Oleh Reza A.A Wattimena
Saya lelah menyimak perdebatan publik di Indonesia. Pandangan-pandangan yang dilontarkan sangat berat sebelah. Tradisi dan agama dipuja, tanpa jarak dan sikap kritis yang sehat. Alhasil, banyak masalah tak kunjung usai, bahkan semakin parah, mulai dari korupsi, konflik bersenjata sampai dengan terorisme yang berpijak pada agama.
Inilah sikap konservatif yang menjajah Indonesia. Pandangan-pandangan kuno dilontarkan bagaikan kebenaran mutlak. Pemuka agama dan artis dipuja bagaikan dewa. Yang saya rindukan adalah pandangan-pandangan progresif yang dulu melahirkan Republik Indonesia, dan mengantarkan kita semua keluar dari cengkraman rezim militer Orde Baru.
Apa artinya menjadi manusia progresif di Indonesia di abad 21 ini? Inilah yang perlu kita renungkan bersama. Ada 10 hal yang kiranya penting. Nasib Republik Indonesia di abad 21 ini, menurut saya, amat tergantung padanya.
Sebagai sebuah manifesto, tulisan ini banyak berisi pernyataan. Ini keluar dari rasa peduli pada hidup berbangsa di Indonesia. Tak ada niat pribadi untuk merebut kekuasaan dalam bentuk apapun. Yang ada hanya niat untuk membawa bangsa ini keluar dari abad kegelapan yang menikamnya.
Manusia Indonesia Progresif
Pertama, manusia progresif adalah manusia yang melihat kesetaraan antar manusia. Di hadapan hukum dan Tuhan, semua orang setara. Tak ada yang lebih tinggi, dan tak ada yang lebih rendah. Gelar dan status sosial apapun dilihat sebagai warisan dari masa lalu yang menindas dan mempermiskin.
Dua, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah tujuan nyata yang harus terus diperjuangkan. Kemiskinan struktural, yakni kemiskinan akibat sistem ekonomi dan politik yang tak adil, harus menjadi musuh bersama yang terus diperangi. Hukum dan aturan-aturan yang menciptakan ketidakadilan baru haruslah dihapus. Jika ketidakadilan terus terjadi, maka konflik dan upaya pemisahan diri akan terus terjadi.
Keadilan sosial juga terwujud di dalam jaminan sosial universal yang bermutu. Kesehatan warga menjadi prioritas utama negara. Infrastrukturnya pun dibuat dengan mutu setinggi mungkin. Ketika warga kehilangan pekerjaan dan pensiun, negara juga memiliki jaminan sosial yang memadai untuk menopang rakyatnya.
Tiga, menjadi progresif berarti mendukung sepenuhnya pemberdayaan perempuan yang bersifat universal. Ajaran-ajaran agama dan tradisi yang menjajah perempuan harus dihapus. Perempuan diberdayakan dengan didorong untuk mengembangkan dirinya, dan terlibat di dalam kehidupan bermasyarakat secara penuh. Perempuan bukanlah barang hak milik yang bisa didandani sesuai dengan keinginan bodoh para pria Indonesia.
Empat, pendidikan haruslah dibuat dengan mutu setinggi mungkin. Artinya, pendidikan harus memberikan ruang bagi pemikiran kritis dan pengembangan nurani peserta didik. Kepatuhan buta pada tradisi dan agama harus dibuang jauh-jauh, karena menjadi racun yang memperbodoh bangsa. Manusia Indonesia harus dididik menjadi warga negara yang hidup di dalam dunia yang semakin majemuk.
Lima, pengembangan ilmu pengetahuan juga harus menjadi prioritas pembangunan negara. Ini bukan berarti menerbitkan jurnal ilmiah semata. Ini berarti mengembangkan pola berpikir ilmiah sebagai budaya di Indonesia, mulai dari berpikir dengan data, sistematika, akal sehat dan kritis di hadapan berbagai keadaan. Pola berpikir ilmiah juga harus menjadi dasar dari pembuatan keputusan pribadi, maupun perumusan hukum yang akan berlaku luas di masyarakat.
Enam, budaya dan tradisi adalah bagian dari kehidupan bermasyarakat. Hal yang sama terjadi terkait dengan agama di Indonesia. Walaupun begitu, kebudayaan, tradisi dan agama harus dibaca dengan sikap kritis dan akal sehat. Ketiganya haruslah memanusiakan manusia, dan bukan disembah demi dirinya sendiri, apalagi menjadi inspirasi untuk terorisme.
Tujuh, menjadi progresif berarti menerapkan hukum yang adil dengan proses yang seadil mungkin. Hukum tidak pernah boleh menjadi cerminan kepentingan penguasa semata. Ia harus mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa kecuali. Orang yang melanggarnya akan ditindak sesuai dengan aturan dan rasa keadilan di dalam masyarakat.
Delapan, musuh terbesar bangsa Indonesia sekarang ini adalah korupsi yang tersebar begitu luas dan begitu dalam di dalam pemerintahan, dan diskriminasi terhadap kelompok suku dan agama minoritas. Ini harus segera berakhir. Para pelaku korupsi perlu dihukum seberat mungkin, jika bisa dengan hukuman mati. Para pelaku diskriminasi yang berpijak pada suku, ras dan agama harus ditindak secepat dan seadil mungkin.
