
Oleh Reza A.A Wattimena
Kehidupan beragama di Indonesia memang menarik. Di satu sisi, orang sibuk berbicara dan berdiskusi soal agama sertai nilai-nilai luhur yang ditawarkannya. Terlihat sekali, mereka ingin mendapatkan kesucian dan kemuliaan yang ditawarkan agama. Di sisi lain, korupsi, diskriminasi terhadap kelompok yang berbeda, kolusi, nepotisme, penindasan kaum perempuan dan berbagai pelanggaran lainnya tetap berlangsung, bahkan dengan tingkat yang lebih dalam dan lebih tinggi. Jelas sekali, agama belum mampu mewarnai kehidupan moral masyarakat.
Agama untuk Anak Kecil
Sementara bangsa lain sudah berusaha mencari sumber energi alternatif, mengembangkan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta mencari kemungkinan adanya tempat tinggal di planet lain, bangsa kita masih diskusi soal boleh-tidak boleh, suci-tidak suci dan berbagai hal remeh lainnya. Sementara kita sibuk berbicara tentang hal-hal remeh, kehidupan ekonomi, politik dan budaya kita dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Akibatnya, kesenjangan sosial makin tinggi, dan kemiskinan tetap merajalela di Indonesia. Kita pun menjadi bangsa terbelakang yang (mengaku) religius.
Jelaslah, agama di Indonesia masihlah agama untuk anak kecil. Anak kecil perlu diatur. Jika tidak diatur, ia akan merusak dirinya sendiri, dan orang sekitarnya. Anak kecil suka merengek, jika keinginannya tak dituruti. Anak kecil belum bisa diberikan kebebasan beserta tanggung jawab yang mengikutinya.
Di Indonesia, agama juga masih sekedar hiasan saja. Agama dipakai untuk tampil baik dan soleh di hadapan umum, walaupun perilaku dan cara berpikir aslinya amatlah bejat dan korup. Tak heran, para koruptor tiba-tiba terlihat mengenakan pakaian agamis, ketika menjalani sidang tindak pidana korupsi. Tak heran pula, para pencuri uang rakyat rajin menyumbang ke rumah-rumah ibadah, guna menutupi kebejatan sikapnya yang sesungguhnya.
Hakekat Agama
Jelaslah, bahwa ini tidak boleh berlangsung terus. Agama di Indonesia harus dikembalikan ke peran asalinya. Ia tidak boleh digunakan untuk kepentingan memperbodoh rakyat umum. Ia juga tidak boleh dipelintir untuk berbagai kepentingan busuk lainnya, termasuk kepentingan nafsu birahi yang tak terkontrol.
Sejatinya, setiap agama selalu lahir dari persentuhan dengan Yang Transenden. Ia memiliki banyak nama, seperti Tuhan, Yahwe, Allah, Dewa dan sebagainya. Nama tidaklah penting. Yang penting adalah, bahwa persentuhan itu mengubah orang menjadi lebih penuh kasih, bijaksana dan bebas.
Agama lalu menawarkan jalan bagi hidup manusia menuju perdamaian. Perdamaian itu lahir dari hati yang penuh kasih yang kemudian tampak di dalam hidup sehari-hari. Agama juga menawarkan pencerahan batin yang mendalam. Orang lepas dari kebodohan, dan masuk ke dalam pengetahuan yang sejati tentang kehidupan sebagaimana adanya.
Agama lalu menjadi penerang bagi hidup manusia. Agama ada untuk membantu manusia mengenali segala yang ada, dan menjadi penuh welas asih. Agama tidak boleh menjadi tujuan pada dirinya sendiri, apalagi dengan mengorbankan kepentingan dan kehidupan manusia. Agama yang sibuk dengan dirinya sendiri adalah agama yang sakit.
Agama untuk Orang Dewasa
Dengan mengembalikan agama ke peran asalinya, maka kita bisa menjadi dewasa di dalam beragama. Agama untuk orang dewasa adalah agama yang membebaskan. Ia membebaskan orang dari penderitaan dan kebodohan. Berikutnya, ia memberikan kesehatan batin, dan berarti juga kesehatan badan, bagi pemeluknya.
