
Oleh Michael Guntur Panca
Arman duduk berderet rapih bersama para pencari kerja lainnya. Pakaian mereka seragam; kemeja putih agak kusam dengan name teg tercantol di kantong. Sambil menunggu giliran interview, pikiran Arman berlari-lari tak karuan. “Apakah aku akan diterima kerja? Apakah HRD-nya akan suka dengan jawabanku? Kalau tidak diterima kerja, bagaimana aku bisa membayar kontrakan?” Pertanyaan-pertanyaan itu bergulir dan bertubrukan. Detak jantungnya semakin cepat, dengkulnya terus begetar dan matanya meloncat dari satu sisi ke sisi lain. Kecemasan menyergap tubuh.
Pengantar
Kecemasan adalah perasaan yang aneh. Banyak gelisah, bercampur sedikit takut dan dilapisisi suasana gamang. Perasaan ini membuat kita bertanya, “Ini perasaan apa sih? Mengapa kita merasa cemas? Wajar nggak? Darimana datangnya kecemasan?” Saking anehnya, kecemasan adalah perasaan khas manusia. Batu tidak bisa cemas. Bunga Mawar tidak bisa cemas. Saya tidak pernah melihat kucing, duduk bengong dengan mata kosong membayangkan masa depan (atau setidaknya saya belum menemukan penelitian bahwa kucing bisa merasa cemas). Kecemasan adalah perasaan yang sangat mendasar. Perasaan ini menyentuh sisi terdalam eksistensi manusia sehingga membedakan manusia dari eksistensi-eksistensi lain.
Perasaan ini membuat seorang Filsuf Denmark, yang sering dijuluki Bapak Filsafat Eksistensialisme, abad ke-19, yang banyak menulis tentang kecemasan. Ia adalah Soren Kierkegaard. Di dalam tulisan ini, saya akan sedikit memaparkan pemikiran Kierkegaard yang akan membantu kita memahami kecemasan. Saya membaginya menjadi dua bagian. Pertama, struktur dasar eksistensi manusia. Kedua, memahami kecemasan.
Struktur Dasar Eksistensi Manusia
Untuk memahami kecemasan, kita harus memahami struktur dasar eksistensi manusia. Kierkegaard tidak melihat manusia sekedar sebagai bagian dari dialektika Roh Absolut ala Hegel. Atau, manusia adalah mahkluk otonom secara moral ala Kant. Manusia, bagi Kierkegaard, adalah individu konkret yang mengalami tegangan-tegangan. Kierkegaard menjelaskan bahwa:
“Siapa yang berpikir untuk memasang Pegasus dan seekor kuda tua di dalam satu kereta kuda untuk ditunggangi? Namun, inilah rasanya bereksistensi untuk satu kesatuan yang terdiri dari Yang Terbatas dan Yang Tak Terbatas?” (John W. Elrod, 1975).
Dari kutipan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa manusia adalah sintesis antara yang terbatas dan yang tidak terbatas. Apa maksudnya? Yang terbatas adalah tubuh dan yang tak terbatas adalah jiwa. Tubuh manusia terbatas di dalam ruang dan waktu. Tubuh itu hic et nunc, di sini dan saat ini. Tubuh kita tidak bisa kembali ke masa lalu atau melompat ke masa depan. Tubuh kita juga tidak bisa berada di dua tempat sekaligus. Arman tidak bisa secara serentak berada di kamar dan dapur.
Sedangkan, jiwa itu tidak terbatas. Jiwa mempunyai kemampuan berimajinasi, mengenang, memproyeksikan dan membayangkan. Kemampuan jiwa ini membuat jiwa lebih dinamis. Jiwa bisa menari-nari di dalam ruang dan waktu. Jiwa kita bisa kembali ke masa lalu atau melompat ke masa depan. Jiwa kita bisa terbang ke berbagai tempat yang bahkan tidak pernah dikunjungi oleh tubuh.
Perbedaan karakter antara tubuh sebagai yang terbatas dan jiwa sebagai yang tidak terbatas menimbulkan tegangan. Hal ini menjelaskan metafora Kierkegaard tentang kereta kuda. Manusia itu seperti kusir kereta kuda yang memiliki dua kuda; pegasus dan kuda tua. Pegasus itu ringan, lincah dan bisa terbang. Kuda tua itu lamban, berat dan hanya bisa menapak di tanah. Sang kusir merasakan tegangan dari perbedaan kuda yang ia miliki. Pegasus ingin terbang bebas dengan lincah, sedangkan, kuda tua yang lamban hanya bisa menapak di tanah.
Tegangan-tegangan antara tubuh dan jiwa kita alami setiap hari. Misalnya, Arman janjian ketemu sama pacarnya yang tinggal di kota yang berbeda minggu depan. Jiwa, dalam hal ini, mempunyai kemampuan membayangkan dan merencanakan. Tetapi h-1, ia kecelakaan dan kakinya patah sehingga tidak bisa jalan. Tubuhnya terbatas dan rencanya untuk melepas rindu bersama pacarnya kandas. Jiwa bisa berencana, tetapi tubuh yang menentukan. Contoh lain adalah orang yang terjebak pada masa lalu. Tubuhnya mungkin hidup saat ini, tetapi jiwanya terkurung di masa lalu, baik dalam bentuk trauma ataupun nostalgia.
