Oleh Reza A.A Wattimena
Apakah kamu percaya Tuhan? Sudah berulang kali, pertanyaan itu diajukan ke saya. Jawaban saya sederhana. Hanya orang bodoh dan keras kepala yang tak percaya Tuhan.
Tuhan adalah kecerdasan tak berhingga. Ia tampil di dalam setiap jengkal kehidupan. Ia hadir di setiap detak jantung, aliran darah dan denyut paru setiap mahluk. Kita hanya perlu sungguh menyadarinya disini dan saat ini.
Tidak sulit. Tetapi juga tidak mudah, terutama untuk orang yang dibutakan oleh pikiran maupun emosinya. Juga amat sulit untuk orang yang sudah diperbudak oleh agama. Lalu, apakah saya percaya agama? Nah, itu soal lain.
Agama adalah organisasi buatan manusia. Banyak agama sudah berusia ribuan tahun. Kebodohan, kerakusan dan intrik politik kekuasaan sudah bercokol kuat di dalamnya. Soal agama, saya menerapkan sikap kritis yang sangat tajam, sebelum sungguh mempercayainya.
Kecerdasan dan Ruang Hampa
Tuhan adalah kecerdasan tak berhingga, sekaligus ruang hampa. Ia menempati seluruh alam semesta yang ada. Ia juga hadir di dalam setiap materi. Jika kita jeli mengamati sesuatu sampai ke titiknya terdalam, kita akan menemukan ruang hampa.
Ruang hampa bukanlah ketiadaan. Ruang hampa adalah kemungkinan tanpa batas. Ia adalah kecerdasan tak berhingga yang bisa membentuk dan menghancurkan apapun. Ruang hampa ini tidak hanya ada di alam semesta di luar sana, tetapi juga melekat erat di dalam diri manusia.
Jalan hidup terbaik adalah menyatu dengan ruang hampa tersebut. Kita lalu menjadi pengamat dari segala yang terjadi, baik di dalam pikiran, perasaan maupun kejadian di luar. Ruang hampa tersebut dapat juga disebut sebagai kesadaran murni. Ia bisa menampung segalanya, tanpa menolak atau melekat pada apapun.
Pandemik Sunyi
Kita hidup di dalam pandemik yang sunyi. Ia tidak banyak diberitakan di media massa. Para politisi tidak heboh dengannya. Pandemik sunyi itu adalah depresi dan bunuh diri.
Depresi adalah derita batin yang terjadi dalam jangka panjang, kerap tanpa alasan yang sungguh jelas. Orang merasa sedih dan lelah berkepanjangan dalam hidupnya. Kesepakatan umum adalah 3 bulan. Namun, variasi dalam kehidupan tentu ditemukan.
Depresi amat menyiksa. Orang kehilangan gairah untuk hidup. Hubungan dengan orang lain rusak. Pekerjaan pun terbengkalai.
Dalam jangka panjang, depresi mendorong orang untuk bunuh diri. Hidup tak terasa lagi indah dan bermakna. Bahkan, hidup kini menjadi siksaan tanpa henti. Inilah pandemik sunyi yang menghantam dunia.
Melampaui Pandemik
Jalan terbaik untuk keluar dari pandemik sunyi adalah dengan menjadi diri sendiri. Kita menjadi ruang hampa yang siap menampung semua peristiwa. Pikiran dan emosi tidak diikuti, melainkan cukup dilihat secara jeli sampai ke akar. Inti dari semua pikiran dan emosi, sama seperti dari seluruh alam semesta, adalah ruang hampa.
Mencari Tuhan berarti menyadari diri kita sebagai ruang hampa. Kita menjadi serupa dengan segala yang ada. Inti dari segala yang ada adalah satu dan sama, yakni Tuhan sebagai ruang hampa yang tak berhingga itu sendiri. Di dalam kesatuan dengan ruang hampa tak berhingga ini, rasa welas asih alami terhadap semua mahluk pun lahir secara alami. Kejernihan dan tindakan yang tepat dalam semua keadaan pun bisa diperoleh dari saat ke saat. Inilah pencapaian tertinggi yang bisa diraih manusia dalam hidupnya.
Akhir kata, saya ingin menjawab pertanyaan dasar secara jelas, apakah saya percaya Tuhan. Tuhan bisa ditemukan ke sang penanya tersebut. Tuhan juga dapat ditemukan kepada yang ditanya, yakni saya. Tak jauh, asal kita mau cukup jeli menyadari apa yang tak berhingga di depan hidup dan mata kita sendiri. Setelah pemahaman ini, kita lalu dipanggil untuk menolong semua mahluk dari saat ke saat.