Tentang Hidup Kita

swissmilk.ch
swissmilk.ch

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di München, Jerman

Ketika mengajar di Indonesia, saya sering mendengar curhat-curhat mahasiswa. Mereka terjebak di dalam program studi yang tidak sejalan dengan hati mereka. Misalnya, mereka ingin jadi penari. Namun, mereka takut gagal, dan kemudian hidup miskin. Mereka ambil jalan pintas saja, yakni belajar manajemen ekonomi, supaya gampang dapat kerja.

Namun, di kelas, mereka tidak tertarik untuk belajar. Mereka hanya mengejar nilai. Mereka tidak mendapatkan ilmu. Mereka hidup dalam kesedihan, depresi, dan ketakutan setiap harinya. Mereka pun lulus dengan nilai pas-pasan, dan bekerja seadanya, sekedar untuk hidup, tetapi menderita setiap harinya.

Uang yang mereka peroleh digunakan untuk membayar tagihan obat dan konsultasi psikiatri. Mereka hidup dalam kekecewaan dan penyesalan. Ketika mereka berkeluarga, hidupnya pun juga sulit, bukan karena tidak ada uang, tetapi karena tidak ada cinta. Perceraian terjadi, dan korban terbesar adalah si anak. Lanjutkan membaca Tentang Hidup Kita

Ideologi sebagai Kanker Masyarakat

thesuffolkvoice.net
thesuffolkvoice.net

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang belajar di München, Jerman

Setiap detik, kita berpikir. Untuk hal-hal kecil, seperti apa menu makanan kita malam ini, kita berpikir. Juga untuk hal-hal besar, kita memeras pikiran kita untuk sampai pada keputusan. Berpikir adalah hal yang amat mendasar sekaligus penting bagi manusia.

Namun, tindak berpikir manusia kerap kali terjebak pada kesesatan. Kita seringkali melompat pada kesimpulan, ketika informasi yang ada tidak mencukupi. Kita seringkali melihat hal-hal yang tidak ada, karena ketakutan dan rasa benci. Kita pun juga mengabaikan hal-hal yang sebenarnya penting, karena kelalaian dan kemalasan berpikir.

Inilah yang saya sebut sebagai kesesatan ideologis. Ideologi dalam arti ini adalah kesalahan berpikir dan kesadaran palsu atas dunia, yang lalu diyakini sebagai kebenaran secara naif, tanpa sikap kritis. Dunia dilihat sebagai tempat yang baik-baik saja, walaupun masalah dan penindasan bersembunyi di balik kenyataan sehari-hari. Orang hidup dengan nyaman, walaupun di depan matanya, penindasan dan penderitaan terjadi setiap harinya, tanpa celah. Lanjutkan membaca Ideologi sebagai Kanker Masyarakat

Masyarakat Sertifikat dan Asumsi Kita

                      http://cheeringhouse.com

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang belajar di Bonn, Jerman

Kita hidup dalam sebuah mesin raksasa yang bernama birokrasi. Di dalamnya, setiap orang adalah bagian dari roda sistem yang bergerak secara otomatis dan gigantis. Setiap orang tak hanya tubuh, darah, dan pikiran, melainkan juga nomor. Di dalam hirupan nafas dan detak jantung kita, kertas dan angka selalu siap melukiskan apa yang terjadi.

Ketika pertama kali melihat dunia, kita dicatat di dalam selembar kertas, yang bernama akte kelahiran. Hembusan nafas kita ditandai dengan nomor urut. Tangisan pertama kita ditandai dengan guratan kata di atas kertas bernama sertifikat. Tatapan perdana kita atas dunia juga berbarengan dengan terjunnya kita ke dalam sistem birokrasi raksasa yang bernama; masyarakat.

Tak lama, waktu berselang. Ketika mendapatkan suntikan pertama dalam hidup kita, kita diberi nomor, dan sertifikat. Hal yang sama berlangsung selama beberapa tahun, sampai kita mendapat sertifikat berikutnya, yang menandakan, bahwa kita sehat. Masuk taman kanak-kanak selama kurang lebih dua tahun, selesai, dan kita mendapat sertifikat.

Lulus ujian yang dilalui seringkali dengan tangis air mata juga ditandai dengan sertifikat. Menempuh pendidikan di luar sekolah diakhiri juga dengan sertifikat. Menikah, punya anak, bekerja, laporan setiap tahun, semuanya selalu dikepung oleh benda yang bernama sertifikat. Hembusan nafas terakhir kita di dunia pun, selain diikuti oleh tangis keluarga dan sahabat, juga ditandai dengan satu simbol yang terus menghantui kita sepanjang hidup; sertifikat.

Ada apa dengan sertifikat? Apa arti sertifikat? Mengapa kita hidup dalam bayangannya terus menerus? Apakah sertifikat harus terus menghantui hidup kita? Lanjutkan membaca Masyarakat Sertifikat dan Asumsi Kita