
Oleh Reza A.A Wattimena
Fakultas Filsafat UNIKA Widya MAndala Surabaya
Noam Chomsky (1928-…) dikenal sebagai seorang filsuf politik, sekaligus aktivis sosial politik di Amerika Serikat.[1] Saat ini, ia berkarya sebagai professor linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Walaupun seorang ahli linguistik, filsafat bahasa, Chomsky kini justru menjadi seorang intelektual publik yang paling tajam melakukan kritik terhadap kebijakan luar negeri pemerintah Amerika Serikat. Jadi, di satu sisi, ia adalah seorang ahli bahasa. Namun, di sisi lain, ia adalah seorang tokoh politis yang berpengaruh besar di Amerika Serikat, dan seluruh dunia. Pada hemat saya, ini adalah perpaduan yang amat unik, dan amat jarang ditemukan.[2] Chomsky, sebagaimana ditulis oleh Garland, juga adalah seorang kritikus yang amat tajam atas berbagai upaya Amerika Serikat untuk menguasai (baca=hegemoni) dunia, serta agenda-agenda politik ekonomi neoliberalisme yang disebarkannya.
Ia menegaskan, bahwa ideologi dan motivasi dominatif tersebut akan menciptakan kesenjangan sosial yang semakin besar antara kelas berpunya (minoritas) dan kelas yang tak berpunya (mayoritas).[3] Kritik Chomsky bukanlah sebuah kritik kosong. Setelah 2008 lalu, kritiknya terbukti, dan Amerika Serikat memasuki masa resesi (sampai 2012 sewaktu tulisan ini dibuat) yang belum jelas kapan dan bagaimana berakhirnya.[4] Di sisi lain, ia juga amat tajam melakukan kritik terhadap media massa-media massa raksasa di Amerika Serikat, terutama karena mereka sering memberitakan hal-hal tertentu yang menciptakan “opini publik yang direkayasa” (manufactured public opinion) untuk membenarkan kepentingan-kepentingan sistem ekonomi pasar bebas kapitalisme, dan pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari sistem tersebut.[5] Lanjutkan membaca Noam Chomsky, Filsuf Sekaligus Aktivis Politik