
Oleh Reza A.A Wattimena
Peneliti, Tinggal di Jakarta
Setiap bangsa lahir ke dunia dengan cita-cita. Begitu pula Indonesia. Kemerdekaan sebuah bangsa adalah sebuah jalan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Walaupun indah, namun cita-cita ternyata mengandung bahaya.
Belakangan ini, muncul juga beberapa gerakan untuk menciptakan masyarakat dengan satu agama di Indonesia. Mereka berpikir, dengan satu agama dan satu tafsiran, Indonesia lalu berubah menjadi surga untuk semua. Cita-cita seperti ini berbahaya, bukan hanya karena bertentangan dengan dasar negara, tetapi juga dengan kodrat alam. Cita-cita, tanpa kejernihan pikiran, akan bermuara pada petaka.
Cita-cita dan Utopia
Cita-cita adalah sebuah utopia. Ia adalah versi ideal dari sebuah masyarakat. Utopia, menurut Michael Shermer, lahir dari kerinduan seseorang akan terciptanya sebuah masyarakat paripurna. (Shermer, 2018) Kerinduan tersebut lalu menjadi ide yang menginspirasi banyak orang untuk mewujudkannya.
Kata Utopia pertama kali muncul di dalam buku Thomas Moore yang terbit pada 1516. Arti kata itu adalah “tanpa tempat”. Ketika manusia yang penuh cacat mencoba mewujudkan sesuatu yang sempurna, petaka adalah buahnya. Utopia lalu menjadi distopia, yakni kegagalan usaha politik yang melahirkan penguasa politik yang menindas dan kemiskinan yang tersebar.
Mengapa utopia berakhir menjadi distopia? Ini terjadi, karena proses untuk menciptakan masyarakat yang ideal bertentangan dengan dorongan alamiah manusia. Ini, misalnya, dapat dilihat dalam kegagalan Uni Soviet di dalam mewujudkan masyarakat komunis. Ciri individual manusia tidak akan pernah bisa tunduk terhadap paksaan sosial, walaupun paksaan itu menggunakan senjata.
Masyarakat yang ideal, rupanya, bertentangan dengan kodrat alam. Alam tidak mengenal masyarakat ideal. Alam menginginkan keberagaman, juga termasuk di dalamnya adalah hal-hal yang tak ideal. Kejahatan, segelap apapun dia, tetap merupakan bagian dari alam.
Memang, jika dilihat lebih jeli, utopia adalah upaya penyeragaman. Ia menginginkan semua orang berperilaku seragam, sehingga keadilan dan kemakmuran seturut versi yang diinginkan bisa tercipta. Ini jelas tak mungkin. Tak heran pula, setiap upaya mewujudkan utopia selalu berakhir dengan konflik, perang, pembunuhan massal sampai dengan kamp konsentrasi.
Protopia
Shermer lalu menawarkan, alih-alih mendorong terciptanya utopia, marilah kita bekerja sama dalam kerangka protopia. Protopia adalah kemajuan kecil yang berkelanjutan. Ia tidak terpesona dengan ide kesempurnaan. Ia tidak terkesima dengan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur untuk semua.
Di dalam protopia, hari ini sedapat mungkin lebih baik daripada hari kemarin. Kemajuan sekecil apapun sungguh diusahakan dan dihargai. Memang, harus diakui, protopia kurang menarik untuk para idealis dan kaum revolusioner yang merindukan perubahan besar nan cepat. Protopia memberi ruang untuk kegagalan. Ia terbuka pada ketidaksempurnaan.
Belajar dari karya Steven Pinker, yang berjudul Enlightenment Now: The Case for Reason, Science, Humanism, and Progress, peradaban manusia sebenarnya lebih baik daripada sebelumnya. Berbagai pencapaian telah diraih, walaupun masih banyak tantangan yang perlu dihadapi. Berbagai pencapaian itu adalah penghapusan perbudakan, berkembangnya kebebasan sipil dan hak-hak asasi manusia sampai dengan kesadaran akan hak-hak binatang. Semua itu, menurut Pinker, adalah buah dari akal budi manusia yang terwujud di dalam ilmu pengetahuan modern.
Protopia adalah kemajuan selangkah demi selangkah. Ia mungkin tak menarik sebagai cerita. Ia mungkin tak bombastik, seperti dahaga utopia. Namun, setidaknya seperti ditunjukkan oleh Pinker, ia bisa diwujudkan.
Masyarakat yang adil dan makmur di Indonesia memang sebuah utopia. Ia tidak akan sepenuhnya terwujud. Namun, usaha yang pelan tapi pasti untuk mewujudkannya bisa terus dilakukan (protopia).
Protopia butuh rasa peduli dan nalar sehat dan hati nurani yang jernih , oleh sebab itu jarang peminatnya di negeri ini , yang serba instant.
salam perubahan….
