Satu Paket

http://ceasefiremagazine.co.uk
ceasefiremagazine.co.uk

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Kita terbiasa untuk menghindari kesedihan. Setiap perasaan sedih dianggap sesuatu yang jelek. Kita lalu mencari segala cara untuk menutupinya. Kita menekan atau justru malah lari dari kesedihan yang kita alami.

Sebaliknya, kita lalu mengejar kenikmatan dengan segala cara. Kita berusaha sedemikian rupa, sehingga kita memiliki alat untuk memenuhi semua keinginan kita akan kenikmatan. Bahkan, ada beberapa orang yang bersedia mencuri dan membunuh, guna mencapai kenikmatan dirinya. Seluruh pikiran dan hidup kita terpusat pada pencarian kenikmatan, tanpa henti.

Satu Paket

Padahal, jika kita berpikir lebih dalam, kesedihan dan penderitaan adalah bagian dari kenikmatan. Artinya, kita tidak akan tahu, apa arti dari kenikmatan dan kebahagiaan, ketika kita tidak pernah merasakan kesedihan dan penderitaan. Keduanya adalah satu paket, yakni berbeda, tetapi saling membutuhkan satu sama lain. Orang tidak bisa memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan, tanpa kesedihan dan penderitaan.

Hal yang sama berlaku untuk hubungan antara sakit dan sehat. Banyak orang mencari sehat. Ia membenci segala hal yang membuatnya sakit. Kita melihat bahwa keduanya berbeda, dan tak bisa disamakan begitu saja.

Padahal, sama seperti penderitaan dan kebahagiaan, sakit adalah bagian dari sehat, dan sehat adalah bagian dari sakit. Keduanya adalah satu paket. Ia tak dapat dilihat sebagai musuh yang terpisah dan berbeda satu sama lain. Kita tak akan pernah tahu rasanya sehat, jika kita tidak pernah sakit sebelumnya.

Di dalam banyak film dan novel populer, kita sering melihat, bagaimana pahlawan kebaikan menghancurkan kejahatan. Kebaikan perlu diperjuangkan. Sementara, kejahatan perlu untuk dihancurkan. Ini juga, pada hemat saya, suatu bentuk kesalahan berpikir.

Kebaikan memahami dirinya sendiri dalam pertentangan dengan kejahatan. Sebaliknya juga benar, bahwa kejahatan memahami dirinya sendiri dalam pertentangan dengan kebaikan. Keduanya adalah satu paket yang tak bisa dipisahkan. Jika yang satu hilang, maka yang lain juga akan hancur.

Kita juga terbiasa untuk mengejar kesuksesan. Kita memacu diri dan motivasi, supaya bisa sukses dalam hidup. Namun, kita juga sering lupa, bahwa kegagalan adalah bagian dari kesuksesan. Keduanya adalah dua sisi dari satu koin yang sama. Ia adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan.

Kesadaran Baru

Dari semua ini, kita perlu belajar satu hal, bahwa kita harus menerima kehidupan apa adanya, tanpa penilaian baik atau buruk, benar atau salah. Baik atau buruk, benar atau salah, adalah satu paket dari hal yang sama. Kemampuan untuk tidak lagi memilih antara baik atau buruk, benar atau salah, dan sakit atau sehat adalah tanda dari kebebasan diri. Dengan kebebasan diri semacam ini, orang bisa menjalani semua hal dengan ketenangan batin serta kedamaian hati.

Hal lain yang perlu juga dipikirkan adalah, bahwa kita perlu berjuang di dunia ini untuk mengurangi segala bentuk penderitaan, sambil tetap sadar, bahwa sampai tingkat tertentu, penderitaan tidak mungkin dihilangkan. Kita perlu berjuang di dunia ini untuk melawan segala bentuk kejahatan, namun sambil tetap sadar, bahwa sampai pada tahap tertentu, kejahatan tidak bisa dilenyapkan. Kita juga perlu sadar, bahwa sampai pada batas tertentu, penderitaan diperlukan untuk mencapai kebahagiaan, dan bahwa kejahatan, juga sampai pada batas tertentu, diperlukan untuk hadirnya kebaikan.

Dengan kesadaran ini, kita bisa sampai pada pemahaman yang mendasar, bahwa segalanya adalah satu. Perbedaan adalah sesuatu yang dibuat oleh pikiran kita. Ia tidak nyata. Ia hanya ilusi yang mengaburkan pandangan kita pada kenyataan dan kehidupan itu sendiri.

Hidup itu adalah satu kesatuan. Kenyataan sebagai keseluruhan juga adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Apa yang terjadi di satu tempat akan memberikan pengaruh pada tempat-tempat lainnya, baik secara langsung ataupun tidak. Isi dari segala yang ada di dalam kenyataan ini jaringan dari segala hal yang saling bertautan.

Lalu, mengapa kita saling membenci satu sama lain?

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022) dan berbagai karya lainnya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.