harus ditanggapi secara kritis. Lanjutkan membaca Filsafat sebagai Terapi Depresi