Tak Semua Agama Baik untuk Kehidupan

Jacob wrestling with the Angel": contemporary, Christian mythology,  biblical theme, abstract religious painting, abstract surrealism, Judaism,  famous Old testament scene, acrylic painting #9139, 2010 | Kazuya Akimoto  Art MuseumOleh Reza A.A Wattimena

Tak semua agama baik untuk kehidupan. Sama seperti tak semua makanan baik untuk dimakan. Ada banyak agama di dunia. Namun, tak semuanya cocok untuk perkembangan kehidupan.

Semakin saya mendalami agama-agama dunia, semakin saya melihat adanya dua macam agama. Yang pertama adalah agama kematian. Yang kedua adalah agama kehidupan. Agama kematian merusak kehidupan. Agama kehidupan melestarikan kehidupan. Sesederhana itu.

Agama Kematian

Mengembangkan dari pemikiran Sam Harris, agama kematian memiliki ajaran yang buruk (bad teachings). Ajaran itu dipertahankan secara buta, dan juga secara buruk (held for bad reasons). Ini akan menghasilkan perilaku umat beragama yang buruk (bad behavior). Seluruh masyarakat pun akan menjadi buruk (bad society).

Agama kematian adalah agama yang terpaku pada hidup setelah mati. Akibatnya, mereka merusak kehidupan. Mereka menganggu ketertiban hidup bersama. Bahkan, mereka membunuh dan merusak hidup mahluk lain, termasuk hewan, tumbuhan dan manusia lain.

Ada tujuh ciri agama kematian. Pertama, agama kematian membunuh budaya setempat. Ketika masuk ke satu tempat, para penganut agama kematian melarang tradisi dan budaya yang sudah ada sebelumnya. Mereka membantai kearifan lokal atas nama kepentingan yang sempit dan sesat.

Dua, agama kematian kerap menindas yang lemah, terutama perempuan dan anak-anak. Hak-hak perempuan dipasung. Mereka dipenjara secara sosial. Bahkan, cara berpakaian mereka pun diatur dengan ketat, layaknya benda yang tak punya otak.

Tiga, agama kematian menganggu kepentingan bersama. Ritual agamanya merusak ketenangan bersama. Mereka hanya memikirkan kepentingan penganut agamanya sendiri. Mereka tidak peduli pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Empat, agama kematian melahirkan kekerasan. Mereka melahirkan banyak kaum radikal yang siap melakukan kekerasan terhadap mahluk lain. Mereka tak peduli pada hak hidup agama lain, ataupun mahluk lain. Bagi mereka, darah dari orang yang beragama lain boleh dikorbankan demi kepentingan agama kematian yang mereka anut.

Lima, agama kematian suka membuat masalah dimanapun mereka berada. Mereka kerap menciptakan konflik dengan agama lain. Mereka juga kerap berkonflik dengan nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya. Dimanapun agama ini tersebar, kemiskinan, konflik dan kebodohan pasti juga tersebar.

Enam, agama kematian memperbodoh umatnya sendiri. Mereka membunuh akal sehat dan sikap kritis umatnya. Mereka meminta umatnya untuk percaya buta pada ajaran-ajaran yang sesat dan tak masuk akal. Para pemuka agama kematian hidup kaya dari kemiskinan dan kebodohan umatnya.

Tujuh, agama kematian takut pada kritik. Pandangan agamanya memang tak masuk akal, sehingga dengan mudah hancur pada satu pertanyaan kecil. Akibatnya, penganutnya tak mampu berargumen dengan sehat. Mereka amat sensitif, dan siap melakukan kekerasan fisik, jika dikritik.

Agama Kehidupan

Agama kehidupan punya ciri sebaliknya. Ia melestarikan kehidupan. Ia tak terpaku pada hidup setelah mati. Ia memelihara dan mengembangkan kehidupan sampai ke tingkat yang tertinggi, yakni kebahagiaan lahir batin untuk semua mahluk.

Ada tujuh ciri agama kehidupan. Pertama, agama kehidupan melestarikan dan mengembangkan budaya yang sudah ada. Mereka bersikap damai terhadap kearifan lokal. Bahkan, agama kehidupan mengambil nilai-nilai lokal sebagai ekspresi atas religiositasnya.