Selain tubuh-jiwa, ada dimensi lain di dalam struktur dasar eksistensi manusia. Dimensi itu adalah roh. Roh adalah kesadaran diri yang membuat manusia mampu merefleksikan kembali segala dinamika yang terjadi antara tubuh dan jiwa.
Memahami Kecemasan
Kemampuan jiwa untuk membayangkan, merencanakan, mengingat dan berimajinasi membuat manusia terbuka pada kemungkinan-kemungkinan. Ketika Arman membayangkan akan bertemu dengan pacarnya, ia terbuka pada kemungkinan itu. Kemungkinan-kemungkinan yang dibayangkan bisa tidak terbatas. Setiap pagi, kita sudah dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Entah itu mau bangun atau tidur lagi, mandi atau lari pagi. Atau, saya bisa membayangkan ingin jadi apa hari ini. Saya bisa membayangkan jadi presiden, pengusaha atau sastrawan.
Kecemasan terjadi ketika kemungkinan-kemungkinan yang kita bayangkan menyerbu secara bersamaan. Berhadapan dengan itu, tubuh bereaksi karena tubuh terbatas. Tubuh hanya bisa merealisasikan satu kemungkinan di dalam satu waktu. Arman, ketika menunggu giliran interview, diserbu berbagai kemungkinan. Maka, ciri fisiologis kecemasan adalah jantung berdebar dan tubuh gemetar. Hal ini terjadi karena tubuh ditarik-tarik oleh berbagai kemungkinan yang dihadirkan jiwa.
Keterbukaan pada kemungkinan berkaitan dengan keterbukaan pada masa depan. Masa depan adalah misteri, tidak ada yang bisa benar-benar memastikannya. Atau bisa juga dikatakan bahwa manusia adalah kemungkinan itu sendiri. Selama manusia masih hidup, ia tidak pernah final. Ini adalah bentuk kebebasan manusia. Dan kebebasan, dalam bentuknya yang paling polos, menghadirkan kecemasan. Kecemasan adalah ketika kebebasan membuat pusing dan mual.
Mari kita perdalam lagi pemahaman kita. Kecemasan itu bukan disebabkan oleh kemungkinan partikular yang menakutkan, seperti apakah aku akan diterima kerja atau tidak. Hal mendasar yang kita hadapi ketika cemas adalah apa yang berada di balik kemungkinan-kemungkinan itu, the possibility of possibility. Apa itu sesuatu yang berada di balik kemungkinan? Kekosongan. Artinya, ketiadaan makna atau alasan yang pejal yang bisa dijadikan pijakan atau pegangan untuk menentukan kemungkinan mana yang harus dipilih. Maka, ciri-ciri lain dari perasaan cemas adalah gamang. Tubuh rasanya melayang, seperti berdiri di atas kaca bening. Pengalaman lain yang bisa menggambarkan perasaan cemas adalah ketika berdiri di pinggir tebing dan menatap ke dalam jurang yang gelap. Di saat itu, jurang menatap balik dan kekosongan menyergap. Kecemasan bisa dibedakan dengan ketakutan. Kalau ketakutan itu objeknya jelas dan dapat diidentifikasi. Aku takut ular. Aku takut nggak lulus ujian. Sedangkan, kecemasan tidak mempunyai objek yang jelas karena ketika cemas, kita berhadapan dengan kekosongan.
Kesimpulan
Bagi saya, pemahaman tentang kecemasan dari pemikiran Kierkegaard bisa membantu untuk menunda penilaian negatif. Ketika saya cemas, tidak langsung artinya saya sedang sakit mental, depresi atau gangguan jiwa. Kecemasan adalah bagian dari eksistensi saya sebagai manusia yang hidup terbuka akan masa depan dan mengalami tegangan-tegangan. Jadi, perasaan cemas adalah perasaan yang sangat manusiawi sehingga kita harus belajar menerimannya.
Kecemasan juga tanda bahwa kita bebas. Segala kemungkinan yang kita miliki pada akhirnya kembali kepada diri kita sendiri. Tidak ada hal eksternal yang bisa benar-benar digunakan untuk menentukan, secara mutlak, kemungkinan mana yang paling benar dan harus saya pilih. Kecemasan mengajak kita untuk berani mengambil pilihan diantara ketiadaan pijakan yang pasti.. Pada momen inilah, iman diperlukan sebagai sikap menghadapi kecemasan. Mengambil sebuah pilihan berarti juga menyakini dan menghidupinya. Dan di dalam keyakinan itu, kita bisa menghidupi eksistensi kita secara otentik.
====================
Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/