
Oleh Reza A.A Wattimena
Sejak kecil, saya suka sekali bersepeda. Banyak petualangan menarik di atas dua roda.
Tanjakan di gang seolah menjadi gunung tinggi yang terjal. Rumput di taman seolah menjadi hutan belantara yang berbahaya.
Bersepeda merangsang imajinasi. Ini membuat hidup jadi berwarna.
Penggemar sepeda juga tampak meningkat sekarang ini. Di Sabtu dan Minggu, Jakarta dipenuhi dengan pengendara sepeda di berbagai penjuru.
Saya sendiri kini banyak mengendarai motor. Getaran mesin, angin dan pemandangan sekitar membawa warna baru serta segar dalam hidup saya.
Di atas motor, saya juga kerap tenggelam di dalam kebijaksanaan. Ada enam hal yang kiranya penting untuk diperhatikan.
Pertama, ketika mengendari motor, saya sepenuhnya berada di saat ini. Tidak ada masa lalu, dan tidak ada masa depan.
Saya sepenuhnya menyentuh kenyataan. Pikiran bergerak bersama tubuh dalam terpaan angin dan getaran mesin yang membawa kenikmatan.
Dua, ketika berada di saat ini, ego lenyap. Tidak ada aku dengan segala kecemasan dan ketakutannya.
Saya dan motor seolah menjadi satu. Tidak hanya itu, saya menjadi satu dengan segala yang ada, termasuk motor dan lingkungan sekitar yang saya lewati.
Tiga, ketika ego lenyap, semua masalah lenyap. Semua ketakutan dan kecemasan luluh lantak bersama terpaan angin.
Sejatinya, ego, atau diri, tidaklah pernah ada. Ia adalah keadaan sementara yang datang dan pergi.
Empat, berkendara roda dua bisa menjadi sebentuk terapi. Orang tak perlu lagi tergantung pada terapi kesehatan mental ataupun obat-obatan untuk menemukan kejernihan dan kedamaian.
Ini pula yang saya rasakan. Dengan kesegaran dan kejernihan baru, saya bisa menjalankan hidup dengan lebih bermakna, baik untuk diri sendiri, maupun orang lain.
Lima, para pengendara motor banyak menciptakan komunitas-komunitas. Di dalamnya, orang dari beragam latar belakang berkumpul dan bersaudara.
Perbedaan ideologi, agama dan pandangan politik tidak menjadi masalah. Cinta pada motor dan berkendara bersama menjadi acara yang mempererat persaudaraan.
Berkendara motor menjadi waktu hening untuk saya. Berkumpul bersama teman-teman sehobi juga menjadi waktu sosial yang bermutu untuk saya.
Keduanya diperlukan di dalam kehidupan. Keduanya menumbuhkan dan melestarikan kebijaksanaan di dalam diri.
“kebijaksanaan” bisa di rasakan dalam kegiatan apapun juga, selama kita hidup dalam saat kini dan disini. dgn membuat krupuk sendiri dan memotong dgn pisau , lembar demi lembar, “mengawas i ” proses pengeringan , jangan sampai kehujanan. achir nya kita respect dan sangat menghargai produkt krupuk dari pembuat
, penjual , petani ketela pohon, dgn semua yg bersangkutan, pembuat garam ,gula dsb dsb.
bukannya kita berkaitan satu sama lain ? percakapan dgn tukang sampah pun sangat menyenangkan dan menghibur. bahkan mencuci kesibukan dapur manuell dgn tangan sangat menenangkan hati. apalagi mencuci mobil. selama proses bekerja timbullah “hubungan cinta dan saling berkaitan satu sama lain”.
hidup dgn apa adanya. walau sekeliling menganggap kita berotak miring, tetapi kita tetap kita sendiri…
salam hangat !!
SukaSuka
hidup dengan menyentuh kenyataan yang terus mengalir. Salam hangat selalu
SukaSuka