Pertarungan Tiga Bandit

the-tears-of-the-universe-by-mary-blair-and-tan-yau-hoong-v0-gmmf3ju8k9va1Oleh Reza A.A Wattimena

2024, tanah yang sedang mengalami krisis identitas akan mengalami pertarungan tiga bandit. Uang akan dikucurkan. Kebohongan akan dihembuskan. Mungkin juga, darah akan tertumpah, akibat hasrat berkuasa yang berkobar liar.

Pertarungan tersebut melibatkan tiga bandit. Mereka ingin merebut pucuk kekuasaan tanah ini. Di tengah kepungan radikalisme agama kematian dari tanah gersang, permasalahan ketimpangan sosial ekonomi yang meradang serta kerusakan alam yang terus mengancam, para bandit akan bertempur. Kita, rakyat, bisa menonton, bahkan bisa menjadi korban perang berdarah tersebut.

Profil Tiga Bandit

Mengapa tiga bandit? Mereka adalah para politisi yang tidak bersih. Tentu saja, di abad 21 ini, politisi bersih adalah barang langka. Mereka hampir punah dari muka bumi ini.

Apakah kita harus diam saja? Di dalam politik praktis, tidak ada yang sempurna. Cacat adalah bagian dari politik praktis. Kita hanya perlu memilih bandit yang lebih baik, atau ‘kurang jahat’, daripada bandit-bandit lainnya. Ini disebut sebagai logika minus mallum, atau logika the lesser evil (memilih yang terbaik di antara yang terjelek).

Yang pertama adalah bandit religi munafik. Ini adalah dua politisi yang menggunakan agama untuk menutupi kebusukan mereka. Munafik adalah napas dan denyut nadi mereka. Kedua bandit ini sangat haus kekuasaan, walaupun minim prestasi, bahkan kerap terlibat dalam korupsi.

Yang kedua adalah bandit brutal korup. Inilah pasangan politisi yang gemar memamerkan agresi, namun tidak ada dampak yang pasti. Mereka punya riwayat militer yang lama, dan dekat dengan rezim totaliter yang berkuasa sebelumnya. Sama dengan bandit sebelumnya, mereka juga sangat haus kekuasaan, cenderung tidak bisa menerima kekalahan, dan amat mungkin menjadi penguasa kejam, jika mereka memenangkan pertarungan.

Yang ketiga adalah bandit nasionalis feodal. Dari luar, para politisi di kubu ini terlihat nasionalis, terbuka dan demokratis. Namun, mental mereka, sesungguhnya, masih mental anak buah yang tunduk pada satu ratu yang kerap tak jelas cara berpikirnya. Tidak ada demokrasi yang mengedepankan kepentingan rakyat dan keadilan sosial di dalam jiwa politisi bandit tipe ini.

Demokrasi Sejati

Demokrasi, sebagaimana diungkapkan oleh Jean Jacques Rousseau, seorang pemikir Perancis, adalah cerminan dari kehendak umum (volonté générale). Kehendak umum bukanlah kehendak mayoritas. Kehendak umum adalah kehendak dasar yang menjadi kebutuhan sekaligus keinginan seluruh rakyat, tanpa kecuali. Di tanah yang sedang mengalami krisis identitas ini, kehendak umum berubah menjadi kehendak mayoritas yang menindas dan merusak (tirani mayoritas).

Jürgen Habermas, pemikir Jerman, juga memiliki pandangan yang penting tentang demokrasi. Baginya, demokrasi adalah percakapan yang bebas, rasional dan egaliter tentang berbagai hal yang terkait dengan kepentingan rakyat. Tantangan akan terus datang di dalam masyarakat yang majemuk dan kompleks. Namun, semuanya bisa dihadapi dengan jalan-jalan damai lewat komunikasi yang bermutu, yakni tindakan komunikatif (das kommunikative Handeln).

Dari sudut teori transformasi kesadaran yang saya rumuskan, para bandit ini terjebak pada kesadaran paling rendah. Mereka masih berada di tingkat kesadaran distingtif-dualistik yang membelah dunia ke dalam subyek-obyek, kami-mereka. Konflik adalah buah dari kesadaran yang amat rendah ini. Bandit nasionalis feodal tampak sudah mulai naik ke tingkat berikutnya, yakni tingkat immersif, dimana perbedaan mulai dihargai sebagai suatu bagian nyata dari kehidupan.

Dari sudut teori tipologi agama yang saya kembangkan, para bandit juga kerap menari dengan agama kematian. Mereka memuja agama asing dari tanah gersang, dan meninggalkan agama leluhur yang luhur serta agung. Hal ini paling tampak di kelompok bandit religi munafik. Jika mereka menang, Indonesia akan tinggal kenangan, dan menjadi negara kematian yang terbelakang, miskin, penuh ketidakadilan, kemunafikan serta kebodohan.

Demokrasi yang sejati berpijak pada kesadaran yang luas. Ia memberi ruang pada perbedaan. Ia menghargai semua bentuk kehidupan, termasuk hewan dan tumbuhan yang ada. Terlebih, demokrasi yang sejati berpijak pada agama kehidupan, yakni agama yang mengembangkan kehidupan dengan segala unsurnya yang kaya.

Dari ketiga bandit di atas, yang mana yang bisa mewakili kehendak umum yang sejati, mampu mengembangkan komunikasi yang bermutu di dalam politik demokratis, memiliki kesadaran luas dan berpijak pada agama kehidupan? Tidak ada yang sempurna dari ketiga bandit diatas. Tidak memilih justru bisa membiarkan bandit terjahat berkuasa. Logika minus mallum (yang kurang jahat diantara para penjahat yang ada) tetap perlu diterapkan dalam konteks ini.

Sebagai rakyat, kita perlu menggunakan akal sehat kita untuk memilih. Sikap kritis dan historis juga diperlukan, yakni melihat rekam jejak nyata dari masing-masing bandit yang ada. Masa depan tanah kita ditentukan oleh proses ini. Suatu saat, dengan harapan penuh, semoga kita bisa mendapatkan politisi bersih dan asli, bukan bandit yang haus kekuasaan, korup, radikal dan feodal.

Semoga…

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Kesadaran, Agama dan Politik. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023), Zendemik (2024), Teori Politik Progresif Inklusif (2024), Kesadaran, Agama dan Politik (2024) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.