Matematika dan Kebijaksanaan

lexiconreadingcenter.org
lexiconreadingcenter.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang belajar di München, Jerman

Dunia pendidikan kita ramai membicarakan pendidikan moral. Pertanyaan paling dasar dari tema ini adalah, bagaimana cara mendidikan anak, supaya ia memiliki moral yang baik dalam hidupnya? Moral yang baik berarti ia jujur, rajin, dan bisa menghargai perbedaan dalam hidupnya. Jika warga negara Indonesia mayoritas memiliki moral yang baik, maka kita akan bisa bekerja sama mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi semua warga, tanpa kecuali.

Wacana lain adalah pendidikan karakter. Di balik wacana ini, ada anggapan, bahwa pendidikan tidak cukup hanya mengasah kemampuan intelektual manusia, tetapi juga mengembangkan karakter-karakter yang baik di dalam dirinya. Kemampuan berhitung memang penting. Namun, kemampuan untuk bisa bekerja sama dengan orang lain yang berbeda pandangan dan latar belakang juga tak kalah pentingnya. Percuma orang jenius fisika, tetapi ia suka merendahkan orang lain, dan bahkan suka mencuri (baca: korupsi).

Korupsi juga menjadi masalah utama bangsa ini. Banyak orang cerdas di Indonesia yang menduduki berbagai jabatan penting, baik di pemerintahan maupun swasta. Namun, rupanya kecerdasan akademik tidak sejala dengan perkembangan karakter dan moral yang baik. Artinya, orang cerdas belum tentu bermoral dan berkarakter baik. Bahkan, orang yang cerdas seringkali menjadi pencuri atau koruptor besar yang merugikan banyak orang.   

Pendidikan dan Kemajuan Bangsa

Di tengah keadaan semacam ini, pendidikan moral dan pendidikan karakter haruslah dilakukan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari keluarga sampai dengan perguruan tinggi. Kita tentu ingin Indonesia menjadi bangsa maju, yakni bangsa yang bermoral baik (jujur, rajin, menghargai perbedaan) sekaligus berteknologi tinggi. Bangsa yang juga bisa memberikan keadilan dan kemakmuran untuk semua warganya, tanpa kecuali. Untuk mencapai itu, pendidikan memainkan peranan yang amat penting.

Bangsa yang bermoral baik adalah bangsa yang sistemnya bersih dari segala bentuk korupsi dan kebohongan. Ia memperhatikan rakyatnya yang susah, dan sedapat mungkin terlibat untuk membantu dan mengembangkan hidup warganya, supaya jadi lebih baik. Bangsa yang maju juga adalah bangsa yang berteknologi tinggi. Teknologi tersebut digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup rakyatnya, supaya lebih makmur dan sejahtera, baik secara fisik maupun psikis. Teknologi juga digunakan untuk memperbaiki lingkungan hidup yang sudah rusak, akibat ulah manusia sendiri.

Namun, kebijakan yang ada sekarang ini kacau balau. Ketika saya menulis pengantar ini, ketua Mahkamah Konstitusi sedang menjadi tersangka kasus Korupsi. Dia tertangkap basah oleh KPK, ketika mengadakan transaksi. Kebijakan pengembangan pendidikan pun masih belum mampu mendorong maju dunia pendidikan Indonesia.

Contoh paling jelas adalah soal pendidikan moral dan pendidikan karakter. Ketika berbicara soal pendidikan karakter dan moral, pemerintah langsung berpaling ke pendidikan agama. Anggapannya, jika pendidikan agama diperbanyak, maka moral dan karakter juga akan meningkat. Anggapan ini jelas salah. Contoh paling nyata adalah Indonesia sendiri; negara dengan beragam tempat ibadah setiap beberapa puluh meter, namun tingkat korupsi dan konflik antar warga salah satu yang paling tinggi di dunia.

Dengan kata lain, pendidikan agama tidak sejalan lurus dengan peningkatan moral dan karakter yang baik. Anggapan lain yang juga salah adalah, bahwa mata pelajaran lainnya, seperti fisika, biologi, dan kimia, tidak bisa menyumbang apapun untuk pengembangan moral. Mereka adalah ilmu-ilmu teknis yang tidak ada hubungan apapun dengan moralitas ataupun karakter. Anggapan inilah yang harus diubah.

