Paradoks Kepemimpinan dan Pemilu Kita di 2014

creativeintelligenceinc.com
creativeintelligenceinc.com

Oleh B. Herry Priyono

Musim gempita membandingkan dua calon presiden/wakil-presiden hampir usai. Negeri ini akan segera memasuki pucuk waktu. Kita hendak berdiri beberapa menit di bilik pemungutan suara untuk menerobos momen genting yang akan memberi nama hari esok Indonesia.

Apa yang berubah sesudah kedua kubu menjajakan rumusan visi dan misi, program, dan mematut-matut diri dalam debat di televisi? Tidak banyak, kecuali emosi politik yang terbelah ke dalam pertarungan abadi antara “memilih dari keputusasaan” dan “memilih bagi harapan”. Setelah berbagai timbangan nalar dikerahkan, yang tersisa adalah tindakan memilih yang digerakkan dua daya itu. Mungkin kita bahkan tidak menyadarinya.

Namun dengan itu dua kubu juga kian membatu. Masih tersisa beberapa hari bagi kita untuk menimbang pilihan dengan akal-sehat. Barangkali tiga pokok berikut dapat dipakai menambah aneka kriteria yang telah banyak diajukan. Lanjutkan membaca Paradoks Kepemimpinan dan Pemilu Kita di 2014

Pembangunan = Proyek + Rente

elsam.or.id
elsam.or.id

Oleh B. Herry Priyono

Dosen pada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Harian Kompas 6 Maret 2014

TULISAN kecil ini ditujukan kepada calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan bupati, calon anggota legislatif di tingkat pusat, daerah tingkat I, dan II; semua yang ingin memimpin dan menjadi wakil rakyat melalui Pemilu 2014. Karena penentuan siapa yang memenangi mandat juga berasal dari pemilih, tulisan ini juga ditujukan kepada 186.569.233 pemilih terdaftar. Pemilu memang bukan keseluruhan demokrasi, melainkan pemilu adalah metode kunci bagi demokrasi.

Maksudnya, demokrasi akan mulai terhubung dengan pemberantasan korupsi, pengurangan kemiskinan, perbaikan lingkungan, atau perbaikan hak asasi jika, dan hanya jika, pemilih sanggup memilih para eksekutif dan legislator yang punya rekam jejak dan berdarah daging memberantas korupsi, dihantui oleh luasnya kemiskinan, marah pada penghancuran lingkungan, dan terbukti sebagai pejuang hak asasi. Istilah “jika, dan hanya jika” di atas begitu sentral. Sinisme terhadap demokrasi akan terbukti mengada-ada jika, dan hanya jika, pemilih sanggup memilih sosok-sosok seperti itu.

Urusan tata cara memilih sudah sering dibedah dan kriteria pemimpin yang baik juga telah banyak diurai. Tulisan kecil dan sederhana ini hanya akan membuat lugas apa yang sudah terang benderang dalam bingkai yang sedikit lebih besar. Jika tujuan bernegara-berbangsa adalah ‘kebaikan bersama’ (the common good), dan demokrasi adalah metodenya, maka pemilu sebagai metode kunci demokrasi perlu menghasilkan para legislator-eksekutor yang siang-malam melibati teknologi mencapai kebaikan bersama. Teknologi itu disebut ‘pembangunan’ (development). Lanjutkan membaca Pembangunan = Proyek + Rente