Agama untuk orang dewasa tidak membelenggu orang dengan aturan-aturan yang bertentangan dengan kemanusiaan dan akal sehat. Agama tersebut bisa ditafsirkan secara terus menerus, sesuai dengan perubahan jaman. Agama tersebut memelihara dan mengembangkan kehidupan di dalam segala bentuknya. Agama untuk orang dewasa tidak memenjara orang di dalam cara berpikir yang terbelakang.
Sebaliknya, agama untuk orang dewasa mengajak orang untuk berpikir secara mandiri. Orang juga diajak untuk mendengarkan hati nuraninya secara jernih dan rasional. Agama untuk orang dewasa tidak sibuk memuntahkan aturan-aturan yang menghina akal budi seseorang. Ia bukanlah tiran yang mengambil keuntungan dari ketakutan dan kebodohan manusia.
Tidak Gampang Dipelintir
Agama untuk orang dewasa mengajarkan, bahwa kita semua, sejatinya, adalah satu. Warna kulit, ras, bahasa, jenis kelamin, dan orientasi seksual boleh berbeda. Namun, itu semua hanya permukaan belaka. Inti diri kita, dan semua mahluk di alam semesta ini, adalah satu dan sama.
Agama untuk orang dewasa tidak mudah dipelintir untuk kepentingan memecah belah. Ia tidak memisahkan orang berdasarkan warna kulit, ras, jenis kelamin dan orientasi seksual. Ia tidak bisa dipakai untuk membenarkan penindasan pada manusia lain, ataupun pada alam. Ia kebal dari permainan politik, ekonomi ataupun pembodohan publik.
Ketika ada upaya untuk memelintir agama demi mencapai kepentingan-kepentingan rakus dan busuk, sikap kritis otomatis akan muncul. Orang akan mengajukan pertanyaan, berdebat dan bahkan berdemonstrasi di jalan, demi meluruskan kembali agamanya ke jalan yang luhur. Sayangnya, ini belum terjadi di Indonesia. Berulang kali, agama digunakan sebagai kendaraan politik untuk memenuhi kerakusan manusia belaka.
Namun, kita hanya terdiam menyaksikan. Bahkan, kita ikut bermain di dalamnya, dan memperoleh keuntungan darinya. Akibatnya, agama semakin terpuruk di dalam permainan politik dan ekonomi yang penuh kebusukan. Jika sudah begitu, kita semua yang rugi. Sampai kapan kita mau beragama seperti ini?
Kemarin siang habis nongkrong2 cerita dari politik, teknologi sampailah pendidikan. Apa yang saya ucapkan berdasarkan apa yang saya baca melalui tulisan Om Reza. Mereka pada betul-betulin saya. Hehehehe.. tulisannya bermamfaat Om. Sering2 menulis. Saya senang mengikutinya.
SukaSuka
memang benar pak saya saja sampai ga abis pikir. Bangsa lain sudah berpikir bagaimana mengembangkan kehidupan manusia dan alam untuk lebiih baik lagi sedangkan kita masih bingung urusan-urusan sepele dari moralitas sampai urusan menikah. Parahh !!
SukaSuka
Jika saja orang yang beragama bisa memiliki pemikiran seperti ini, sungguh damai rasanya. Tapi ironi memang pemikiran terbuka seperti ini hanya bisa didapatkan dari seorang yang lepas dari agama itu sendiri.
Menjadikan agama sebagai sesuatu di luar diri, untuk di refleksikan.
Terima kasih untuk tulisannya pak Reza.
Salam Damai
http://www.Sophy119.tk
SukaDisukai oleh 1 orang
salam, semoga terbantu
SukaSuka
iya, di saat kita masih ribut urusan sepele, kita dijajah dan semakin ketinggalan… kasihan memang..