Pemerintah dan masyarakat kita juga masih terjebak dengan pembedaan antara ilmu pasti dan ilmu alam. Pembedaan ini salah besar dan menyesatkan cara berpikir kita. Ilmu yang merasa dirinya pasti berarti bukan ilmu pengetahuan. Suatu argumen disebut sebagai argumen ilmiah, jika argumen itu memiliki kemungkinan untuk benar, sekaligus kemungkinan untuk salah. Ilmu yang merasa dirinya benar adalah dogma, yang sama sekali tidak bisa disebut sebagai ilmu pengetahuan.

Kesalahan Cara Berpikir

Dari situasi ini, kita bisa mengambil kesimpulan kecil, bahwa dunia pendidikan Indonesia mengalami banyak kesalahan berpikir. Padahal, untuk membuat kebijakan yang tepat, guna mengembangkan kualitas pendidikan moral dan karakter bangsa kita, kita perlu cara berpikir yang tepat. Moral dan karakter tidak harus dididik lewat agama, walaupun agama bisa membantu pengembangannya. Mata pelajaran lain, misalnya matematika, bisa juga berperan besar di dalam pendidikan karakter dan moral.

Matematika tidak hanya untuk para insinyur ataupun akuntan, tetapi juga berperan besar dalam pendidikan moral dan karakter. Di balik rumusan angka-angka yang terkesan kering dan abstrak, kita bisa belajar tentang kebijaksanaan hidup yang bisa mengembangkan hidup kita menjadi lebih baik. Di balik setiap soal aljabar, terselip kebijaksanaan hidup yang menunggu untuk dipetik. Di balik setiap persoalan geometri, ada buah-buah kebijaksanaan yang bisa diserap. Kita hanya perlu berpikir lebih dalam, dan tidak hanya terjebak pada angka-angka yang terkesan kering.

Dengan demikian, matematika sebagai ilmu bisa membantu menuntun bangsa Indonesia menjadi bermoral dan berteknologi tinggi, jika diterapkan dengan tepat. Untuk membangun bangunan yang tinggi dan kuat, kita jelas perlu perhitungan matematis yang tepat. Untuk menghitung keuntungan dan kerugian ekonomi sehari-hari, kita juga perlu perhitungan matematis yang tepat. Namun, matematika, dengan perhitungannya yang sistematis dan logis, juga bisa membantu kita menyelesaikan persoalan-persoalan praktis kehidupan, seperti mengukur kedalaman sungai, dan mengajarkan kita nilai-nilai kehidupan yang penting.

Ingat, ada kebijaksanaan di balik angka. Yang perlu kita lakukan hanyalah berani menengok lebih dalam,… sedikit lebih dalam.

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022) dan berbagai karya lainnya.

10 tanggapan untuk “Matematika dan Kebijaksanaan”

  1. Saya setuju dengan tulisan ini, namun di satu sisi ada ide yang masih menggantung mengenai matematika sebagai dasar pembelajaran moral dan karakter. Ada baiknya bila tulisan ini dikembangkan dalam ide angka dan moral…..butuh lebih banyak tulisan2nya …sedikit lebih banyak heheheheheh

    Suka

  2. Saya ingin bertanya pak Wattimena, 🙂
    memanga benar dalam matematika ada kesesuain logis dalam angka semisal 1+1=2. jadi ada kepastian konsep antara 1, +, dan 2 serta =. Namun masalahnya bagiamanakah cara mengaktualisasikan katarakter dengan kenyataan lapangan dimana pendidikan merupakan ladang penyelewengan? terima kasih banyak pak
    salam filsaat

    Suka

  3. apakah hal ini membuktikan bahwa manusia itu lemah dan tidak berhasil menguasai dirinya sendiri? Hal apa di dunia ini yang bisa menjamin apa yang kita lakukan hari ini akan berakibat atau menghasilkan sesuatu yang baik di kemudian hari? apakah pengetahuan yang mendalam tentang matematika dapat menjadikan kita lebih bijaksana dalam menyikapi hidup? saya kok semakin melihat ketidakpastian dalam hidup ini ya pak? saya merenung dan merenung dan saya menemukan tidak ada hal yang pasti di dunia ini.

    Suka

  4. Reblogged this on roylampos and commented:
    Pendidikan moral dalam Matematika dan Ekstakta harus digali lebih dalam, sehingga manusia yang dihasilkan ialah manusia yang berkarakter sekaligus sistematis dan logis yang berguna bagi masyarakat dan negara

    Suka

  5. Kl menurut sy matematika itu ilmu yg baik, buktinya universal, hanya ketika pengetahuan itu kurang dicerna oleh nilai2 religius ini yg akan mengakibatkan penyelewengan, dn sering menimbulkan kerugian bagi orang lain..

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.