Dua, agama kehidupan melindungi dan mengembangkan yang lemah. Mereka mendidik anak dalam cara berpikir rasional, dan peka mendengarkan suara nurani. Mereka memberikan ruang kebebasan bagi perempuan untuk menampilkan kepribadiannya. Agama kehidupan memberdayakan masyarakat ke arah pencerahan, dan bukan memaksa orang kembali ke jaman ribuan tahun silam yang terbelakang.

Tiga, agama kehidupan memperhatikan kepentingan bersama. Ritual dan ibadah mereka tenang, santun dan indah dipandang mata. Nilai-nilai agamanya pun bisa dipelajari oleh orang dari agama yang lain, tanpa mereka harus pindah agama. Agama kehidupan melestarikan seluruh kehidupan, tanpa pilih kasih.

Empat, agama kehidupan menolak kekerasan dalam segala bentuknya. Agama kehidupan tak akan membalas, ketika mereka disakiti. Agama kehidupan akan menawarkan cinta dan kebaikan kepada semua, tanpa syarat. Para penganut agama kehidupan menghargai kehidupan semua mahluk.

Lima, agama kehidupan melatih umatnya untuk berpikir kritis dan bernalar sehat. Mereka tidak membiarkan umatnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan penderitaan. Sebaliknya, mereka ingin umatnya cerdas, dan peka pada suara nurani. Agama kehidupan mengasah juga rasa keindahan di dalam diri umatnya. Agama kehidupan menjadi inspirasi bagi seni dalam segala bentuknya.

Enam, agama kehidupan mengembangkan kehidupan dimanapun agama itu berada. Para penganut agama kehidupan mencintai kedamaian. Mereka tidak akan menganggu hidup orang lain. Sebaliknya, mereka akan membantu hidup semua mahluk. Agama kehidupan jauh dari teror, konflik, kebencian maupun dendam.

Tujuh, agama kehidupan terbuka pada dialog. Mereka tak takut dengan kritik. Mereka tak takut dengan pertanyaan. Ini terjadi, karena agama kehidupan memiliki dasar argumen yang kuat, sehingga bisa tetap bertahan dengan sehat, walaupun dikritik dari berbagai penjuru.

Keadaan Indonesia

Indonesia jelas dipenuhi dengan agama kematian. Ini tentunya sangat disayangkan. Di berbagai tempat, isu agama menjadi keras dan sensitif. Banyak orang memilih bungkam, dan hidup dalam ketidakadilan, daripada berbicara soal agama.

Agama kematian jelas menjadi sumber masalah bangsa Indonesia. Para pelaku korupsi mencari pembenaran dari agama kematian. Diskriminasi dilakukan atas nama agama kematian. Usaha mengelola pandemi COVID 19 juga menjadi sulit, karena hadirnya agama kematian.

Maka, agama kematian harus terus dilawan. Ia harus terus dikritik dari berbagai penjuru. Masyarakat yang beradab berani dan kuat di dalam menanggapi agama kematian. Hanya dengan mengusir agama kematian, Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju.

Menulis artikel ini, saya sudah siap diserang oleh para penganut agama kematian. Begitulah, mereka sensitif. Mereka tak mampu berpikir kritis dan bernalar sehat. Semoga, suatu saat, dengan berbagai perjuangan yang ada, agama kematian bisa diusir dari bumi pertiwi kita.

Saya adalah penganut agama kehidupan. Bagaimana dengan anda?

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

47 tanggapan untuk “Tak Semua Agama Baik untuk Kehidupan”

  1. Sangat setuju saya, lebih baik ateis menciptakan persaudaraan, kemanusiaan, dan kedamaian, dari pada beragama kematian yang merusak dunia, menciptakan kegaduhan dan menebar kebencian serta merasa paling benar.
    Saatnya dialog perdamaian di bangun untuk kehidupan semua secara rasional dan kritis.
    Saya bangga ada anak bangsa melahirkan karya filsafat kritis seperti Mas Reza.