SukaSuka
terima kasih.. senang bisa membantu
SukaSuka
Mohon masukkan untuk tahapan orang yang ingin belajar filsafat, dari mana harus di mulai, dan buku apa yang kiranya dapat dikaji. Terimakasih. Salam
SukaSuka
mulai dengan bertanya tentang hal-hal yang sebelumnya anda terima begitu saja. Silahkan baca blog ini sebagai pengantar.. salam
SukaSuka
tulisan2 di rumah filsafat selalu bisa mengembalikan mood saya… (y)
SukaSuka
terima kasih.. semoga membantu
SukaSuka
Ya, aktualisasi kehendak berkuasa.
Ada saja kendaraannya. ☺
SukaSuka
ya.. semua hal bisa jadi kendaraannya..
SukaSuka
mengesankan.. dunia mmg hanya butuh satu agama. yaitu agama KASIH.
SukaSuka
ya.. mungkin tidak perlu jadi agama.. biar kekuatannya tetap alami
SukaDisukai oleh 1 orang
Awal saya membaca postingan2 bapak, saya tdk paham maksud dri tulisan bpakan sprti “rumah bukanlah zat dia hanya sebuah kata” jadi saya blum bisa mnikmati tulisan bapak. Kmdian saya pelajari apa itu zen & bagaimana kita bisa memahami “memahami secara hakikat” zen,kmudian dengan video2 yang di sajikan di youtube mmbuat saya paham bahwa zen tidak bisa diungkapkan dengan kata2, zen mmbwa kita untuk mnyadari hakikat kita di planet ini. Bahwa smua di dunia ini smuanya adalah satu (satu bukan arti saya kenal dlm hitungan). Skrang saya bisa memahami & menikmati tulisan2 bpak. Thanks
SukaSuka
terima kasih. Jadi, apa itu Zen?
SukaSuka
trimakasih atas pencerahannya pak
Saya juga sering melihat hal seperti itu pak..bahwa sebagian dari masyarakat kita masi hidup dengan fanatisme agama berlebihan
sahabis membaca tulisan bpk saya tringat kta2 ” Agama hanya topeng agar bisa hidup ditrimah di masyarakat”
saya ingin bertnx pak apa benar agama hanyalah candu masyarakat??
SukaSuka
trimakasih atas pencerahannya pak
Saya juga sering melihat hal seperti itu pak..bahwa sebagian dari masyarakat kita masi hidup dengan fanatisme agama berlebihan
sahabis membaca tulisan bpk saya tringat kta2 ” Agama hanya topeng agar bisa hidup ditrimah di masyarakat”
saya ingin bertnx pak apa benar agama hanyalah candu masyarakat??
SukaSuka
ya.. itu juga gejala umum. Agama, jika digunakan untuk melemahkan perjuangan untuk mewujudkan keadilan sosial, adalah candu bagi masyarakat. Justru sebaliknya, agama mendorong orang untuk berjuang mewujudkan keadilan sosial bagi semua orang. Ini baru agama yang membebaskan.
SukaSuka
ya.. itu juga gejala umum. Agama, jika digunakan untuk melemahkan perjuangan untuk mewujudkan keadilan sosial, adalah candu bagi masyarakat. Justru sebaliknya, agama mendorong orang untuk berjuang mewujudkan keadilan sosial bagi semua orang. Ini baru agama yang membebaskan.
SukaSuka
trimakasih atas penjelasanya.
kalo begitu, bagaimana dengan kaum atheis ?? yg tidak terikat pada hukum2 agama ??
SukaSuka
kaum ateis? mereka baik2 saja… mereka biasanya terikat oleh hukum2 rasional… hukum2 akal budi..
SukaSuka
Bagaimana pendapat bapak dengan agama yang melarang pernikahan beda agama?
SukaSuka
saya amat tidak setuju… pernikahan di abad 21 itu melampaui semua batas sekat
SukaSuka
ka saya dari dlu kls 10 suka baca baca novel filsfat dan mulai baca bku pngntarny jga.. tapi mngapa teman2 sklh slalu mngait-ngaitkan saya pda ateis yaa?
SukaSuka
filsafat mengajarkan kita berpikir mendalam, kritis dan rasional. Ateis adalah pilihan pribadi. Abaikan saja anggapan teman-temanmu, dan terus belajar sampai mendalam..
SukaSuka