Oleh Reza A.A Wattimena
Saya berkunjung ke Dago Atas, Bandung, beberapa waktu ini. Udara dingin. Keadaan relatif tenang, dan orang-orangnya sangatlah ramah. Namun, saya tidak bisa menetap lama. Ada beberapa tangggung jawab yang mesti dijalankan.
Berpisah dengan Dago, ada perasaan menusuk di dada. Ada perasaan sedih, karena harus kembali ke panas dan kacaunya Jakarta. Saya mengamati dengan sadar semua keadaan batin saya.
Ini adalah kesempatan yang baik untuk melatih kesadaran. Di dalam teori transformasi kesadaran yang saya kembangkan, setiap saat dapat dijadikan untuk berlatih. Saat-saat sulit memiliki tempat istimewa, karena sensasi emosi dan fisik begitu terasa. Pada saat itu, kita hanya perlu mengamati semua yang terjadi secara sadar.
Apakah perlu mengembangkan kesadaran? Sebenarnya, kesadaran tidaklah perlu dikembangkan. Ia sudah selalu seluas kenyataan itu sendiri. Namun, pengenalan kita atas kesadaran itu yang terbatas, terutama karena ilusi pikiran konseptual yang kuat.
Ketika orang tak sadar, ia jatuh dalam kebodohan. Ia tunduk dan hanyut pada emosi serta pikiran yang muncul. Ia tunduk pada pandangan sosial masyarakat yang menindas dan memperbodoh. Ia bisa menjadi koruptor ataupun teroris, karena hanya mengikuti kebiasaan sosial secara buta.
Sistem yang Membusuk
Pendidikan Indonesia bermutu amat rendah. Pendidikan kita dihabisi agama kematian dari tanah gersang, dan logika kapitalis murni yang hanya mengejar kepentingan ekonomi belaka. Ini ditambah dengan fenonema bahlisasi pendidikan, yakni ketika gelar bisa dibeli lewat cara-cara culas.
Sistem pendidikan Indonesia adalah bagian dari sistem yang lebih luas lagi. Politik korup dan busuk sampai ke akarnya. Ekonomi tidak adil dan timpang. Pengrusakan lingkungan terjadi secara berkelanjutan. Keluhuran Pancasila hanyalah pencitraan belaka, tanpa keadaan nyata di dalam keseharian.
Di dalam sistem yang membusuk semacam itu, transformasi kesadaran mutlak dilakukan. Satu hal perlu dicatat. Transformasi kesadaran tak ada hubungannya dengan moralitas, atau soal perilaku baik dan buruk. Di dalam masyarakat yang sudah diracuni agama kematian, moralitas hanyalah alat untuk menindas.
Transformasi kesadaran akan membawa kelegaan pada batin. Hidup terasa lebih ringan dan bahagia. Kreativitas mengalir deras, tanpa halangan. Dengan keadaan batin semacam itu, orang akan berbuat baik secara alami, tanpa ancaman pahala, surga dan neraka, seperti di dalam agama kematian.
Tiga Latihan Kesadaran
Tiga hal penting disini. Pertama, apapun yang kita alami, kita perlu ingat, bahwa ini sementara. Ini akan berlalu. Ini mungkin terakhir kalinya, saya mengalaminya.
Meninggakan sejuk dan indahnya Dago, Bandung, saya berkata pada diri saya sendiri; ini mungkin terakhir kalinya saya disini. Segalanya sementara. Nafas bisa berhenti di waktu yang tak terduga. Bencana bisa tiba dari sumber-sumber yang mengejutkan. Maka, apapun yang kita alami, sadari sepenuhnya, bahwa ini sementara, dan akan segera berlalu.
Hal-hal jelek akan berlalu. Hal-hal baik akan berlalu. Segala yang muncul pasti akan lenyap. Semua pengalaman bersifat sementara.
Dua, sadari juga, setiap saat, bahwa tak ada yang dapat memberikan kebahagiaan mutlak di hidup ini. Karena segalanya sementara, maka kebahagiaan pun juga sementara. Kepuasaan selalu sesaat. Dalam semua pengalaman, sadari terus, bahwa ini pun tak akan bisa memuaskan serta membahagiakan saya sepenuhnya.
Makanan yang enak tak memberikan kepuasan sepenuhnya. Begitu pula dengan persahabatan, keluarga, uang, kuasa dan cinta pun tak akan memberikan kebahagiaan mutlak. Dengan cara berpikir ini, kita akan terhindari ilusi yang membuahkan kekecewaan. Kita akan hidup sesuai dengan kenyataan.
Tiga, sadari setiap saat, bahwa pikiranku hanya milikku. Aku melihat dunia dari sudut pandang tertentu. Terkadang, pikiranku benar, dan harus diperjuangkan untuk menjadi kenyataan. Kerap kali, pikiranku juga tidak tepat, sehingga harus terbuka pada sudut pandang yang lain.
Berlatih untuk menyadari, bahwa sudut pandangku bersifat relatif. Perasaan dan emosi yang kupunya bersifat relatif. Orang lain melihat dari sudut pandang berbeda. Mahluk lain juga memiliki sudut pandang yang lain.
Tiga hal ini perlu dilatih setiap saat. Setiap pengalaman adalah sementara. Segalanya akan berlalu. Tidak ada yang bisa memberikan kebahagiaan utuh. Sudut pandangku selalu bersifat relatif terhadap keadaan, dan terhadap sudut pandang orang lain.
Dengan tiga hal ini, kita akan keluar dari ilusi. Kita akan terhindar dari segala bentuk kedunguan. Kejernihan dan keseimbangan batin pun tercipta di dalam keseharian. Pendek kata, kita hidup di dalam terang kebenaran yang nyata dari saat ke saat.
Latihan ini diperlukan untuk mengembangkan pengenalan kita terhadap kesadaran di dalam diri. Pada satu titik, kita menyentuh kekosongan yang maha luas. Inilah tingkat tertinggi di dalam teori transformasi kesadaran. Di titik kekosongan, batin kita akan meluas, dan cinta kasih universal terhadap semua mahluk akan muncul secara alami.
===
Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/