    Suka

  2. Top banget ulasamnya… Gw banget dekh pokoknya. Thank you… Masa bodoh irang filsafat dibilang kagak beragama yg penting cinta damai dari pada beragama tapi bunuhin orang, hewan, tumbuh²an… Top….

    Suka

  3. Baiklah..disini kan jelas² yang dijabarkan topiknya tentang agama. Bagaimana bisa ada pendapat kalau org.filsafat tidak beragama. Kalau mmg tidak beragama ya ndak akan mbahas tentang agama. Untuk apa agama dibahas kalau memang dia tidak beragama.

    Suka

  4. ┼┼AA..┼┼AA..┼┼AA..!!!

    sebelum baca, saya sudah menduga arahnya

    saya muslim, entah kebetulan atau apa … memang deskripsinya sinkron dengan sebahagian perilaku saudara seagama saya … semoga bang Reza tulisannya tidak dibaca sama manusia gerigi NOVEL BAMUKMIN

    Suka

  5. semangat pak, saya mendoakan bapak agar tetap sehat, agar tulisan tulisan seperti ini dapat menyadarkan masyarakat kita

    Suka

  6. Menarik. Banyak poin-poin penting yang saya rasa bisa menjadi renungan untuk agama kehidupan yang dimatikan sendiri oleh penganutnya yang sangat tinggi egonya. Terima kasih.

    Suka

  7. Pada dasarnya agama adalah jalan orang untuk mengetahui kebenaran dan untuk bisa mencapai kekekalan, namun tidak sedikit orang yang tidak paham dan tidak memaknai agama sebenarnya hanyalah sebuah nama tempelan dan komunitas saja, posisinya adalah agama kematian.

    Terimakasih banyak atas pencerahan. Sangat membuka wawasan untuk bisa hidup berdampingan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

    Suka

  8. Saya juga bingung mas…saya mungkin menganut agama kematian ,tapi seberapapun agama mau mendogma. akal saya masih ada di kepala…kakek saya pemuka agama yg sederhana tidak mendapat fasilitas negara bahkan harta nya dia sumbangkan untuk agama dan pendidikan ny..,di suku saya kakek jg masih seorang yg dipandang Krn garis darah…… suatu ketika saya punya adik dan seseorang yg dekati adik saya itu Dari ras tertentu yg membawa Agam tsb….tp dia mendekati dg cara tidak beragama…rasa ny benar benar sesuatu…….gw ingin berkata seperti kata nietche” God is dead”… seperti the covenant ny Leonardo the Caprio…saya sudah muak jg dengan mengkultuskan sesuatu yg jelas sampah

    Suka

  9. Agama tersebut juga punya sisi sebagai agama kehidupan. Budaya lokal dihormatinya, dirangkulnya, diserapnya bahkan dipakainya selama tidak bertolak belakang 180 derajat. Jika tidak, bagaimana bisa 500 tahun lalu ia memperoleh hati banyak penganut di negeri ini, negeri yang hijau penuh kehidupan.

    “Agama itu seperti api. Maka ambil cahayanya, hangatnya, bukan abunya, bukan kerusakannya”, demikian penjelasan salah satu sesepuh bijak dari agama tersebut. “Agama seperti biola ini” lanjutnya, sambil memegang biola kesayangannya “jika dipelajari dengan benar, menebar kenyamanan. Jika tidak dipelajari dengan benar lalu dimainkan, menyakiti orang sekitar”

    Maka demikianlah mayoritas bangsa ini hidup ratusan tahun dari hangat dan cahaya api tersebut.

    Api, salah satu kunci kemenangan spesies manusia. Api menjadikan manusia purba memiliki kontrol pertama atas alam. Api adalah langkah pertama manusia bisa membangun peradaban. Api yang sama juga dipakai manusia membakar desa yang diserang dan menebar penderitaan.

    Dimensi kehancuran dan kematian agama tersebut baru sekitar 50 tahun belakangan ini marak dan tersebar. Diimpor langsung dari negeri-negeri penuh sengketa dan konflik di kala Perang Dingin. Di sana sang api memang sengaja dikultivasi sisi penghancurnya karena dipakai sebagai alat perang, alat manusia untuk saling menyakiti. Sang kultivator sendiri pun tidak luput dari luka bakar karena sang api yang di luar dugaan arogannya, tak bisa ia kendalikan.

