Murka yang Bermakna

GoodTherapy | Recognizing and Addressing Anger Before It Becomes RageOleh Reza A.A Wattimena

Bolehkah orang murka atau marah? Bolehkan orang bersikap keras dalam keadaan-keadaan tertentu? Bolehkah makian keras dilontarkan antar manusia? Apakah murka itu sepenuhnya salah?

Murka itu terasa di dada. Napas sesak, dan jantung berdetak keras. Tekanan darah meninggi, dan menghasilkan dorongan keras ke kepala. Kata dan makian keras pun keluar dari mulut, dan kerap merusak telinga.

Murka membuat lelah. Tubuh lunglai, setelah murka meledak. Emosi juga seperti tercabik. Murka bagaikan racun untuk batin dan tubuh manusia.

Murka yang Terlupa

Di masa kita hidup, menurut Peter Sloterdijk di dalam bukunya Zorn und Zeit: politisch-psychologischer Versuch, murka ditekan oleh tradisi. Murka dianggap hal yang jelek. Maka, ia harus dihindari. Ketika murka dipendam, ia merusak perkembangan peradaban. Manusia pun terjebak di dalam kehidupan bermutu rendah.

Murka adalah energi hidup yang mesti dilepas. Jika ia ditekan, akan ada keanehan timbul. Masyarakat akan diisi dengan budaya pembiaran, sehingga kekacauan hidup bersama tak terhindarkan. Murka harus menemukan saluran yang tepat.

Murka yang dipendam akan menjadi bom waktu. Hal kecil yang merusak, namun didiamkan, akan menjadi bom nuklir sosial di masa depan. Tak heran, Indonesia menyumbangkan kata amok bagi kosa kata dunia. Ini adalah murka massal yang merusak segala, tanpa arah.

Murka yang Bermakna

Sloterdijk juga menegaskan, bahwa kita hidup di masa yang melupakan murka (Zornvergessenheit). Kelupaan ini menciptakan manusia-manusia sakit jiwa yang menekan hasrat hidupnya sendiri. Murka, sebagai bagian dari energi hidup, adalah dorongan untuk tindakan yang bermakna. Ketika murka disangkal, kehidupan pun justru tenggelam dalam kemuraman.

Maka, murka jelas diperbolehkan. Murka menjadi bermakna, ketika ia didorong oleh alasan yang tepat. Murka bukan lagi untuk kepentingan diri yang sempit, tetapi untuk kehidupan yang lebih luas. Murka semacam ini berasal dari rasa ketidakadilan, dan juga berjuang untuk mewujudkan keadilan.

Kita harus murka di hadapan penindasan. Kita harus murka di hadapan ketidakadilan. Kita harus murka di hadapan kemiskinan dan kebodohan. Kita juga harus murka pada selubung suci yang menutupi kemunafikan.

Maka, murka menjadi kreatif. Ia memiliki daya cipta dari kerusakan yang ada. Inilah murka yang menghidupkan, karena ia lahir dari kepentingan yang lebih besar. Di Indonesia, kita terus dijajah oleh ketidakadilan berselubung kesucian yang munafik. Kapan kita sungguh murka, dan mulai mengubah segala yang ada?

cropped-rf-logo-done-rumah-filsafat-2-1.png

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander AntoniusLebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

2 tanggapan untuk “Murka yang Bermakna”

  1. benar , murka sangat perlu utk di utara kan dan penting untuk kemajuan “hidup”.
    untuk org2 yg hidup dgn balance jati hati dan hati nurani (????), mereka mampu mengexpressi murka dgn “cara halus / diplomatis/ tidak menyakiti hati”, tapi toch dengan hasil /effekt yg sama !!!
    salam hangat !!

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.