Arti Cinta yang Sesungguhnya…

Surrealist-automatismOleh Reza A.A Wattimena

Dulu, saya adalah vokalis band. Sayangnya, dengan berlalunya waktu, band kami sudah pecah. Semua sudah berkeluarga, kecuali saya. Hidup memisahkan kami.

Kami adalah band rock. Salah satu lagu yang sering kami bawakan adalah lagu-lagunya Ari Lasso, terutama yang berjudul “Arti Cinta”. Belakangan, lagu tersebut sering terngiang di kepala saya. Nostalgi pun mengunjungi hati.

Bunyi lirik lagu itu di awal menjadi judul tulisan ini. “Arti cinta, yang sesungguhnya”. Suara Ari Lasso yang khas langsung terngiang. Dia memang salah satu penyanyi terbaik di dalam sejarah musik Indonesia.

Belakangan ini, saya banyak membaca soal cinta. Tentu saja, filsafat dan Zen menjadi sudut pandang utamanya. Di dalam filsafat, sudah ada kajian klasik tentang cinta.

Ada cinta yang melibatkan nafsu (eros). Ada cinta yang berbentuk persaudaraan dan persahabatan (philia). Ada cinta sejati yang siap berkorban (agape). Dunia filsafat sudah akrab dengan ketiga jenis cinta ini.

Setelah mendalami Zen dan tradisi Dharma, pandangan saya berubah. Ketiga cinta di atas masih dianggap sebagai bentuk cinta paling rendah, yakni cinta empatik. Inilah cinta yang melibatkan rasa dan emosi, ketika melihat orang atau mahluk lain menderita. Masalahnya, ia begitu mudah berlalu, karena perubahan keadaan.

Cinta yang lebih tinggi adalah menawarkan pengetahuan. Orang mengajarkan tentang keadaan dunia sebagaimana adanya kepada orang lain. Tak ada emosi dan rasa yang rapuh disini. Cinta semacam ini membuka mata, dan menawarkan jalan pembebasan kepada mahluk lain.

Yang tertinggi adalah cinta teflon. Inilah batin yang jernih, seperti panci teflon. Tak ada jejak pikiran dan emosi di dalamnya. Tak ada kelekatan pada apapun. Orang bebas dari saat ke saat melakukan apa yang perlu dilakukan.

Inilah cinta yang mengubah seluruh batin manusia. Ia tak ada hubungannya relasi romantis. Ketika emosi datang, ia sadar. Ketika emosi pergi, ia juga sadar.

Tak ada analisis. Tak ada pikiran berlebih. Semua disadari dari saat ke saat, tanpa kata. Hidup pun menjadi bersih, tanpa jejak.

Ada waktunya, marah diperlukan. Namun, marah tak digenggam. Ia dilepas, ketika sudah tak dibutuhkan. Tak ada dendam yang tersisa.

Ada waktunya, sedih datang. Mungkin, ada penyesalan tertentu. Mungkin juga, ada rasa kecewa pada keadaan. Namun, sedih tak dilekati, dan dengan mudah dilepas, ketika waktunya sudah berakhir.

Menjadi manusia teflon adalah bentuk cinta tertinggi pada dunia. Keberadaan diri pun menjadi tanpa noda, dari saat ke saat. Segalanya muncul, menetap sebentar, lalu lenyap. Kita tak melekat apapun, dan bisa merasakan kebebasan sejati di dalam batin.

Perjuangan sosial pun menjadi ringan. Dunia harus ditata dengan prinsip keadilan. Kita harus berjuang di dalam berbagai bentuknya untuk mewujudkan dunia semacam itu. Namun, tak ada kemarahan dan kebencian di dalam hati. Inilah arti cinta yang sesungguhnya.

***

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander AntoniusLebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

11 tanggapan untuk “Arti Cinta yang Sesungguhnya…”

  1. Saya© sangat setuju dengan “Filsafat Cinta”
    Dan kedudukan pada level tertinggi dengan berbagi pengetahuan tanpa ada batas,syarat”
    Bahkan ketika saya terbaca sepotong kalimat sederhana,namun membuat saya begitu ta’sub,lantas seperti menggamit saya untuk hadir didalam-nya…seakan datang sebagai misi,visi dari satu ledakan pemikiran murni.saya dapat menyimpulkan dari dua kalimat terpisah,namun dari ledakan pemikir yang serupa,arah tujuan entah-berantah menjadi persandingan pada titik misi,visi …
    Satu Rasa ✓
    Mendukung™
    Perkongsian™
    . Untuk Menciptakan
    Dunia Yang Lebih-
    Baik”
    . Jangan Jahat-
    Jangan Jahat.

    Trimsss atas perkongsian ini 💖

    Support

    Ber ÷ lah…

    πd

    Awy Naibaho

    Suka

  2. Maka cinta yang sesungguhnya ada pada kematian? Makhluk yang mati tidak protes terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Rela dan pasrah bagian tubuhnya untuk makhluk hidup yang lain. Dan mungkin alam semesta yang bergerak sesuai hukumnya juga merupakan bentuk cinta tertinggi? Kepasrahan atas kodratnya.

    Suka

  3. Sebenarnya saya bertanya apakah kematian itu termasuk cinta yang dimaksud sebagai cinta tertinggi (cinta teflon). Tidak ada jejak pikiran dan tidak ada kelekatan pada apapun. Bagi saya yang memiliki hal seperti itu hanya 2 manusia yang meninggal dan alam semesta. Manusia yang sudah mati tentu tidak memiliki kelekatan apapun. Alam semesta juga sama karena alam semesta melaksanakan kodratnya tanpa terikat apapun. Saya pikir begitu prof hehehe maafkan jika salah 🙏

    Suka

  4. Sayangnya, manusia mati membawa kecenderungan batinnya. Ini karma yang akan menentukan mutu kehidupan selanjutnya. Batin kita, sejatinya, sudah selalu seperti teflon. Tinggal kita mengenalinya, dan stabil di dalamnya.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.