Seni menjadi Mangkok

Oleh Reza A.A Wattimena

Dua minggu ini, akhir Maret 2025, ketika orang sibuk libur Lebaran, saya melakukan begitu banyak kegiatan. Ada kegiatan yang sungguh saya nikmati, seperti misalnya menulis, bermusik dan mengajar. Namun, ada kegiatan-kegiatan yang wajib dilakukan, kerap dengan penuh keterpaksaan.

Akibatnya, tubuh dan pikiran saya menjadi begitu lelah. Begitu banyak hal yang mesti dipikirkan dan dikerjakan, nyaris secara bersamaan. Persis awal April 2025, terutama karena kelelahan, semua itu meledak. Emosi saya meluap, dan saya berkonflik besar dengan salah seorang kawan.

Makian terucap. Barang-barang terlempar. Ini seperti perang nuklir lokal antara dua sahabat. Jejak gigitan ingatannya masih terasa, ketika saya menulis ini.

Kelupaan akan Mangkok

Mangkok adalah analogi untuk kesadaran. Mangkok bisa menampung semua jenis makanan. Ketika dicuci, makanan itu lenyap dari mangkok, tanpa jejak. Mangkok tak ternoda, walaupun diisi beragam jenis makanan yang terus berganti.

Makanan itu adalah analogi untuk pikiran dan perasaan. Ia datang dan pergi, seringkali tanpa diundang. Ia amat sementara dan bersifat ilusif, yakni antara ada dan tiada. Makanan ditampung oleh mangkok sama seperti pikiran serta perasaan ditampung oleh kesadaran.

Saya lupa menjadi mangkok. Saya melahap semua emosi dan pikiran saya begitu saja. Saya hanyut ke dalamnya. Buahnya adalah penderitaan, baik yang saya rasakan, maupun yang kawan saya terima.

Seni Menjadi Mangkok

Menjadi mangkok berarti belajar menampung semua emosi dan pikiran yang ada. Ini juga berarti kita mengamati dan menyadari dengan lembut segala yang datang ke dalam batin. Ada kebebasan di dalam proses pengamatan. Ada jarak yang melahirkan kebijaksanaan sekaligus kelembutan.

Jika kita lupa akan hal ini, maka kita akan menjadi makanan. Kita menempel pada pikiran dan perasaan yang muncul. Dunia akan menjadi seperti roller coaster dengan perubahan naik turun suasana hati yang ekstrem. Ini adalah penderitaan yang amat berat.

Menjadi mangkok berarti juga menyentuh pengetahuan terpenting, bahwa aku bukanlah pikiran maupun perasaanku. Pikiran berganti. Perasaan datang dan pergi. Namun, sebagai mangkok kesadaran, aku tetap stabil serta membumi di sini dan saat ini.

Pikiran dan perasaan itu ada, sekaligus tidak ada. Hal yang sama berlaku tentang dunia. Ketiga hal ini, yakni dunia, pikiran dan perasaan manusia tidaklah pernah terpisah. Dengan menyadari penuh, bahwa dunia, pikiran dan perasaan bersifat ilusif, kita akan secara alami kembali pada keadaan batin sebelum pikiran muncul.

Inilah jati diri kita yang asli. Ia berada sebelum segala bentuk pikiran maupun perasaan. Ia bahkan berada sebelum ruang dan waktu. Jati diri sejati segala yang ada adalah kekosongan yang sadar dan tak terbatas. Disini dan saat ini, kita menyentuh keabadian.

Ada waktunya marah. Ada waktunya kita bahagia. Ada waktunya kita bersedih. Ada waktunya kita meminta maaf, dan ada waktunya kita memaafkan. Jalani semua itu dengan kejernihan batin yang datang sebelum pikiran muncul…

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.