Sepuluh Latihan Kesadaran (Sangat Penting!)

0_080HCDeMLLvh-r-ZOleh Reza A.A Wattimena

Pembebasan tertinggi adalah memahami jati diri kita yang sebenarnya. Namun, jati diri sejati tersebut bukanlah sebuah pemahaman konseptual. Ia adalah pengalaman akan dunia sebagaimana adanya, tanpa konsep, bahasa ataupun penilaian. Orang lalu hidup tidak sebagai kumpulan pikiran dan perasaan yang terus berubah, namun sebagai kesadaran murni yang mencerap dunia sebagaimana adanya.

Pemahaman konseptual tidaklah cukup. Pengalaman nyata diperlukan. Inilah pengalaman akan diri kita sebagai kesadaran murni yang mencerap dunia sebagaimana adanya, tanpa perantaraan konsep dan bahasa. Ini adalah saat pencerahan dan pembebasan yang sesungguhnya.

Untuk mencapai itu, ada sepuluh latihan yang bisa dilakukan. Pertama, kita mengamati semua pikiran yang datang dan pergi. Kita juga mengamati emosi yang datang dan pergi. Mata terbuka. Yang menarik, ketika sungguh sadar dan mengamati, pikiran dan emosi juga lenyap. Keadaan batin bersih dari pikiran dan emosi, namun sepenuhnya sadar, adalah pencerahan itu sendiri.

Dua, amati jeda antar pikiran. Pikiran satu sudah lenyap. Namun, pikiran berikutnya belum datang. Jeda antara pikiran ini adalah kesadaran murni, tanpa konsep dan bahasa, serta merupakan jati diri kita yang sebenarnya.

Tiga, jadilah langit bagi beragam awan pikiran dan emosi yang muncul. Kita yang sebenarnya adalah langit yang biru dan terbuka luas. Pikiran dan emosi itu bagaikan awan yang terus berganti. Langit tak terganggu, apapun awan yang muncul di depannya.

Empat, kita bersama dengan pengalaman kita disini dan saat ini sebagaimana adanya. Tanyakan ke dalam diri kita, apa ini? What is this? Di dalam tradisi Zen, gaya ini disebut juga sebagai hwadu, yakni menggunakan kata-kata hidup untuk membangun kesadaran penuh disini dan saat ini.

Lima, dengarkan suara dari keheningan. Di balik semua suara yang ada, ada satu suara yang menjadi latar belakang. Ia seperti getaran halus. Dengarkan, dan jadilah satu dengan suara tersebut. Rasakan keheningan yang datang kemudian.

Enam, jadikan tubuh sebagai alat kesadaran. Sadari keberadaan telapak kaki, paha, perut, dada dan perlahan sampai ke titik di atas kepala. Masing-masing tempat cukup sadari selama 5 detik. Proses ini bisa diulang beberapa kali, sampai kita menemukan keseimbangan batin.

Tujuh, ada jeda setelah napas keluar, dan napas berikutnya belum masuk. Amati dan rasakan jeda tersebut. Nikmati dan sadari jeda tersebut. Lalu tarik napas lagi, dan buang, serta rasakan lagi jedanya. Jeda tersebut adalah kesadaran murni yang merupakan diri kita yang asli.

Delapan, tarik napas yang dalam, dan angkat tangan lurus, sejajar dengan dada. Lalu lepaskan tangan tersebut dengan hentakan kecil ke paha, sambil berteriak. HAH! Buang semua kekhawatiran yang ada di dunia. Katakan, MASA BODOOOOOH! Nikmati ketenangan sadar yang muncul kemudian.

Sembilan, kita perlu mengamati sang pengamat. Kita perlu menyadari kesadaran. Kita perlu peka pada kehidupan yang berdenyut setiap detiknya di dalam diri kita. Sang pengamat, begitu kata Jiddu Krishnamurti, kini menjadi obyek yang diamati (observer becomes the observed).

Sepuluh, cukuplah ada disini dan saat ini (just be). Cukuplah menjadi kehidupan. Tidak ada teknik yang perlu dilakukan. Tidak ada obyek yang perlu diamati. Cukup menjadi kehidupan yang sadar. Beristirahat di dalam kehidupan dan kesadaran.

Latihanlah sampai kita stabil dalam kesadaran. Latihan terus, sampai kita bisa beristirahat sesering mungkin di dalam kesadaran tanpa konsep dan bahasa tersebut. Gunakan keseimbangan dan kejernihan ini dalam keseharian. Inilah inti dari hidup yang tercerahkan.

=======

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/