    Api dan biola, pembawa berkah dan pembawa penderitaan. Api dan biola adalah benda mati. Akan jadi apa tergantung tangan manusia yang memegangnya. Demikian juga agama adalah benda mati. Akan jadi sumber kematian atau kehidupan tergantung manusia pemeluknya.

    Suka

  10. sedikit tanggapan dari saya, 1. menanggapi : Agama kematian adalah agama yang terpaku pada hidup setelah mati . Akibatnya, mereka merusak kehidupan, kalau kita membaca kembali tiga postulat moral Immanuel Kant, kita akan temukan : autonomy ( bebas ) immortality ( keabadian ) dan God, pada point ke 2, dari apa yang saya coba pahami kepercayaan akan hidup setelah mati justru membuat orang lebih hati – hati dalam menjalankan hidup dan kemudian lebih menekankan fungsi moral dalam hidupnya, karena dia percaya akan ada balasan dari setiap tindakan, sangat aneh bahwa orang yang percaya hidup setelah mati hidup secara kejam, kalaupun kemudian kita menemukan beberapa orang yang mengaku beragama namun banyak melakukan kekeliruan dalam hidup tidak berarti kita menilai semuanya seperti itu. 2. Hak-hak perempuan dipasung. Mereka dipenjara secara sosial. Bahkan, cara berpakaian mereka pun diatur dengan ketat, layaknya benda yang tak punya otak. dari apa yang saya tau perempuan dalam agama tertentu memang memiliki aturan yang ketat, misalnya tentang pakaian, itu bukan berarti ingin mengurung kepribadian seorang perempuan namun semata – mata ingin menjaganya, satu gambaran sederhana bagaimana jika ada dua orang perempuan yag satunya berpakain rapi dan tertutup dengan perempuan yang hanya memakai satu dua helai kain yang menutup badanya kemudian melintasi sekelompok pemuda, bisa kita pastikan bahwa kemungkinan besar yang akan mendapat ganguan cukup serius adalah perempuan yang hanya memakai satu dua helai kain, dan tentang hak – hak yang dipasung saya tidak mengerti yang anda maksut yang mana ? dalam salah satu ajaran agama dikatakan kebaktian seorang anak ke pada ibu ( perempuan ) tiga kali didahulukan dari seorang ayah ( laki- laki ) dan tidak ada yang lebih baik setelah keimanan kepada tuhan melebihi bakti kepada orang tua, dalam soal lain yang diajarkan agama : laki – laki yang paling baik adalah mereka yang bisa mempelakukan seorang perempuan ( Istri, anak, ibu ) secara baik.
    3. kalimat : Semakin saya mendalami agama-agama dunia, seperti anda saya pun orang yang sama mencoba mempelajari agama – agama yang ada, namun pertanyaan saya apakah anda benar- benar sudah mendalaminya ? ataukah anda baru sampai di permukaan dari suatu agama ? karena tulisan anda belum mencerminkan satu pemahaman yang dalam tentang agama. 4. tentang pengusiran apa yang anda maksut sebagai agama kematian : dengan gambaran Para pelaku korupsi mencari pembenaran dari agama kematian, di agama yang mana kemudian membolehkan perbuatan itu ? kerusakan yang terjadi pada setiap ruang hidup manusia dewasa ini lebih dikarenakan kecintaan pada dunia yang fana, dimana orang seluruh dunia berlomba untuk perahian materi, yang oleh agama – agama yang ada ( islam, budha, hindu ( krisna ) dan kristen terus dilawan dengan membiasakan penganutnya berbagi dan menganjurkarkan para pemeluknya senantiasa belajar memilih apa yang dibutuhkan dalam hidup dan apa yang diinginkan. cukup ini dulu.
    saya sangat berharap mendapat tanggapan, dan bisa berdiskusi bersama lebih lanjut.

    Suka

  11. Saya seorang muslim. Namun saya setuju dengan tulisan ini. Agama kematian yang dimaksud juga sudah tau kemana arahnya. namun saya juga tau bahwa kelakuan2 bar-bar penganut agama kematian adalah kalangan fundamentalis. mereka memiliki keyakinan buta tanpa berfikir dengan akal. beda dengan penganut agama kematian yang liberal dan moderat.

