Oleh Reza A.A Wattimena
Badan saya gemoy, walaupun tidak segemoy sang pemimpin rezim omon-omon. Nasib saya juga tidak seberuntung dia. Tidak ada orang yang membantu karir saya. Saya tidak punya warisan raksasa, seperti yang ia punya.
Saya tidak menikah dengan putri mahkota. Saya tidak dibantu oleh penguasa negeri asing. Saya juga cukup tahu diri dengan kemampuan fisik dan intelektual saya. Si gemoy, sang pemimpin rezim omon-omon/fufufafa, haus kekuasaan dan pengakuan, tanpa didukung oleh kemampuan nyata yang memadai.
Sampai Juni 2025, 8 bulan setelah memimpin, ia gagal total. Kemiskinan terus meningkat. Ketimpangan sosial semakin besar. Alam terus dirusak oleh sekumpulan orang yang menempel pada kekuasaan. Rakyat pun tidak lagi percaya padanya.
Perubahan mendasar tentu diperlukan. Sudah banyak yang mengajukan saran. Namun, si gemoy seolah tuli telinganya. Maka, saya mencoba berandai-andai, andaikan saya mengambil peran si gemoy sebagai penguasa.
Pertama, andai saya si gemoy, di tingkat pribadi, saya akan melakukan transformasi kesadaran. Saya akan memperluas rasa kesadaran saya sampai ke titik tertinggi. Ada beberapa latihan nyata praktis yang bisa dilakukan (Lihat: Teori Transformasi Kesadaran dan Pengembangannya). Dengan kesadaran yang tak terbatas, saya akan menemukan keseimbangan batin, serta kejernihan untuk membuat keputusan-keputusan yang sesuai keadaan.
Dua, sudah lama, Indonesia dicekam oleh agama kematian dari tanah gersang. Kemajuan di berbagai bidang sungguh terhambat karena, persis karena penindasan, kebodohan, kemiskinan serta kesesatan berpikir yang ia ciptakan. Sebagai penguasa, saya akan mengusir agama kematian dari Indonesia. Hanya dengan begini, kita bisa kembali ke ajaran leluhur yang ditafsirkan dengan akal sehat dan nurani, lalu bekerja untuk memajukan bangsa.
Tiga, paradigma pembangunan juga perlu dibenahi sampai ke akarnya. Sebagai penguasa gemoy, saya akan menganut pandangan politik progresif inklusif. Cara-cara lama yang tak lagi cocok akan saya ubah dengan segala kekuasaan yang saya punya. Saya juga akan memeluk semua kelompok ideologis di masyarakat di dalam naungan bangsa, kecuali kelompok-kelompok radikal ekstrimis yang hendak menghancurkan bangsa.
Empat, paradigma berakar pada sesuatu yang lebih mendasar, yakni pemahaman saya atas dunia. Dalam hal ini, saya akan menganut epistemologi pembebasan (Lihat: Naskah Reza, Epistemologi Pembebasan ), yakni pengetahuan sebelum konsep yang mampu membebaskan manusia dari segala bentuk kebodohan dan penderitaan. Dualisme dalam segala bentuknya, yang merupakan akar dari segala konflik di dunia, akan terlampaui.
Lima, keempat hal di atas adalah hal-hal mendasar yang perlu diubah, ketika saya menjadi penguasa, alias menjadi si gemoy. Berikutnya, langkah saya akan lebih bersifat teknis, yakni membangun kepercayaan masyarakat yang sudah rusak parah selama ini. Ini bisa dilakukan dengan pembuatan kebijakan yang berpijak pada akal sehat serta nurani yang jernih. Kepercayaan adalah pengikat hidup bersama, baik di tingkat lokal, nasional maupun global.
Enam, kepercayaan bisa dibangun, jika saya memilih orang-orang yang tepat untuk memimpin bangsa ini. Saya akan merombak kabinet, dan membuatnya menjadi lebih kecil. Isinya adalah orang-orang yang sungguh kompeten dalam bidangnya. Tidak ada kepentingan politik busuk sempit jangka pendek yang saya gunakan.
Saya juga akan mengganti pimpinan kepolisian maupun militer. Profesionalisme dan rekam jejak unggul adalah tolok ukur utama. Harapannya, dengan semua kebijakan ini, rakyat bisa mulai percaya kembali pada pemerintah yang saya pimpin. Keadaan bisa sulit. Namun, dengan rasa percaya yang kuat, rakyat dan pemerintah bisa bekerja sama untuk keluar dari kesulitan yang ada, dan mewujudkan keadilan serta kemakmuran untuk semua.
Tujuh, sebagai pemimpin, saya akan sungguh berhati-hati dengan ucapan saya. Saya tidak akan emosional di dalam membuat pernyataan. Saya tidak akan menebarkan janji-janji palsu. Saya akan sungguh berpijak pada kenyataan yang sebagaimana adanya, serta memberikan harapan yang masuk akal untuk masyarakat luas.
Delapan, saya akan membuat kebijakan dengan strategi yang jelas. Ada langkah-langkah nyata dan terukur yang bisa diambil. Ada pemantauan yang jelas serta transparan. Untuk membuat serta menerapkan kebijakan secara efektif dan efisien, saya akan bekerja sama dengan sebanyak mungkin pihak yang memiliki kompetensi tinggi. Ini berlaku untuk semua bidang pemerintahan saya, mulai dari politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, seni, agama dan keamanan.
Sembilan, saya akan mendorong hukuman mati serta penyitaan aset koruptor. Ini adalah suatu kewajiban moral dan hukum yang mesti dijalankan. Tidak boleh ada tawar menawar. Indonesia hanya akan bisa maju di berbagai bidang kehidupan, jika koruptor, dalam segala bentuknya, lenyap dari tanah air Indonesia.
Sepuluh, saya akan mengadili para koruptor dan pemimpin busuk dari masa lalu. Saya akan mengganti wakil saya yang tak memiliki kemampuan dan korup. Saya akan membebaskan Indonesia dari rezim Mulyono yang merusak bangsa, dan membuat rakyat muak. Kebaikan bersama, akal sehat dan nurani jernih adalah panduan utama saya, lepas dari semua kepentingan politik jangka pendek yang bersifat sempit serta busuk.
Itulah sepuluh langkah yang akan saya ambil, jika menjadi si penguasa gemoy. Jika sepuluh langkah itu dilakukan, maka reputasi omon-omon akan lenyap dari pemerintahan sekarang. Kata gemoy akan menjadi pujian yang mengundang cinta dan simpati rakyat secara luas. Harapan nyata menuju kebaikan bersama akan sungguh tercipta.
Di Juni 2025 ini, nyatanya, Indonesia masih gelap di bawah rezim gemoy fufafafa yang gemar omon-omon… sayang sekali memang…
