Sekolah Filsafat untuk Pejabat Publik dan Partai Politik

pexels-photo-758742Oleh Reza A.A Wattimena

Kita baru kenal. Namun, frekuensi sudah sama. Ada keprihatinan kepada keadaan bangsa ini. Krisis nalar dan nurani yang menjadi wabah di berbagai sendi hidup berbangsa.

Percakapan kami mengalir di siang itu. Kami prihatin dengan mutu pejabat publik yang amat rendah. Tidak hanya tak mampu berpikir logis, kritis dan rasional, mereka juga korup. Sumber utamanya adalah partai politik yang melestarikan kebodohan dan mental maling.

Pejabat Publik Indonesia

Ada empat ciri pejabat publik kita. Pertama, mereka tak mampu berpikir kritis. Mereka hanya mengikuti apa kata kebiasaan, tradisi dan agama, tanpa tanya. Mereka juga cenderung mengikuti hasrat kerakusan mereka, tanpa kontrol. Mereka menjadi budak kapitalisme, baik di tingkat nasional maupun global, sambil terus membuat rakyat hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.

Dua, mereka juga cenderung tak logis. Pidato mereka isinya himbauan moral, penuh formalitas feodalistik, tanpa rencana nyata untuk membangun bangsa. Hubungan sebab akibat, yang menjadi dasar dari logika, diabaikan. Tak hanya itu, kemiskinan logika kerap kali ditutupi dengan ayat-ayat agama yang merusak akal sehat.

Tiga, akibatnya, banyak kebijakan yang justru merusak bangsa. Hampir semua kebijakan yang dibuat pejabat publik kita tidak sejalan dengan Pancasila sebagai warga negara. Ada daerah yang menjadi radikal dengan berpijak pada agama kematian, sehingga perempuan dan kelompok minoritas mengalami penindasan. Ada daerah yang memuja pemodal, sambil merugikan warganya, dan merusak kelestarian alam yang ada.

Empat, puncak dari semua ini adalah korupsi. Kepercayaan publik dikhianati. Harta rakyat dicuri, dan digunakan untuk kepentingan sendiri. Dari mulai menteri sampai ketua RT, korupsi menjalar di seluruh sendi kehidupan bangsa.

Ini semua tentunya amat menyakitkan hati. Indonesia didirikan untuk memberi keadilan dan kemakmuran untuk semua warganya. Cita-cita seluhur ini dipercayakan kepada para pejabat publik dan partai politik yang menjadi sumbernya. Sampai detik ini, cita-cita itu masih jauh dari kenyataan.

Sekolah Filsafat

Muncul ide dari diskusi kami, yakni mendirikan sekolah filsafat untuk para pejabat publik dan partai politik. Filsafat adalah ilmu nalar sehat. Filsafat juga mengasah kepekaan nurani. Keduanya mutlak diperlukan bagi seorang manusia, apalagi yang memegang peran sebagai pimpinan.

Kurikulum sekolah filsafat akan dibuat sederhana, sekaligus mendalam. Pertama, logika akan menjadi dasar pengajaran. Para peserta akan diajarkan seni berpikir dan seni berargumen. Ini akan membuat percakapan politik kita di Indonesia bermutu tinggi.

Dua, seni berpikir kritis juga akan menjadi bagian pengajaran. Sikap berani mempertanyakan semua yang dianggap sudah benar adalah jantung hati dari seni berpikir kritis. Kemampuan ini mutlak diperlukan bagi semua orang. Sebagai bangsa, kita tidak akan tergoyah oleh kecenderungan global dan radikalisme agama. Kita akan setia pada jati diri kita yang asli dan luhur.

Tiga, sudah lama para pemikir bangsa mengritik kecenderungan bangsa ini yang percaya tahayul. Tradisi dan agama dipuja dengan buta, sehingga nalar sehat dan nurani pun redup. Kemajuan, dalam bentuk keadilan dan kemakmuran untuk semua, pun menjadi sulit diwujudkan. Jika pun ada pikiran rasional, yang ada adalah pikiran teknis yang dangkal, dan jauh dari nilai-nilai kehidupan ataupun kedalaman perenungan.

Empat, sistematika berpikir juga amat penting bagi pejabat publik. Hubungan sebab akibat di dalam penalaran harus jelas. Bahasa dan pola berpikir yang digunakan harus bisa dimengerti oleh masyarakat luas. Hanya dengan begini, demokrasi di Indonesia bisa berisi percakapan maupun perdebatan yang bermutu tinggi.

Lima, wawasan juga amat penting bagi manusia. Dalam arti ini, wawasan adalah pemahaman yang menyeluruh tentang kehidupan manusia, termasuk sejarah dan keluasan cangkupannya. Seorang pemimpin di bidang apapun harus memiliki wawasan yang luas semacam ini. Maka dari itu, sekolah filsafat akan mengajarkan sejarah filsafat dan pemikiran manusia.

Enam, etika adalah filsafat moral, dan itu penting untuk dipahami semua orang. Moral bukan hanya soal mengikuti tradisi dan agama secara buta. Filsafat moral, atau etika, berarti memahami cara berpikir dibalik segala paham manusia tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Etika akan menyediakan pemikiran kritis dan rasional tentang moralitas yang menjadi dasar bagi kehidupan manusia.

Perlu Diwajibkan

Rencananya, sekolah filsafat diwajibkan untuk semua pejabat publik dan anggota partai politik. Teknisnya bisa dibicarakan lebih jauh. Prinsipnya, filsafat harus menjadi wawasan umum para pemimpin bangsa. Akan jauh lebih baik, jika filsafat menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional, sehingga semua warga Indonesia bisa merasakan manfaatnya.

Rumah Filsafat kiranya bisa menjadi ujung tombak untuk proyek pencerahan ini. Tentu, kami tidak bisa melakukannya sendirian. Kami terbuka untuk kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki visi serupa. Kita mempersiapkan era pencerahan di Indonesia, menuju keadilan dan kemakmuran untuk semua.

***

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022) dan berbagai karya lainnya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.