Bisa Mudah, Bisa Sulit, Mau yang Mana?

12121212 (1)Oleh Reza A.A Wattimena

Beberapa kali, saya berbicara tentang Zen di acara publik. Ini sudah beberapa tahun terjadi. Ada yang di luar jaringan (offline), ada yang di dalam jaringan (online). Seorang teman pun berkomentar.

“Mengapa kamu tidak pernah mengutip teks-teks klasik? Mengapa tidak mengacu pada ortodoksi, terutama ortodoksi Dharma di dalam ajaran Vedanta, Hindu dan Buddhis?” Tidak sekali saya mendapat pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Jawaban saya pun selalu sama. Lanjutkan membaca Bisa Mudah, Bisa Sulit, Mau yang Mana?

Keindahan dari Kesementaraan (Dari Friedrich Nietzsche sampai Taylor Swift)

Taylor Swift's Video for "Style" Is Totally Dreamy | InStyleOleh Reza A.A Wattimena

Tak biasanya, saya mendengar lagu-lagu baru. Namun, ini perkecualian. Taylor Swift, salah satu musisi perempuan terbaik di dunia saat ini, merekam dan menyebarkan ulang salah satu lagu lamanya. Judulnya All too Well (10 Minute Version) (Taylor’s Version) (From the Vault).

Lagu itu unik. Durasinya 10 menit. Ini sungguh tak biasa untuk musik jaman sekarang. Itu juga salah satunya yang membuat saya tertarik. Anda juga bisa melihatnya dengan gratis di Youtube, termasuk film pendek yang dibuat atasnya. Lanjutkan membaca Keindahan dari Kesementaraan (Dari Friedrich Nietzsche sampai Taylor Swift)

Keluar dari Perdebatan-perdebatan Hampa

Madrid surrealism show offers escape from pandemic reality | Spain | The  GuardianOleh Reza A.A Wattimena

Hampir 20 tahun, saya mendalami filsafat secara sistematik. Dalam kaitannya dengan teologi dan agama, ada perdebatan-perdebatan abadi yang muncul dalam wacana filsafat. Saya berpendapat, bahwa perdebatan-perdebatan itu hampa. Semua itu muncul dari kesalahpahaman yang berakar pada agama-agama Timur Tengah.

Ada enam isu yang terus muncul. Pertama adalah isu tentang kaitan antara agama dan ilmu pengetahuan, juga antara iman dan ilmu. Agama dianggap berpijak pada kepercayaan murni. Sementara, ilmu berpijak pada akal budi murni. Hubungan keduanya rumit, seringkali penuh kekerasan, dan tak akan bisa terdamaikan sepenuhnya. Lanjutkan membaca Keluar dari Perdebatan-perdebatan Hampa

Heneng, Hening, Hanung : Dari Dukkha Menuju Bahagia

HendarOleh Hendar Putranto, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia

Dalam gerak cepat pertumbuhan kota dan mobilitas akseleratif yang mewarnai dinamikanya, acapkali warga kota terengah-engah untuk mengimbangi. Saat motor dan mobil berhenti di perempatan lampu merah, atau di jalur antrian pom bensin, atau sekadar menunggu kedatangan moda transportasi publik, warga kota tetap menyibukkan dirinya dengan gawai sekadar meng-update berita, atau postingan viral di medsos mereka. Sebagian sosok urban mengambil peran sebagai commuter, yang terus meruangwaktu bolak-balik, tidak jarang dalam seruak sesak kemacetan di jalan tol (sebuah ironi!), manakala yang lainnya terjepit himpitan tubuh-tubuh keringatan di gerbong KRL Commuter Line atau TransJakarta. Serba semrawut, sumpek bertumpuk, dan riuh centang-perenang bukan pemandangan luar biasa di tengah dan pinggiran kota. Sesekali, selinap pikir dan selirih peluh tentang Ada dan Makna lamat-lamat menyapa: untuk apa ini semua? Senyampang tikungan kesadaran ini, Reza datang menawarkan suaka bernama Urban Zen. Ini bukan Fatamorgana, juga bukan Panacea, tapi “tawaran kejernihan untuk manusia modern.” Lanjutkan membaca Heneng, Hening, Hanung : Dari Dukkha Menuju Bahagia

Dharma sebelum Drama

Blue Dharma Fine Art: The Evolution of Bill Bowers' "Convergence" - The  Laurel of AshevilleOleh Reza A.A Wattimena

Siapa yang mau hidup bebas drama? Tentu saja, kita semua. Bagi pecinta drama Korea, pola drama-drama kehidupan sudah terpahami. Intinya sederhana, yakni ada kejadian yang tak sesuai dengan kehendak kita.

Cuaca tiba-tiba berubah. Hujan deras mengguyur, ketika sedang asyik bersepeda. Atau, tiba-tiba sakit, padahal sudah makan dan tidur cukup. Banyak hal diluar kendali kita. Lanjutkan membaca Dharma sebelum Drama

Mengembalikan Dharma ke Nusantara

Dharma Painting by EM MODESTO | Saatchi ArtOleh Reza A.A Wattimena

Sekitar 1000 tahun yang lalu, Indonesia adalah rumah ilmu. Beragam orang dari berbagai bangsa datang dan belajar di sini. Tentu saja, waktu itu, belum ada Indonesia. Pada masa itu, Indonesia adalah kumpulan beberapa kerajaan yang memiliki pengaruh politik, budaya maupun ekonomi yang luas.

Bisa dibilang, pada masa itu, Nusantara kita, Indonesia, adalah negara Dharma. Hukum-hukum alam yang abadi diuraikan dengan jelas, dan diterapkan di dalam kehidupan. Manusia mencapai pencerahan moral, spiritual dan intelektual yang mengagumkan. Nusantara kita menjadi magnet bagi para pencari kebijaksanaan. Lanjutkan membaca Mengembalikan Dharma ke Nusantara

Inti Dharma sebagai Jalan Pembebasan

Surrealist music | HiSoUR - Hi So You AreOleh Reza A.A Wattimena

Ibu kota lebih kejam dari ibu tiri. Begitulah kiranya pengalaman seorang teman. Demi mendapat pekerjaan yang layak, ia merantau ke Jakarta. Di Jakarta, di hadapan tikaman kesepian, kekacauan dan radikalisme agama, ia terpaksa menjalani kehidupan yang bermutu rendah.

Tekanan batin dihadapinya dengan susah payah. Dalam jangka panjang, depresi pun berkunjung. Hidup terasa hampa tak bermakna. Larangan mudik 2021 pun semakin memperuncing derita. Lanjutkan membaca Inti Dharma sebagai Jalan Pembebasan

Bukan Fisika Biasa

Surreal Depictions of Human Nature Versus the Universe ...
Tomasz Alen Kopera

Oleh Reza A.A Wattimena

Alam semesta bukanlah sesuatu yang tanpa pola. Ia ada dan bergerak dengan pola-pola tertentu. Akal budi manusia bisa digunakan untuk memahaminya. Inilah tujuan utama dari semua ilmu pengetahuan, yakni memahami hukum-hukum yang mengatur alam semesta.

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kekuasaan

Namun, alam semesta tak sungguh ada sebagai sesuatu yang tetap dan utuh. Ia amat terkait dengan kesadaran manusia yang mengamatinya. Penelitian-penelitian terbaru neurosains sudah menunjukkan dengan jelas, bahwa alam adalah bentukan dari kesadaran manusia. Kita adalah alam semesta, dan alam semesta adalah kita. Lanjutkan membaca Bukan Fisika Biasa