Membedah Rezim Omon-omon

Oleh Reza A.A Wattimena

Si kepala negara ilegal suka berpidato keras. Dengan penuh kesombongan, kata-kata kasar dikeluarkan. Seolah, ia tegas dan perkasa. Seolah, ia siap membela kebenaran dan keadilan. Sayangnya, semua ini hanya omon-omon, atau omong kosong belaka.

Tidak ada analisis yang diberikan. Tidak ada refleksi yang ditawarkan. Konon, ia menulis banyak buku. Saya yakin, semua buku itu ditulis oleh orang lain. Ia hanya menitip nama untuk keperluan kampanye.

Tidak ada juga solusi yang ditawarkan. Semua hanya slogan-slogan bombastik yang kosong. Tampilan keras hanya menyembunyikan sikap pengecut dan rakusnya. Makian kasar hanya menyembunyikan ketakutan yang ia pendam dalam-dalam.

Para pembantunya banyak. Mereka memakan begitu banyak uang yang berasal dari rakyat. Kinerja buruk. Cara berpikir dan pola perilaku mereka juga amat busuk.

Lebih dari separuh orang Indonesia hidup dalam cekikan kemiskinan (mengacu pada data internasional). Pendidikan masih bermutu amat rendah. Agama kematian dari tanah gersang merajalela, merusak budaya dan membunuh akal sehat bangsa. Ketimpangan sosial bagaikan bau busuk yang begitu kencang di seluruh Indonesia.

Pencitraan dangkal memang sudah lama menjadi bagian dari politik dunia. Masyarakat ditipu oleh polesan media yang penuh kepalsuan atas pribadi tertentu. Isinya sederhana, yakni niat menipu masyarakat luas demi memuaskan hasrat kerakusan belaka. Pola abadi yang tak berubah sejak dahulu kala. Tujuh hal kiranya penting untuk menjadi bahan refleksi kita bersama.

Pertama, kita salah pilih lagi. Pemimpin kita korup dan omon-omon. Kita seolah tak belajar dari pengalaman. Karena kebodohan, kita kembali tertipu oleh pencitraan dangkal dari penguasa korup penuh omong kosong.

Dua, seringkali, kita tak bisa memilih. Kita diberikan pilihan oleh partai-partai politik yang busuk sampai ke akarnya. Ini menandakan gagalnya proses kaderisasi di partai yang mengacu pada pancasila yang sejati. Ini juga menandakan, betapa rendah dan busuknya mutu partai-partai politik kita.

Tiga, pemimpin yang kuat tak banyak bicara. Ia bertindak secara efektif dan efisien untuk menyelesaikan masalah. Ada hasil nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Kata-kata keras hanya penutup batin dan pikiran yang lemah.

Empat, pemimpin busuk semacam ini memiliki tingkat kesadaran yang amat rendah. Pola pikirnya agresif dan dualistik. Sesungguhnya, batinnya lapar dan penuh derita. Ia kira, dengan berkuasa, semua itu terobati. Pandangan yang dangkal dan salah kaprah.

Lima, si pemimpin busuk ilegal kerap bermain mata dengan militer dan agama kematian. Ia mengira, rakyatnya terpukau dengan sikapnya itu. Yang muncul adalah rasa jijik dari rakyat. Walaupun, koran nasional penjilat penguasa membuat survei dangkal, seolah rakyat puas dengan kinerjanya.

Enam, penguasa rezim omon-omon ini, sesungguhnya, seorang eksklusif konservatif. Pikirannya sempit dan anti kritik. Ia adalah penipu rakyat. Sudah sejak awal, ia bermain curang. Sebagai bangsa, kita memang sungguh hidup di abad kegelapan.

Tujuh, apa jalan keluar dari semua ini? Jalan demokratis tak lagi bisa ditempuh. Para wakil rakyat juga ikut menjilat si penguasa omon-omon. Rakyat sudah membara dengan amarah atas kedunguan rezim omon-omon ini. Jika tak ada perubahan nyata, revolusi berdarah sudah siap di depan mata…

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.