
Oleh Reza A.A Wattimena
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang
Sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta memiliki keunikan tersendiri. Ia menjadi tolok ukur bagi semua daerah lainnya di Indonesia.
Apa yang terjadi di Jakarta akan membuka kemungkinan bagi daerah-daerah lainnya untuk mengalami kejadian serupa. Jika Jakarta gagal mewujudkan cita-cita keberadaan negara Indonesia yang adil dan makmur untuk semua, tanpa kecuali, maka, kemungkinan besar, daerah-daerah lainya juga akan jatuh ke lubang yang sama.
Indonesia lalu menjadi negara gagal. Konflik dan ketidakadilan pun merajalela.
Untuk mencegah itu, Jakarta jelas membutuhkan kepemimpinan yang bersih dan kuat di berbagai jenjang organisasinya. Sudah terlalu lama, Jakarta menjadi kota yang macet, kumuh, banjir dan tidak aman untuk ditinggali.
Preman dan Serigala Ganas
Sayangnya, Realpolitik di Jakarta bukanlah mimpi indah. Harapan selalu berbenturan dengan kenyataan yang penuh dengan kelicikan dan kebohongan.
Mafia dan preman menguasai berbagai bidang kehidupan publik di Jakarta, mulai dari parkir liar, uang keamanan liar, korupsi berbondong-bondong yang dilakukan elit politik, sampai dengan perdagangan manusia. Para mafia dan preman itu bagaikan serigala yang liar dan ganas.
Penegak hukum seringkali tidak diberdaya dibuatnya. Bahkan, dalam banyak hal, para penegak hukum justru menjadi kaki tangan para serigala ganas tersebut.
Bagaimana mewujudkan kepemimpinan yang bersih dan kuat, sehingga mampu menghadapi, dan bahkan menghancurkan, para serigala ganas itu? Pertanyaan ini menjadi amat penting di awal 2017 ini, menjelang pemilihan Gubernur Jakarta.
Dua hal yang perlu diperhatikan, jika kita hendak memilih seorang pemimpin. Yang pertama adalah gagasan yang brilian, dan yang kedua adalah rekam jejak yang mantap.
Gubernur/Serigala
Di 2017 ini, Jakarta membutuhkan pemimpin yang siap menghadapi para serigala liar dan ganas (mafia dan preman). Dan, serigala tidak dapat dikalahkan oleh mahluk lainnya, kecuali oleh serigala itu sendiri.
Ini mengikuti pepatah klasik, bahwa kita membutuhkan serigala untuk berburu serigala (it takes a wolf to catch a wolf). Gubernur Jakarta yang baru harus bersih sekaligus kuat, seperkasa seringala, sehingga mampu mengalahkan para serigala liar (mafia dan preman) yang sudah terlalu lama menganggu Jakarta.
Gubernur/serigala tersebut haruslah bersih. Ia haruslah galak dan kejam terhadap para mafia dan preman, sekaligus sungguh memperhatikan kepentingan warga Jakarta secara luas.
Ia juga harus memiliki pengalaman yang banyak dalam soal kepemimpinan. Rekam jejak yang kuat dan bersih adalah salah satu tolok ukur untuk memilih seorang pemimpin.
Jangan Salah Pilih
Warga Jakarta tidak boleh salah pilih. Mereka tidak boleh memilih kucing dalam karung, entah tokoh baru warisan dari penguasa yang lama, ataupun mantan pejabat yang sakit hati, karena tidak lagi mendapat potongan kue kekuasaan.
Taruhannya terlalu besar. Masa depan warga Jakarta, yang berarti juga anak-anak kita, amat tergantung dari pilkada Februari 2017 nanti.
Jakarta tidak hanya menjadi sorotan dari berbagai daerah di Indonesia, tetapi juga dunia internasional. Jati diri kita sebagai bangsa dipertaruhkan, apakah kita akan menjadi negara demokrasi modern yang terbuka dan profesional, atau menjadi bangsa yang terbelakang, rasis dan biadab.
Warga Jakarta, keputusan di tanganmu…
Analisa yang tajam pak Reza. Tapi kok perasaan saya ada kecenderungan di tulisan ini ya? Sepertinya bapak pun telah menentukan pilihannya. Interpretasi saya dari tulisan bapak ini pun mengarah kesana.
Tapi pilihan itu sayapun mengafirmasinya pak. Hehe
Salam Damai
SukaSuka
begitulah.. 🙂
SukaSuka
setuju dengan pendapat pak Reza. politik di Jakarta representasi politik di daerah di seluruh Indonesia. Di tengah suhu politik jkt yg panas saya optimis semoga Jakarta bisa lebih baik ke depannya terlepas siapapun yg terpilih semoga pilgub jkt terselenggara secara fair.
SukaSuka
Tulisan Pak Reza menjawab keraguan saya dulu ketika Pak Jokowi-Ahok berpasangan Pilgub DKI, mengingat keduanya sipil, Ahok minoritas suku dan agama dibandingkan Paslon yang lain serta kompleksitas masalah Jkt sebagaimana didiskripsikan tulisan Pak Reza. Sekalipun dinamika kampanye sangat besar,Pemilih Jakarta sangat cerdas, faktanya Pak Jokowi-Ahok menang. Dinamika Pilgub skrg terulang kembali, koq saya kembali ragu-ragu ya?
SukaSuka
Keraguan itu alamiah. Pilihlah apa yang menjadi kemungkinan terbaik menurut anda. Ikut kampanye untuk mendukung pilihan anda tersebut. Nyatakan dukungan anda secara publik..
SukaSuka
saya berharap hal yang sama.. terima kasih
SukaSuka
Ada yang berujar, dulu kita berdoa berdoa dan berdoa mohon datangnya Mahapatih khusus buat benahi negara dari keamburadulan dan korupsi… Doa kita memang dikabulkan, tapi kenyataannya kita masih menolaknya bahkan mau menjatuhkannya karena beda suku, agama dan ras…
SukaSuka
begitulah manusia.. lagi pula, tidak semua menolak kok. Mayoritas rakyat Indonesia amat menerima. Hanya sebagian saja yang terjebak pada kebodohan, lalu ribut sendiri…
SukaSuka
pandangan seorang pemikir apalagi filsafat, membawa pencerahan tetapi kenyataan yang ditampilkan negeri ini banyak kebodohan. trims tulisan yang imajinatif buat saya.
SukaSuka
ya.. kebodohan bisa diubah kok.. butuh usaha dan waktu
SukaSuka
Artikel dengan analisis yang tajam dikoneksikan dengan debat paslon cagub dan cawagub I dan II di mana hanya ada paslon tertentu yang berani menjadi seorang “lupus’ menghadapi para tikus-tikus preman yang selalu mengambil uang bukan hak miliknya dan DKI butuh orang yang berani melawan itu. Terima kasin Nyong Ambon Manise, apakah sudah tidak mengajarlagi di Unika Surabaya lagi?
SukaSuka
tepat sekali. Sudah tidak bung. Saya mengajar di Cikarang sekarang, di Universitas Presiden
SukaSuka