Sejarah dalam Tarian Ketidakpastian

Penerbitan Buku-Buku dalam Peringatan 80 Tahun Goenawan Mohamad - Selingan  - majalah.tempo.coOleh Reza A.A Wattimena

Goenawan Mohamad (GM) merupakan salah satu tokoh terpenting di dalam sejarah filsafat, jurnalisme, seni dan sastra Indonesia. Karya-karyanya merentang kurang lebih selama 60 tahun. Ia menulis soal politik, filsafat, sastra bahkan tentang film. Kini, di usianya yang ke 80, satu buku lagi terbit atas namanya.

Buku ini berjudul Pembentuk Sejarah, Pilihan Tulisan Goenawan Mohamad yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada September 2021 dalam kerja sama dengan Freedom Institute dan Komunitas Salihara. Penyusunnya adalah Zaim Rofiqi, Candra Gautama, Akhmad Sahal dan Rustam F. Mandayun. Tebalnya sekitar 372 halaman. Isinya merentang luas, mulai dari refleksi tentang tokoh bangsa, sampai dengan analisis arah kemajuan Indonesia.

Sebagai seorang filsuf, GM mengurai kenyataan dengan bahasa yang logis dan sistematik. Sebagai seorang sastrawan, ia merayakan kehidupan dengan pilihan kata yang indah menyentuh sukma. Sebagai seorang jurnalis, ia menuliskan kebenaran, tanpa kenal lelah dan takut, bahkan sempat sesak dalam himpitan penguasa tiranikal. Pijakannya tetap sama, yakni kebenaran yang terus menari di himpitan ketidakmungkinan.

Para Pembentuk Sejarah

Di dalam buku ini, GM bertutur soal para pembentuk sejarah. Inilah sosok yang berani bergulat dalam kubang penderitaan, dan bangkit memberi tuntuan kearifan pada manusia. Mereka, tentu saja, bukan malaikat yang tanpa salah. Sebaliknya, mereka, mulai dari Soekarno, Tan Malaka, Gus Dur, Nurcholis Madjid sampai dengan Pramoedya Ananta Toer, adalah manusia rapuh dengan segala kerumitannya. Mereka memilih untuk tidak tunduk pada terjangan jaman, namun bangkit berkarya, guna memperkaya peradaban.

Bung Karno menggali Pancasila dari relung batin nusantara. Pancasila itu adalah api. Ia bukan rumusan mati. Api itulah yang menerangi Indonesia untuk keluar dari penjajahan Eropa, dan membangun masa depan bersama di dalam keberagaman yang saling memperkaya.

Bung Karno kiranya sejalan dengan Gus Dur, begitu kata GM. Islam dan Pancasila adalah api-api yang mengorbakan semangat kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Keduanya bukanlah pandangan mati yang harus ditelan bulat-bulat, sehingga menikam daya-daya kreatif, dan melibas perbedaan. Keduanya adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang selalu perlu dibaca ulang untuk menanggapi perubahan jaman.

Sejarah Indonesia tak hanya berlumur politik, tetapi juga ilmu dan sastra. GM mencermati itu dengan jeli. Ia membedah pemikiran teologis Nurcholis Madjid. Ia membentangkan pengalamannya sekaligus tafsirnya atas pribadi maupun karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Ia menggali makna dari pemikiran modernis ala Soedjatmoko.

Gaya GM

Dalam setiap uraiannya, GM tak melepaskan keunikannya. Ia menolak kepastian. Ia menolak kebekuan pemahaman. Bagi GM, kepastian adalah sesuatu yang perlu terus dipertanyakan. Sejarah harus terus menari di dalam ketidakpastian.

Dengan niat merusak kepastian, GM pun cantik dengan pilihan katanya. Ia menulis dengan renyah. Terkadang, kalimatnya panjang, beranak pinak. Namun, kesan indah tetap tampak di balik kerumitan pembongkaran kepastian yang terus ia lakukan.

Tak heran, nama Goenawan Mohamad berkibar kencang di batin para penulis Indonesia. Ia memberikan inspirasi begitu besar bagi generasi-generasi penulis setelahnya. Gaya menulisnya ditiru banyak orang dengan harapan menyentuh kejernihan sekaligus keceriaan yang serupa. Isi pikirannya membongkar kedunguan yang kerap diselumuti jargon keluhuran.

GM pun hidup dalam tarian. Di akhir bukunya, biografinya tak rumit. Ia hanya menulis: „Menulis puisi, kritik sastra, esai filsafat, lakon dan novel. Ia juga melukis.“ Sederhana, tak ada pretensi. Tak ada pamer prestasi.

GM memang selalu menolak penjara identitas. Ia tak bisa dikurung dalam satu paham tertentu, atau satu kelompok tertentu. Bersama Soekarno, Gus Dur dan banyak pembentuk sejarah lainnya, GM adalah seorang pelintas batas. Ia tak bisa dikubur di dalam satu identitas yang mengklaim dirinya mutlak.

Semua itu ada, karena GM paham akan bahaya dan bahasa. Bahasa mencoba mengungkapkan. Tetapi, ia juga kerap menyembunyikan. Kebenaran dan kenyataan yang sejati selalu berada di luar bahasa. Bahasa adalah kejahatan yang memang diperlukan.

Namun, pada satu titik, bahasa harus dilampaui. „Yang Murni“ hadir melampaui nalar dan kata. „Yang Transenden“ hanya sungguh bisa diselami dengan dialami. Kata dan bahasa adalah sebuah permainan yang suatu hari harus dilepaskan.

Sebuah Pesan

Buku Pembentuk Sejarah, Pilihan Tulisan Goenawan Mohamad ini kiranya amat berharga untuk kita di Indonesia. Ia menawarkan cara baru membaca tokoh-tokoh yang membangun dan mengubah bangsa. Di balik sosok kepahlawanan yang ditampilkan, mereka adalah manusia yang terus berkubang dalam kerumitan. Mereka, kiranya, sama dengan GM: menolak untuk jatuh ke dalam godaan kepastian.

Rupanya, kekuatan ini pula yang bisa menjadi kelemahannya. GM menyampaikan pesan tegas, bahwa hidup itu tak ada pegangan. Bahwa pegangan adalah ilusi yang berbahaya. Tak semua orang siap menerima pesan yang datang dari kedalaman ini.

Dibutuhkan tingkat kedewasaan tertentu, guna menangkap percikan kebijaksanaan GM. Tak selamanya kekosongan itu menggembirakan. Bagi sebagian orang, kekosongan, ketanpadasaran, itu mengerikan. Untuk lari dari kehampaan itu, orang memeluk pandangan-pandangan radikal yang justru merusak dirinya, dan membunuh orang lain.

Maka, tulisan-tulisan GM harus dibaca dengan kaca mata tertentu. Ia harus dilihat secara kritis. Niatnya harus ditangkap, yakni sikap berhati-hati untuk tidak secara keras mengenggam apa yang sesungguhnya tak bisa digenggam, yakni kehidupan itu sendiri. Dalam terang yang selalu berada di antara itulah tulisan-tulisan GM, dan hatinya, harus dipahami. Akhir kata, terus berkarya, Bung!

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

2 tanggapan untuk “Sejarah dalam Tarian Ketidakpastian”

  1. Luar biasa, semoga karya karya bung Reza semakin terbang tinggi, dengan hati yang semakin membumi, Amin

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.