Ekonomi Kesejahteraan Publik untuk Indonesia

ltkcdn.net
ltkcdn.net

Beberapa Butir Pemikiran

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di München, Jerman

Jantung hati dari ekonomi kesejahteraan publik, sebagaimana dirumuskan oleh Felber, adalah kerja sama antar warga, guna mewujudkan tata politik dan ekonomi yang memberikan kesejahteraan bagi semua, tanpa kecuali. Pandangan ini berakar dalam sekali di pemahaman filosofis tentang ekonomi, sebagaimana dirumuskan oleh Aristoteles. Kerja sama mengandaikan adanya dorongan hati dari rakyat untuk ikut ambil bagian di dalam semua bentuk proses sosial-masyarakat, walaupun kerap kali keadaan sulit, dan kebijakan yang ada tidak sesuai dengan kepentingan dan kehendaknya. Namun, mentalitas semacam ini, yakni kerja sama dan ikut ambil bagian, bukanlah hal asing bagi Indonesia, karena sudah selalu tertanam di dalam bentuk kerja sama yang sudah ada, yakni gotong royong.

Di dalam pemahaman tentang gotong royong, kesejahteraan bersama menjadi tujuan utama, dan bukan kesejahteraan sebagian orang, walaupun mereka adalah mayoritas. Kepentingan individu diperbolehkan, sejauh itu bisa ambil bagian di dalam kesejahteraan bersama suatu masyarakat. Sekali lagi perlu ditegaskan, “bersama” bukan berarti mayoritas, melainkan sungguh-sungguh semua orang yang ada. Di dalam terpaan neoliberalisme (uang dan keuntungan menjadi tolok ukur semua bagian kehidupan masyarakat) dan fundamentalisme agama (menjadikan satu tafsiran agama tertentu sebagai cara untuk mengatur hidup semua orang), budaya gotong royong di Indonesia terkikis, nyaris hilang. Namun, kemungkinan untuk menghidupkannya kembali selalu ada, dan kini, belajar dari Felber, budaya itu digabungkan dengan tata ekonomi kesejahteraan publik yang berpijak lebih kuat pada demokrasi dan martabat manusia, yang dijaga keberlangsungannya oleh sistem hukum dan perjanjian yang bersifat mengikat, namun terbuka.

Tolok Ukur Baru

Ekonomi kesejahteraan publik tidak melihat pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama. Uang, keuntungan, dan pertumbuhan ekonomi hanya dilihat berguna, sejauh ia mengembangkan kesejahteraan bersama seluruh warga. Jika uang, keuntungan dan pertumbuhan hanya menghasilkan kesenjangan yang besar antara yang kaya dan yang miskin, maka ia harus diatur lebih ketat, misalnya dengan kebijakan pajak, ataupun bentuk-bentuk lainnya. Tata ekonomi semacam ini, menurut saya, amat sangat cocok untuk konteks Indonesia.

Indonesia sebagai bangsa memiliki beragam kebudayaan. Kebudayaan ini terwujud tidak hanya di dalam beragam karya seni maupun bangunan, tetapi juga di dalam cara hidup dan cara berpikir. Nilai ekonomi dan keuntungan material di dalam beragam kebudayaan ini tidak dilihat sebagai yang utama, melainkan hanya salah satu tolok ukur di dalam kehidupan. Model ekonomi yang ditawarkan Felber ini tidak hanya cocok dengan pandangan hidup mayoritas budaya di Indonesia, tetapi juga bisa melestarikan sekaligus mengembangkan pandangan hidup tersebut. Tolok ukur keberhasilan ekonomi di Indonesia tidak hanya meningkatnya produksi barang dan jasa, tetapi sejauh mana ekonomi tersebut membantu mengembangkan nilai-nilai serta pandangan hidup masyarakat Indonesia yang sudah sebelumnya.

Antara Ekonomi dan Ekologi

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki berbagai fungsi, mulai dari penjaga kelestarian tanah, sehingga tidak terjadi tanah longsor yang mengakibatkan bencana untuk manusia, tetapi juga untuk membantu menyerap karbondioksida dan karbonmonoksida yang dilepas oleh berbagai industri yang ada. Adalah masuk akal dan tepat, jika kebijakan ekonomi Indonesia juga memperhatikan kelestarian lingkungan, terutama kelestarian hutan tropis yang ada. Hal ini amat mendesak untuk diterapkan, terutama jika kita mempertimbangkan kerusakan besar yang sedang terjadi di hutan tropis Indonesia, akibat sepak terjang bisnis maupun industri yang tidak peduli pada kelestarian alam.

Seperti ditegaskan oleh Felber, ekologi, atau kelestarian alam, adalah bagian penting di dalam pandangan ekonomi kesejahteraan publik. Ekonomi dan ekologi adalah dua kata yang harus terus disebutkan dengan satu tarikan nafas yang sama, karena keduanya sama sekali tidak boleh dipisahkan. Di dalam buku yang berjudul Climate Change, Justice and Sustainability, Linking Climate and Development Policy, Ottmar Edenhofer, di dalam bagian pendahuluan, berpendapat, bahwa kebijakan pelestarian alam (termasuk perang melawan perubahan iklim) tidak boleh dilepaskan dari kebijakan politik perkembangan yang bertujuan untuk melawan kemiskinan di berbagai tempat.1 Pandangan semacam ini, pada hemat saya, sejalan dengan ekonomi kesejahteraan publik yang dirumuskan oleh Felber, dan juga amat cocok untuk menjadi pandangan dasar kebijakan ekonomi Indonesia.

