Jangan Gembira, Kita Belum Merdeka…

Joan Miró’s Person Throwing a Stone at a Bird, 1926

Oleh Reza A.A Wattimena

17 Agustus 2025, saya merasa sendu. Saya tak sendirian. Seluruh Indonesia, kiranya, juga merasa yang sama. Ada perayaan, tetapi kebanyakan sekedar basa basi, tanpa rasa tulus yang asli.

Indonesia sedang gelap. Indonesia sedang kusut. Masa depan bangsa seolah tanpa harapan. Pemerintah hidup foya-foya di atas derita rakyatnya, dan terus mengeluarkan berbagai kebijakan bodoh. Sesungguhnya, tak ada yang perlu dirayakan.

Rezim gemoy fufufafa juga terus menipu dirinya sendiri. Mereka bermain dengan data, dan mengira dirinya berhasil memimpin. Mereka hidup dalam ilusi dan mimpi di siang bolong. Mereka berpesta, justru ketika gagal memimpin, dan rakyat hidup dalam kemiskinan serta kebodohan yang semakin dalam.

Api revolusi sudah mulai membara. Pati, Jawa Tengah, adalah salah satu contohnya. Ada kemarahan yang dipendam rakyat, ketika hidup sulit, sementara yang memerintah bersikap semena-mena. Pati adalah yang pertama, dan ada lagi kota-kota berikutnya yang juga akan memanas.

Ada empat hal yang perlu saya sampaikan. Pertama, secara politik ekonomi, kita belum merdeka. Kita dijajah oleh berbagai kekuatan asing, terutama dari Cina dan Amerika Serikat. Kita bergantung pada investasi mereka, dan sungguh tak berdaya dalam diplomasi global.

Dua, secara budaya dan agama, kita juga belum merdeka. Budaya kita dirusak oleh agama kematian dari tanah gersang. Agama kematian itu mengajarkan kebodohan, dan mempermiskin rakyat Indonesia dengan berbagai ajaran yang tak masuk akal. Budaya leluhur pun nyaris punah, dan hanya tertinggal bayang-bayang semata.

Tiga, pendidikan bernasib serupa. Secara sistematis, rezim negara memperbodoh rakyatnya. Pendidikan hanya berfokus pada hafalan dan kepatuhan buta, tanpa analisis kritis serta pengembangan akal sehat. Di dalam kebodohan, rakyat terus ditipu oleh pemerintahnya sendiri, alam dirusak, budaya dihancurkan dan tetap terjebak di dalam kemiskinan yang bersifat multidimensional.

Empat, secara pribadi, kita juga hidup dalam derita yang mendalam. Depresi dan bunuh diri menjadi penyakit yang diabaikan. Ajaran-ajaran pembebasan ada, namun hanya kecil sekali tersebar. Begitu banyak orang disiksa oleh pikiran serta perasaannya sendiri, tanpa menemukan jalan keluar yang nyata.

17 Agustus 2025, saatnya kita kembali ke kenyataan. Berhenti menipu diri kita sendiri. Kita sama sekali belum merdeka. Saatnya untuk bangun, dan berubah. Kesadaran akan penindasan adalah awal dari kemerdekaan. Selamat merayakan Indonesia gelap dan kusut…

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

2 tanggapan untuk “Jangan Gembira, Kita Belum Merdeka…”

  1. Agama kematian dr tanah gersang ? Jangan selalu main2 kan isu agama lah, udah terlalu murahan, katanya penyuka (belum ahli) filsafat.

    Suka

  2. Ya. Agama kematian dari tanah gersang yang memperbodoh dan mempermiskin bangsa ini. Coba cek teori tipologi agama yang saya rumuskan. Silahkan gunakan google atau AI. Bisa juga baca teori transformasi kesadaran yang saya rumuskan. Bisa gunakan google juga atau AI. Selamat belajar.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.