Nilai-nilai Dasar Demokrasi, Sebuah Telaah Filosofis

blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik Unika Widya Mandala Surabaya

Tulisan ini ingin mengajukan satu argumen sederhana, bahwa demokrasi berpijak pada tiga nilai dasar, yakni pengetahuan yang memadai tentang apa yang sungguh terjadi di masyarakat, otonomi individu sekaligus otonomi masyarakat di dalam membuat kebijakan-kebijakan publik, serta kesetaraan antar manusia sebagai subyek hukum yang memiliki harkat dan martabat yang sama. Argumen ini merupakan pengembangan dari pemikiran Ros Harrison di dalam bukunya tentang demokrasi yang saya coba dialogkan dengan situasi Indonesia. Dalam konteks filsafat, pertanyaan kunci di dalam tulisan ini bisa dirumuskan begini, kondisi-kondisi apakah yang memungkinkan terciptanya masyarakat demokratis?

Demokrasi, secara harafiah, berarti pemerintahan yang dilakukan dengan menjadikan rakyat (demos) sebagai pemegang kekuasaan (kratos) tertinggi. Dalam arti ini, secara formal, demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tentu saja, di dalam negara-negara berpenduduk kecil, demokrasi bisa berjalan secara langsung, di mana rakyat secara langsung menentukan apa yang baik untuk dirinya sendiri melalui mekanisme diskusi publik. Namun, di negara-negara berpenduduk besar, seperti Indonesia, rakyat diwakili oleh orang-orang yang duduk di dalam perwakilan rakyat, dan mereka inilah yang memastikan, bahwa seluruh kerja pemerintahan mengacu pada kepentingan rakyat. Dari sudut pandang ini, menurut saya, demokrasi mengandaikan nilai-nilai moral tertentu di dalam prakteknya, seperti nilai kejujuran, keadilan, keterwakilan, dan keberpihakan pada kepentingan rakyat yang lebih tinggi, dan bukan pada kepentingan sebagian kecil kelompok ataupun golongan yang ada di masyarakat.

Sejauh pengalaman di Indonesia pasca reformasi 1998 lalu, demokrasi dilihat dengan hati yang mendua. Di satu sisi, banyak orang memuja demokrasi sebagai satu-satunya sistem pemerintahan yang paling pas untuk mengantarkan bangsa Indonesia menuju keadilan dan kemakmuran. Di sisi lain, banyak juga orang mengutuk demokrasi, karena membiarkan kekacauan terjadi, atas nama kebebasan berpendapat. Karena banyak kekacauan yang bersembunyi dibalik adagium kebebasan berpendapat, maka usaha-usaha konkret untuk sungguh membangun keadilan dan kemakmuran di Indonesia pun terhambat. Pada level ontologis, yakni pada dirinya sendiri, konsep demokrasi pun juga sudah mengundang pro dan kontra. Banyak orang mendukung nilai-nilai dasar demokrasi, seperti kebebasan dan kesetaraan antar manusia. Namun, banyak juga yang berpendapat, bahwa nilai-nilai tersebut merusak tata sosial yang telah berabad-abad menyangga masyarakat manusia.[1] Lanjutkan membaca Nilai-nilai Dasar Demokrasi, Sebuah Telaah Filosofis

Pendidikan Manusia-manusia Demokratis

 

http://content.artofmanliness.com

Filsafat Pendidikan Noam Chomsky,

Relevansi serta Keterbatasannya pada Konteks Indonesia

Oleh Reza A.A Wattimena[1]

            Sebagaimana dinyatakan oleh Dan Satriana dari Lembaga Advokasi Pendidikan dalam diskusi di ITB, Bandung pada 2011 lalu, pendidikan Indonesia dipenuhi oleh masalah pada tiga level.[2] Level pertama adalah minimnya sarana dan prasarana pendidikan. Level kedua adalah pendidikan yang tidak bisa secara universal diakses oleh setiap warga negara Indonesia. Dan level ketiga adalah kurikulum pendidikan yang tidak menggunakan paradigma pendidikan yang tepat. “Liberalisasi pendidikan di Indonesia”, demikian katanya dalam diskusi tersebut, “jauh melebihi negara-negara yang mengaku menganut sistem liberal sekalipun. Liberalisasi ini akan membuat Anda dicetak sebagai pekerja tanpa peduli apa potensi Anda sebenarnya.”[3] Di dalam proses itu, soal-soal yang amat penting, seperti pendidikan karakter dan pendidikan nilai, justru sama sekali diabaikan.

            Di sisi lain, dalam diskusi yang sama, Ramadhani Pratama Guna dari Majalah Ganesha- Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi, dan Politik punya pendapat yang berbeda.[4] Baginya beragam masalah pendidikan muncul, karena kesalahan kebijakan yang dibuat pemerintah di bidang pendidikan nasional itu sendiri, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Kesalahan kebijakan itu berbuah pada krisis di tiga level pendidikan, sebagaimana dituliskan sebelumnya, yakni minimnya sarana dan prasarana pendidikan di berbagai tempat di Indonesia, sulitnya akses pendidikan, dan kesalahan paradigma pendidikan di dalam membuat kurikulum pendidikan nasional, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Lanjutkan membaca Pendidikan Manusia-manusia Demokratis