Peran UKM (Usaha Kecil dan Menengah)

Dewasa ini, perusahaan-perusahaan besar, dengan modal raksasa dan pasar di berbagai negara, memiliki tidak hanya kekuatan ekonomi, tetapi juga kekuatan politis untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik yang ada, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kekuatan ini bersumber dari dua hal, yakni uang dan lapangan kerja yang mereka sediakan, yang memiliki peran penting bagi nasib ekonomi sebuah negara. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Seringkali, kekuatan politis ini digunakan untuk kepentingan-kepentingan privat perusahaan yang tidak sejalan dengan kepentingan publik. Maka, kehadiran perusahaan-perusahaan raksasa ini haruslah kembali dipikirkan secara kritis.

Felber menegaskan, bahwa pada akhirnya, yang ada adalah perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Mereka tidak merasa perlu untuk mengembangkan bisnisnya, guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Tujuan utama mereka satu, yakni tetap bertahan, supaya bisa memberikan sumbangan penting bagi kesejahteraan publik masyarakatnya. Model semacam ini tentu sangat cocok untuk keadaan Indonesia. Ketika krisis moneter menghantam Indonesia pada 1997 lalu, banyak perusahaan raksasa hancur. Sementara, perusahaan kecil dan menengah justru bertahan, serta menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Penekanan Felber pada arti penting perusahaan ekonomi kecil dan menegah dalam kaitan dengan ekonomi kesejahteraan publik amat pas untuk diterapkan di Indonesia. Konsep bank demokratis, yang sudah dijelaskan sebelumnya, berperan besar dalam hal ini.

Mencegah “ekonomisasi” Masyarakat

Ketika ekonomi tidak hanya memiliki uang dalam jumlah besar, tetapi juga pengaruh politik yang besar untuk mempengaruhi masyarakat, maka sangat masuk akal, jika bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti pendidikan, seni, dan budaya, juga dipengaruhi oleh ekonomi. Inilah yang terjadi sekarang ini, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Tolok ukur ekonomi, yakni uang dan keuntungan, menjadi tolok ukur utama untuk bidang-bidang yang bukan ekonomi, seperti pendidikan dan seni. Ketika budaya, seni dan pendidikan ditelan oleh cara berpikir ekonomi (melulu uang dan keuntungan), maka ketiganya akan hilang. Padahal, ketiga bidang itu berperan besar dalam melestarikan sekaligus mengembangkan jati diri bangsa Indonesia.

Pandangan ekonomi kesejahteraan publik sadar betul akan kekuatan ekonomi semacam ini. Maka, aturan dan hukum haruslah dibuat dan dijalankan secara ketat, supaya ekonomi tetap berfokus pada tujuan utamanya, yakni menjamin kesejahteraan publik, dan tidak menelan bidang-bidang kehidupan masyarakat lainnya. Felber menyebutnya sebagai perang melawan “ekonomisasi” masyarakat, dimana semua bidang kehidupan manusia dilihat melulu berdasarkan cara berpikir ekonomistik. Pandangan semacam ini, pada hemat saya, amat penting untuk konteks Indonesia, supaya identitasnya sebagai bangsa tidak luntur ditelan oleh kekuatan uang.2

Mengembalikan Jiwa ke Dalam Ilmu

Ketika ekonomi memiliki kekuatan modal dan politis yang besar, maka ia juga akan mempengaruhi dunia pendidikan. Hanya ilmu yang bisa memberikan uang secara langsunglah yang layak untuk dipertahankan di sekolah dan di universitas, dan yang layak dipelajari oleh siswa. Inilah yang disebut sebagai “ekonomisasi” pendidikan, yang prosesnya sejalan dengan pengeringan ilmu dari jiwanya sendiri, yakni rasa kagum pada dunia, rasa ingin tahu yang berkobar-kobar, cara berpikir yang sistematis-kritis-dan metodis, serta dampak sosial yang jelas ke masyarakat luas, guna memperbaiki mutu kehidupan.3 Ilmu pengetahuan di Indonesia, terutama ekonomi, telah kehilangan keempat ciri mendasar tersebut.

Pandangan ekonomi kesejahteraan publik yang dirumuskan Felber hendak mengembalikan ilmu ekonomi ke dasarnya, yakni soal kesejahteraan publik. Ekonomi tidak lagi hanya terfokus pada hitung-hitungan abstrak yang seringkali tak ada kaitannya dengan kehidupan nyata, melainkan sungguh berupaya memikirkan cara yang terbaik, guna berperan secara aktif untuk membangun kesejahteraan publik. Inilah jiwa dari ilmu ekonomi yang membuatnya amat penting sekaligus menarik untuk didalami dan dikembangkan. Pandangan semacam ini amat penting tidak hanya untuk kebijakan ekonomi Indonesia di masa sekarang, tetapi juga perkembangan ilmu ekonomi yang nantinya akan amat mempengaruhi keadaan ekonomi Indonesia di masa depan.

1Ottmar Edenhofer, et.al, Climate Change, Justice and Sustainability, Linking Climate and Development Policy, Springer, London, 2012, hal. 3.

2 Bdk, Hardiman, Budi, F., Dalam Moncong Oligarki, Skandal Demokrasi di Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 2013, hal. 32.

3 Bdk, Giroux, Henry, On Critical Pedagogy, Continuum, London, 2011, bagian pendahuluan: Critical Pedagogy in Dark Times.

 

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

3 tanggapan untuk “Ekonomi Kesejahteraan Publik untuk Indonesia”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.