Agama dan Perdamaian Dunia

img_8617_dark_resurrection_the_birth_of_the_antichrist
Kazuya Akimoto Art Museum

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden Cikarang

Agama lahir dan berkembang sebagai bagian dari peradaban manusia. Ia lahir dari rasa kagum sekaligus gentar manusia terhadap segala yang ada, yakni alam dan seisinya.

Agama memberikan makna terhadap hidup manusia. Ketika krisis melanda, agama memberikan arah dan penguat harapan.

Sayangnya, agama kini banyak menjadi permainan kekuasaan. Ajaran dan tradisi religius digunakan untuk mengabdi pada kepentingan politik dan ekonomi yang tidak sehat.

Akibatnya, agama kini justru menjadi alat pemecah. Ia menjadi ideologi yang keras dan jahat terhadap hal-hal yang berbeda dari dirinya.

Padahal, Hank Kueng, pemikir Jerman, pernah menegaskan, bahwa perdamaian dunia hanya mungkin terjadi, jika ada perdamaian antar agama. Ketika agama menjadi pemecah, maka perdamaian dunia tidak akan pernah terwujud.

Tentu saja, ada hal-hal yang bisa dilakukan, supaya itu tidak terjadi. Ada empat hal yang kiranya bisa dilakukan.

Empat Langkah

Pertama, setiap agama di dunia harus mengembangkan ilmu tafsir historis kritis di dalam memahami dan menerapkan ajarannya. Tafsir historis kritis berarti mampu memahami teks dan ajaran agama sesuai dengan konteks ajaran dan teks itu dibuat, lalu disesuaikan secara kritis dengan keadaan di masa kini yang telah banyak berubah.

Sebuah teks dan ajaran lahir dari keadaan jaman tertentu. Ia tidak bisa diterapkan begitu saja secara harafiah ke jaman sekarang.

Maka dari itu, tafsir historis kritis amat penting untuk diterapkan. Penyesuaian dengan keadaan jaman adalah kunci, supaya agama tidak gampang digunakan membenarkan kepentingan ekonomi dan politik licik.

Untuk bisa menafsir, orang perlu menggunakan akal sehat dan pikiran kritisnya. Maka dari itu, agama juga perlu mengajarkan pemeluknya cara-cara untuk mengembangkan akal sehat dan berpikir kritis.

Dua, setiap agama juga perlu memahami dan mengembangkan ajaran sosialnya masing-masing. Ajaran sosial agama selalu merupakan penerapan ajaran-ajaran luhur agama ke dalam konteks hidup bersama.

Ia berisi nilai-nilai yang mendorong orang untuk keluar dari kemiskinan dan kebodohan. Ia perlu dirawat, dikembangkan, disebarkan dan diterapkan di dalam hidup sehari-hari orang beragama.

Tiga, setiap agama perlu kembali ke akar mistiknya, yakni akar pengalaman persentuhan dengan “yang transenden”, yang biasa disebut sebagai Tuhan. Ketika masuk ke dalam pengalaman ini, orang menyatu dengan segala sesuatu.

Ia tidak melihat lagi orang ataupun mahluk lain sebagai pihak asing, apalagi sebagai musuh. Cinta dan kedamaian yang sejati secara alamiah muncul di dalam hati dan tindakannya.

Untuk bisa masuk ke akar mistik ini, orang perlu untuk sungguh mendalami agamanya. Jika hanya terjebak pada permukaan, orang kerap kali jatuh pada salah paham yang mengantarkan pada banyak masalah.

Empat, setiap agama juga harus mulai membenahi tata kelola organisasinya. Bagaimanapun, agama adalah sebuah organisasi yang membutuhkan tata kelola yang tepat.

Jika tidak, maka agama bisa berubah menjadi organisasi yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang terjadi kemudian adalah agama justru menjadi alat pemecah belah yang merugikan banyak pihak.

Perdamaian Dunia

Perdamaian dunia hanya bisa terjadi, jika ada perdamaian antar agama. Perdamaian antara agama bisa terjadi, jika empat langkah diatas dipahami dan diterapkan.

Perdamaian antar agama bisa terjadi, jika masing-masing agama bisa memberikan kedamaian yang sejati kepada pemeluknya. Semua hal ini terhubung secara erat, dimulai dari pembenahan di dalam diri agama-agama itu sendiri.

Kita memasuki masa apa yang disebut Juergen Habermas, pemikir Jerman, sebagai masa pasca sekularisme. Agama memiliki tempat baru untuk menanam dan menyebarkan nilai-nilai luhur peradaban dalam dialog dengan agama-agama ataupun pandangan dunia lainnya.

Jangan sampai peran ini terlupakan, dan kita jatuh ke dalam perpecahan, akibat kesempitan berpikir, ataupun pengaruh kepentingan-kepentingan politik ekonomi sesaat. Tugas kita bersama untuk mencegah itu semua.

 

 

 

 

 

 

 

 

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

6 tanggapan untuk “Agama dan Perdamaian Dunia”

  1. Semoga umar beragama memahami dimensi dimensi beragama , dimensi mana yang harus ada di ruang publik dan dimensi mana yang harus ada di ruang privat

    Suka

  2. Agama adalah salah satu fungsi profesi manusia, layaknya dokter, pedagang
    tukang, dll tak harus diistimewakan. Membawa manusia untuk hidup lebih baik dari sebelumnya.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.