Terjun Tanpa Parasut

Oleh Reza A.A Wattimena

Sore itu, saya tertawa. Saya tertawa begitu lepas. Ada kebebasan mendalam terasa di dada. Saya seperti melepaskan tas yang selama ini menggantung di punggung.

Saya tertawa melihat drama politik. Saya tertawa melihat komentar yang diajukan dari begitu banyak orang. Saya tertawa melihat media membakar masyarakat dengan emosi, tanpa henti. Apa sebenarnya yang dicari?

Penguasa tua yang haus kuasa, walaupun sudah ditolak berulang kali. Anak kecil ingusan yang bodoh, rakus dan ditunggangi kepentingan busuk sang ayah. Politisi tanpa pengalaman yang mendulang suara dari kaum radikal. Apa yang mereka cari?

Saya juga tertawa dengan drama hidup pribadi. Relasi datang dan pergi. Kawan pun datang dan lenyap menghilang. Karir turun naik, bagaikan wahana halilintas di dufan.

Saya tertawa dengan lepas. Tawa ini tidak lahir dari kesombongan. Ia lahir dari kesadaran penuh akan dunia sebagaimana adanya. Dunia yang tak sungguh ada, dan terus mengalir dalam sungai perubahan, tanpa pernah berhenti.

Tidak ada yang utuh dan tetap di dunia ini. Tidak ada satupun yang solid, termasuk pikiran dan pandangan yang kita anut. Penguasa datang dan lenyap. Agama dan filsafat lahir dan runtuh ditelan derap peradaban.

Ilmu pengetahuan, terutama fisika kuantum, kiranya berpandangan serupa. Di dalam materi, tidak ada apapun. Semakin dilihat ke dalam, semakin kita sadar, bahwa materi itu kosong. Inti terdalam adalah ruang hampa tanpa batas. Kita bisa melihat lebih dalam, namun hanya tetap akan menemukan ruang kosong.

Filsafat Asia sudah lama menyadari hal ini. Segalanya tak memiliki inti yang mutlak. Yang sempurna (Purna) juga adalah yang kosong (Sunya) itu sendiri. Kita hidup dan menari di dasar yang tak berdasar.

Di dalam Yoga, tak ada yang disebut sebagai manusia. Semuanya adalah jaringan tak terbatas, dan tak bernama. Tak ada satu pun mahluk ataupun benda yang berdiri sendiri secara mandiri. Yoga, dengan berbagai pemahaman dan metode yang ditawarkan, mengajak setiap orang untuk kembali ke kodrat alaminya yang sesungguhnya.

Semua itu menjadi sulit, karena kita dihalangi oleh kesalahan cara berpikir. Kita mengira, ada hal yang tetap di dunia ini. Ada diri yang tetap, yang mengalami semuanya. Kita juga mengira, ada hal yang tetap, dan layak dikejar di luar diri kita.

Inilah yang disebut sebagai solidifikasi. Kita melihat hal-hal yang berubah sebagai sesuatu yang tetap, atau yang solid. Kita mengira karir, uang, nama baik dan hidup itu solid, maka kita berusaha untuk mengejarnya. Kita mengira diri kita, pikiran dan emosi itu sebagai sesuatu yang solid, maka kita terjebak di dalamnya.

Apa dampaknya, jika kita mengejar ilusi? Ilusi adalah sesuatu yang dianggap tetap, atau solid, namun sesungguhnya terus berubah. Ia ada, namun tak sungguh ada. Apa akibatnya, jika kita mengejar sesuatu yang ambigu, dan tak sungguh ada? Kita menjadi frustasi, seperti mengejar udara, dan menderita karenanya.

Apa akibatnya, jika kita membenci ilusi? Kita membenci orang lain dan kelompok lain. Keduanya, padahal, tidaklah solid, dan terus berubah. Ketika kita membenci ilusi, kita jatuh ke dalam kebodohan.

Di dalam filsafat, solidifikasi disebut juga sebagai reifikasi. Ini adalah proses membendakan sesuatu yang sebenarnya bukan benda. Reifikasi membuat hal-hal yang berubah menjadi seolah tetap dan solid. Karena kesalahpahaman ini, segala kejahatan dan penderitaan manusia muncul.

Untuk keluar dari segala bentuk penderitaan, kita perlu melakukan desolidifikasi, atau dereifikasi. Kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap hidup. Hidup, termasuk diri dan pikiran kita, adalah sesuatu yang terus mengalir di dalam sungai perubahan. Lepaskan semua genggaman terhadapnya.

Lakukan semuanya dengan semangat kebebasan. Saya tetap berusaha berkarya dengan hati ceria. Namun, jika tak berhasil, saya tidak menderita, apalagi hancur. Semampunya, kita menolong orang, sambil tetap bersikap bebas pada hasil dari tindakan kita tersebut.

Inilah yang saya sebut sebagai terjun tanpa parasut. Di dalam hidup, tidak ada dasar yang solid. Tidak ada sesuatu yang bisa dipegang, baik itu ajaran, agama, filsafat, pikiran bahkan keberadaan diri kita sendiri. Hidup bagaikan terjun bebas, tanpa parasut.

Kabar baiknya, kita memang terjun bebas, tanpa pegangan. Namun,  tidak ada dasar. Kita terjun terus, jatuh, terbang, tanpa henti, dan tanpa dasar yang akan kita temukan. Kita menikmati hidup bergerak dalam perubahan yang tidak memiliki dasar ataupun pegangan apapun.

Lepaskan semua. Tak ada yang bisa digenggam di dalam hidup. Mengalir, tertawa dan …. Nikmati.

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.