Sembilan, progresivitas abad 21 berpijak pada kesadaran sederhana, bahwa manusia tak terpisah dengan alam semesta yang maha luas. Manusia juga bersaudara dengan semua mahluk hidup di alam semesta ini. Tak ada yang lebih tinggi, dan tak ada yang lebih rendah. Maka, penghargaan terhadap alam semesta dan semua mahluk hidup menjadi kewajiban bersama. Pengrusakan alam tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, apalagi untuk kemajuan ekonomi yang hanya menguntungkan kelompok kaya semata.
Sepuluh, kaum progresif Indonesia mendorong keterlibatan negara untuk mewujudkan perdamaian dunia. Kerja sama antar bangsa dalam bentuk apapun didorong, sejauh itu tidak merusak harkat dan martabat bangsa. Perang dan konflik turut dicari jalan keluar yang seadil mungkin. Kita tidak mendukung secara buta satu kelompok, sambil menuduh pihak lain secara sembrono, seperti yang terjadi pada konflik Israel dan Palestina di pertengahan 2021 ini.
Sedang Tiarap
Kekuatan progresif Indonesia seperti sedang tiarap. Ia hidup, namun terserak di berbagai tempat. Ia tidak punya visi bersama, dan tidak bisa bekerja sama untuk mewujudkan visi maupun misinya. Sudah saatnya, itu semua berakhir.
Sudah terlalu lama kekuatan progresif di Indonesia dihabisi oleh militer sejak lahirnya Orde Baru pada 1966 lalu. Ia bangkit untuk menghadirkan reformasi pada 1998, namun kembali tiarap di bawah tekanan radikalisme dan konservatisme agama di pertengahan dekade 2000-an. Di pertengahan 2021 ini, ia harus bangkit, dan kembali berjuang secara bersama-sama. Kebangkitannya sudah dinantikan tidak hanya oleh seluruh rakyat Indonesia, tetapi juga oleh dunia.
Seluruh kaum progresif Indonesia, bersatulah!
Terima kasih Mas Reza ,saya jadi teringat proyek besar Nietzsche adalah revaluasi semua nilai. Bagian dari proyek ini adalah memberi makna baru pada kehidupan. Ketertarikan Nietzsche pada masalah ini tidak hanya bersifat akademis. Muncul dengan nilai-nilai baru dan memberi kehidupan makna baru adalah proyek yang melibatkan transformasi total diri Nietzsche sendiri, versi awal yang ia menjadi tidak puas dengannya. Satu hal yang ingin dilakukan Nietzsche adalah menghasilkan filosofi hidup yang afirmatif untuk menggantikan filosofi Schopenhauer yang pesimistis dan menyangkal kehidupan.Nietzsche menolak gambaran Schopenhauer tentang hidup sebagai penderitaan, atau hukuman atas dosa seseorang, bersama dengan etika belas kasihnya terhadap orang miskin dan orang sakit. Gambaran seperti itu termasuk dalam mode kemunduran yang lemah, sakit, dekaden, dan tidak mengatakan apa-apa. Nietzsche sendiri ingin menghasilkan filosofi positif, sehat, dan meneguhkan kehidupan, yang cocok untuk kehidupan yang berpengaruh.Nietzsche tampaknya berpikir bahwa suatu tujuan diperlukan untuk membuat sesuatu menjadi bermakna.Kadang-kadang, baik awal dan akhir, Nietzsche berbicara seolah-olah konsep makna sesuatu adalah konsep akhir, objek, atau tujuannya.
SukaSuka
Just share
Kita perlu pemisahan di berbagai bidang. Tidak hanya pemisahan kekuasaan agama dan politik tetapi juga pemisahan bidang politik, agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, seni, olahraga, dan lainnya. Setiap bidang harus otonom dan berjalan berdasarkan kriteria-kriterianya sendiri. Jika kita mencampurbaurkan agama, politik, dan ekonomi, hasilnya adalah korupsi. Jika seorang dosen mengevaluasi mahasiswa berdasarkan agama mereka, maka sang dosen adalah dosen yang korup. Bila seorang dosen menilai berdasarkan uang, maka ia guru yang korup. Dosen harus menilai murid dari sisi akademik saja. Hal yang sama berlaku untuk pimpinan agama. Ia mesti mengikuti panduan agama. Percampuran agama, politik, ekonomi, dan sebagainya adalah masalah besar
Salam Damai
Baca selengkapnya di artikel “Ahmet Kuru: Tradisi Islam Demokratis Hancur oleh Otoritarianisme”, https://tirto.id/gf7f.
SukaSuka
pilar-pilar ide yang anda tawarkan sangat brilian, dan saya sepakat, kira-kira kapan ya itu semua menjadi ideologi yang mampu menggerakan setiap insan di bumi pertiwi ini?
SukaSuka
Die Umwertung aller Werte.. pembalikan semua nilai… karena nilai seringkali adalah jebakan manusia-manusia budak untuk mengekang orang dari kehidupan yang sesungguhnya
SukaSuka
Saya menulis ini untuk menebarkan benih-benih pencerahan. Semoga ada gayung bersambut.
SukaSuka