Tak Ada Cobaan

Leonora Carrington

Oleh Reza A.A Wattimena

Katanya, Indonesia sedang diuji. Kemiskinan terus membesar. Ketimpangan sosial ekonomi terus meluas. Di antara derita rakyat yang dicekik kemiskinan dan kebodohan tanpa henti, pemerintah dan oligarki minoritas hidup dalam gelimang kemewahan.

Katanya, ujian ini adalah cobaan dari tuhan. Masalahnya, kok ujian tak ada hentinya? Memang tuhan tak ada kerjaan lain, selain menguji manusia? Tuhan macam apa yang terus membuat manusia terpuruk dalam kemiskinan dan kebodohan?

Tak hanya negara yang sedang diuji, diri pribadi kita pun juga. Beberapa orang terus mengeluh, bahwa tuhan mencobai dia. Beragam masalah datang silih berganti, seolah tanpa henti. Sekali lagi, tuhan macam apa yang terus menghujani manusia dengan masalah?

Katanya juga, ujian adalah sebuah tanda baik. Kita sedang dipersiapkan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Indonesia sedang dipersiapkan untuk menjadi bangsa besar. Secara pribadi, kita, yang merasa dicobai tuhan, juga dipersiapkan untuk menjadi orang yang lebih kuat. Omong kosong…

Ini salah satu ajaran sesat yang berkembang di dunia. Seolah segala kesulitan adalah cobaan. Seolah segala tantangan adalah ujian kenaikan tingkat. Tanggung jawab pun dilemparkan ke sosok metafisis yang tak pernah ada, yang disebut tuhan…

Enam hal kiranya penting untuk direnungkan. Pertama, pandangan tentang cobaan dari tuhan ini lahir dari agama kematian, sebagaimana saya rumuskan di dalam teori tipologi agama. Inilah agama kematian yang memperbodoh dan mempermiskin manusia. Agama kematian ini kita impor dari tanah asing yang penuh kekerasan dan ketidakadilan.

Dua, yang kita butuhkan adalah kemampuan melihat dunia sebagaimana adanya. Kita perlu menunda semua prapaham, atau asumsi, yang sudah ada sebelumnya, biasanya yang tertanam dalam di agama kematian serta budaya sesat. Di dalam filsafat, ini disebut sebagai sikap fenomenologis, yakni sikap menunda asumsi, sehingga kenyataan bisa tampil sebagaimana adanya ke dalam kesadaran manusia. Di dalam Zen, sikap terbuka ini disebut juga sebagai batin pemula yang merupakan jati diri kita yang sebenarnya (true self).

Tiga, secara relatif, kenyataan adalah kumpulan sebab akibat. Hal-hal yang terjadi adalah buah hubungan antara hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, padi tidak hanya tumbuh oleh air, tetapi dari kumpulan berbagai unsur, seperti tanah, air, matahari, sentuhan manusia dan sebagainya. Di dalam filsafat Asia, pola kenyataan ini disebut juga sebagai interdependent co-origination.

Secara absolut, dari sudut pandang terdalam, kenyataan itu bersifat ilusif. Ia ada, tetapi sekaligus juga tidak ada. Ia adalah aliran perubahan yang begitu cepat. Dari sudut pandang mutlak, kenyataan adalah kekosongan yang sadar sekaligus tak terbatas (unlimited conscious emptiness).

Empat, dengan memahami dunia sebagaimana adanya, kita tidak perlu melemparkan tanggung jawab pada sosok metafisis yang disebut tuhan. Semua yang terjadi disini dan saat ini adalah buah dari tindakan kita sendiri. Negara kita remuk, persis karena pilihan yang kita buat, serta tindakan yang kita lakukan. Pun jika hidup kita terus dilanda masalah, persis juga karena semua pilihan yang telah kita buat sebelumnya.

Lima, dengan pandangan ini, kita menjadi manusia dewasa. Kita melihat kenyataan dan hidup kita adalah buah dari tindakan kita di masa lampau. Kita pun secara sadar mengambil tanggung jawab, menganalisis akar masalah serta mengambil langkah-langkah perubahan yang diperlukan di masa kini. Tak ada cobaan, yang ada hanyalah buah dari tindakan-tindakan kita sendiri.

Enam, disinilah arti penting hidup berkesadaran. Sebagaimana saya kembangkan di dalam teori transformasi kesadaran, melatih kesadaran berarti meluaskan persepsi kita akan hidup kita pribadi, dan semesta di sekitar kita. Kita menyadari, siapa diri kita sebenarnya di tengah alam semesta yang tak terbatas ini. Dengan kesadaran ini, keseimbangan batin akan muncul, dan kejernihan untuk bertindak tepat, sesuai dengan keadaan nyata, juga akan terbentuk.

Sekali lagi, di dalam hidup ini, tak ada cobaan. Tak ada sosok metafisis di luar diri yang mengatur hidup manusia. Konsep tuhan harus dipahami ulang sebagai kesadaran yang kosong dan tak terbatas di seluruh alam semesta. Keadaan nyata  sekarang adalah buah dari pilihan maupun tindakan kita di masa lampau.

Negara kita hancur, karena ulah kita sendiri. Kita membiarkan diri diperbodoh oleh agama kematian dari tanah gersang. Kita memilih pemimpin yang korup dan busuk. Kita mengabaikan akal sehat serta nurani yang kita punya. Kita menolak mengenali dan melatih kesadaran yang justru merupakan diri kita yang sebenarnya.

Menyadari ini membuat kita menjadi manusia dewasa yang siap bertanggung jawab dan berubah ke arah yang lebih baik. Kita menyadari kesalahan yang ada, dan siap memperbaiki disini dan saat ini. Tak ada yang sempurna, tanpa kesalahan sedikit pun. Namun, dengan kesadaran seluas kenyataan, kita lepas dari penderitaan, dan siap melakukan apa yang diperlukan…

Referensi klik: Teori Transformasi Kesadaran dan Pengembangannya

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.