SukaSuka
sepakat penerangan ttg utopia, distopia dan protopia. menurut pandangan saya kalau masyarakat (grup/lingkungan/ kalangan besar) berminat menjalankan protopia, saya yakin kemungkinan besar untuk berhasil sangat besar.
hanya problem nya : bagaimana kalangan intelekt ( termasuk pemerintah / wakil rakyat ) membawa masyarakat ke arah jurusan protopia ?
SukaSuka
ada baik nya, tiap warga di beri kebebasan untuk berpendapat / berpandangan. selama keadaan tsb belum tercapai, sangat sulit mengarahkan masyarakat ke arah pengertian protopia.
langkah pertama untuk bebas berpandang (- tidak ada hubungan dgn thema diatas -) : kebebasan memeluk agama sendiri2 dalam hubungan suami isteri.
SukaSuka
begitulah.. budaya instan memang sulit memahami gerak bertahap protopia
SukaSuka
Terima kasih. Ide ini bukan hal baru. Ia terlupakan. Masyarakat perlu diingatkan kembali dengan kampanye terus menerus.
SukaSuka
Saya sepakat. Terima kasih
SukaSuka
terlihat disini (thema2 yg di bahas ) semuanya berkaitan satu dgn lain seperti jaring ikan. begitu “ikatan”(knoten) tidak beres, jaringpun tidak berfungsi penuh.
begitu juga dalam hidup manusia dgn segala keragaman. bagaimanapun sulitnya utk diterap kan dgn segala halangan , system “demokrasi sehat” adalah terbaik utk perkembangan pribadi setiap manusia. ( maaf sangat jauh jangkau nya, spt tertulis diatas ” semua nya saling berkaitan”dalam hidup)
salam hangat !!
SukaSuka
Pak Reza jika tidak salah, tulisan Michael Shermer ttg Protopia ini merupakan bab terakhir (Chapter 12) dari karya beliau dlm bukunya “The Moral Arc; How Science and Reason Lead Humanity Toward Truth, Justice, and Freedom”. Namun konteks ttg protopia hrs juga memperhatikan epigraph dlm buku tsb yg merupakan nukilan dari tulisan Robert Oppenheimer (1949) yg menurut pemahaman sy merupakan landasan utama unt bekerja sama dalam kerangka protopia. Mohon pencerahan dari pak Reza. Terima kasih.
SukaSuka
Menurut sy manusia itu tidak punya hak, melainkan hanya terikat kewajiban jika sudah menyangkut peraturan Tuhan.
Kambing yang digembalakan di rumput luas terbatasi oleh tali yg mengikatnya. Manusia sekarang maunya bikin patok sendiri agar bebas makan apapun sesuai syahwatnya, termasuk bebas nikah beda agama, itu keliru kawan!!
SukaSuka
Saya berumur 22 dan website ini adalah tempat tinggal yang nyaman. Tapi saya kedinginan mas. Apa ada selimut untuk alas saya melantai?
SukaSuka
Utopia adalah idealisme yang ada di titik ekstrim, hingga akhirnya ia menjadi sangat tidak realistis …
Salam kenal om ^^
SukaSuka
Kehidupan memang sebuah jaringan. Demokrasi adalah model tata politik yang paling pas untuk menata hidup manusia dalam jaringan tersebut. Ini memang tak bisa disangkal.
SukaSuka
Saya mengacu pada tulisan Shermer di Aeon. Apa inti tulisan dari Oppenheimer?
SukaSuka
Pendapat anda salah. Hak-hak asasi manusia sudah terdapat di dalam diri manusia, dan dilindungi sepenuhnya oleh Hukum Nasional dan Internasional. Menikah beda agama itu urusan pribadi. Orang tak perlu ikut campur. Silahkan cari jodoh anda sendiri. Soal agama, urusan masing-masing.
SukaSuka
Selamat belajar dan membaca.. salam
SukaSuka
Begitulah adanya. Salam kenal
SukaSuka
Agama mu agama mu, agama ku agama ku.
Dalam agama sy, nikah beda agama itu haram. Sama dengan sholat, yg diwajibkan tiap waktunya. Itu peraturan Tuhan yg sy maksud dan tidak mungkin sy bantah, terserah apa kata hukum (nasional / internasional) buatan manusia.
Filsafat sangat indah bila didampingi seni dan sastra, namun lebih selamat bila dibarengi oleh tasawuf.
Salam beribu hormat bang Reza!
SukaSuka
Mari belajar berpikir mandiri. Gunakan hati nurani dan akal sehat. Jangan menjadi budak tradisi.
SukaSuka
Tulisannya keren, boleh saya berlangganan bang😄
SukaSuka
Silahkan.. salam
SukaSuka
Follow me please
SukaSuka
Saya kurang tertarik dengan isinya..
SukaSuka
Ok
SukaSuka
Salam
SukaSuka
Hemat saya, utopia akan menjadi ideologi ekstrim ketika kebenaran dan segala kebijakan penentuannya bukan berdasarkan keberagaman melainkan mayoritas.
Terima kasih untuk kajian filosofis yang sangat menarik ini.
SukaSuka
Utopia memang bisa menjadi masalah, ketika ia jatuh ke dalam ideologi…
SukaDisukai oleh 1 orang