
Oleh B. Herry Priyono
Musim gempita membandingkan dua calon presiden/wakil-presiden hampir usai. Negeri ini akan segera memasuki pucuk waktu. Kita hendak berdiri beberapa menit di bilik pemungutan suara untuk menerobos momen genting yang akan memberi nama hari esok Indonesia.
Apa yang berubah sesudah kedua kubu menjajakan rumusan visi dan misi, program, dan mematut-matut diri dalam debat di televisi? Tidak banyak, kecuali emosi politik yang terbelah ke dalam pertarungan abadi antara “memilih dari keputusasaan” dan “memilih bagi harapan”. Setelah berbagai timbangan nalar dikerahkan, yang tersisa adalah tindakan memilih yang digerakkan dua daya itu. Mungkin kita bahkan tidak menyadarinya.
Namun dengan itu dua kubu juga kian membatu. Masih tersisa beberapa hari bagi kita untuk menimbang pilihan dengan akal-sehat. Barangkali tiga pokok berikut dapat dipakai menambah aneka kriteria yang telah banyak diajukan. Lanjutkan membaca Paradoks Kepemimpinan dan Pemilu Kita di 2014