Oleh Reza A.A Wattimena
14 Februari 2024, peristiwa bersejarah terjadi. Bukan hari Valentine, tetapi bencana demokrasi di Indonesia. Seorang teman mengirim pesan, “Lo milih yang gemoy ya… gemoy..gemoy,…hahaha”, begitu katanya sambil bercanda. Si gemoy pun menang, dan bencana demokrasi pun terjadi.
Ada sembilan hal yang ingin saya refleksikan. Pertama, sekarang ini, Oktober 2024, kita menyaksikan pesta orgi kekuasaan di Indonesia. Pesta orgi adalah pesta kenikmatan yang biasanya berbau seksual. Yang terjadi di Indonesia adalah pesta orgi kekuasaan para koruptor yang tanpa rasa malu membodohi seluruh rakyat Indonesia.
Dua, mereka saya sebut sebagai koruptor, yakni pelaku korupsi. Korupsi bukan hanya soal pencurian uang rakyat untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Itu pun terjadi dengan telanjang di depan mata kita semua. Korupsi adalah pembusukan fungsi, dimana orang-orang yang tak kompeten duduk di jabatan milik rakyat.
Tiga, seluruh proses pemilihan umum Indonesia 2024 sudah curang sejak awal. Campur tangan penguasa busuk lama begitu besar, sehingga melahirkan fenomena fufufafa, si anak haram konstitusi. Dalam soal memilih, rakyat kehilangan akal sehat dan kejernihan nuraninya, akibat tekanan kemiskinan serta pencitraan ekstrem dari penguasa busuk tersebut. Sesungguhnya, dari kaca mata hukum dan keadilan, kita tak punya pemimpin sekarang ini.
Empat, dalam arti ini, seluruh proses politik di Indonesia sudah korup sejak awal. Seluruh proses pesta demokrasi pun sudah membusuk sejak awal. Maka, semua keputusan yang lahir dari proses yang busuk tersebut tidaklah dapat dianggap sah. Korupi sebagai pembusukan organisasi adalah jantung hati politik kita sekarang ini.
Lima, partai politik pun tak kalah korupnya. Tak ada partai politik yang layak menjadi panutan sekarang ini. Argumen the lesser evil, yang terbaik di antara yang terjelek, pun tak lagi masuk akal sekarang ini. Dari tangan semua partai politik yang korup tersebut, para artis dangkal dan manusia-manusia korup dari segala penjuru kini merasa berhak menjadi wakil rakyat.
Enam, dengan telanjang, kita menyaksikan kekuasaan demokratis Indonesia dibagikan ke tangan manusia-manusia tak kompeten. Para penjilat dan koruptor menjadi eksekutif bangsa dengan beragam lembaga gemoooyyyy, tanpa faedah. Triliunan rupiah akan terbuang sia-sia membiayai para penjilat korup eksekutif tersebut. Nilai-nilai profesionalitas, efektivitas dan efisiensi di dalam memerintah dibuang begitu saja demi menampung kerakusan para elit korup. Menyaksikan ini semua, saya merasa mual.
Tujuh, maka bersiaplah, kita memasuki masa kegelapan. Keadilan dan demokrasi akan semakin muram. Kemakmuran dan jaminan hak-hak asasi manusia akan semakin mundur, terutama ketimpangan sosial ekonomi yang semakin membesar. Pengrusakan alam dan korupsi telanjang akan semakin tampil di depan mata kita sehari-hari. Abad kegelapan dicirikan oleh dua hal dasar, yakni kebodohan dan kemiskinan yang tersebar begitu luas.
Delapan, sebagai warga negara, apa yang bisa kita perbuat? Kita tak boleh lelah mengajukan pandangan dan kritik secara berkelanjutan. Untuk itu, kita memerlukan kerangka berpikir dan data yang tepat. Transformasi kesadaran dan filsafat politik kiranya amat penting untuk didalami, supaya keseimbangan mental kita terjaga di dalam negara yang korup ini.
Sembilan, ide pembangkangan sipil kiranya perlu diterapkan. Ketika kebijakan mencerminkan ketidakadilan, kita wajib untuk tidak patuh. Di hadapan sistem yang korup, kita wajib untuk membangkang. Pada titik tertinggi, pembangkangan mengambil wajah revolusi yang mengguncang seluruh sistem politik yang ada.
Saya banyak berbicara dengan orang-orang sekitar sekarang ini, baik di Jakarta maupun daerah Bandung. Di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit, mereka menyaksikan pesta orgi para koruptor di televisi dan media sosial. Sama seperti saya, mereka merasa mual, jijik dan marah. Ini adalah bara api membara yang siap meledak, ketika saatnya sudah tiba…
===
Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/