    Suka

  12. Karya ini bagus, tajam dan lugas. Lanjut terus pak watimena.

    Saya bersyukur boleh lahir dan tinggal didalam negara Pancasila. Yang menjalankan fungsi demokrasi dengan Ketuhanan yang maha esa. Sayangnya wejangan Founding Father ini kerap dilupakan dalam kehidupan bermasyarakat. Pondasi bangsa ini ditentuken dari pemahaman dan pengamalan bangsa pada Pancasila. Kehidupan beragama yang menyembah kepada Tuhan yang esa ini seharusnya bikin Indonesia lebih bermoral dari Mesir,
    Babilonia, Mesopotamia, Greeka dan Romawi kuno. Nilai moral beragama ini yang lantas menjadi pondasi dalam hukum yang menjamin kebebasan dengan kebijaksanaan demokrasi. Saya sangat salut dengan pendiri bangsa ini yang mampu mendapatkan kesimpulan sampai sedemikian. Sangat disayangken agama sering dijadikan alat untuk twist sana sini dengan motivasi yang salah dan tidak bertanggung jawab. Seharusnya dengan standart etika agama yang begitu tinggi tidak menjadiken bangsa ini binasa dengan membuat hukum dengan dasar yang salah.

    Menekploitasi si miskin dan si lemah atau sebaliknya. Bukankah Indonesia memiliki kedaulatan yang berada ditangan rakyat dan tidak ada seorang pun lebih tinggi dari hukum ini. Semua susunan struktur dan konstitusi berasal dari rakyat. Tetapi Rakyat sering lupa kalau rakyatlah yang memegang kendali ini masa depan bangsa. Rakyat sendiri lupa bagaimana mengamalkan nilai moral dalam kehidupan berTuhan dalam segala aspek. Setiap dari kita wajibnya merefleksikan kehidupan beragama dalam bermasyarakat. Kalau yang Renovasi bukan Nilai Moral beragama pada rakyat dengan bijaksana bertanggung jawab kepada Tuhan atas kehidupan bermasyarakat siapa lagi? Bukankah eksekutif, legislatif dan yudikatif bangsa ini berasal daripada rakyat?. Karya Pak Reza Watimena ini menjadi teguran untuk setiap kita supaya setiap kita mengambil peranan. Mengapa harus membinasakan bangsa kita karena kebobrokan mental? Bukankah cukup Romawi Kuno, Greeka, Mesir dan babilonia dan Mesopotamia menjadi contoh pentingnya memiliki standar Nilai Moral tinggi yang bertanggung-jawab kepada Tuhan yang esa? Mengapa kita dengan buta dan bodoh merasa lebih benar dari Tuhan dan orang lain? Bukankah dengan jelas bapak negara kita yang berjuang sedemikian keras untuk kemerdekaan dapat diludahi dengan kebrobrokan mentalmu? Ndak mau punya Tuhan? ndak mau bertanggungjawab? silahken keluar dari bangsa ini, silahken pilih yang lain. Hak asasi beragama bukan untuk dilecehkan dengan kurangnya kebijaksanaan dan arrogansi? Kebebasan tanpa hukum adalah anarkisme. Hukum tidak dibuat untuk menindas tetapi menjamin kebebasanmu secara bertanggungjawab. Hukum tanpa standar nilai moral yang tinggi dan bertanggung jawab kepada Tuhan yang esa sama seperti omong kosong. BerTuhan yang esa tetapi buta dan goblok terlebih tidak bisa mengamalkan dalam kehidupan bermasyarakat sama saja kosong.

    Suka

  13. Terima kasih mas sudah berbagi. Mari terus berjuang untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan beradab. Mungkin, kita tak bisa merasakannya. Tapi, setidaknya, kita sudah berusaha. Semoga generasi depan bisa merasakan manfaatnya. Salam hangat

    Suka

  14. Hmmm… kalau melihat sejarah, jangan2 polanya begini ya:
    Setelah muncul agama kematian, lahir agama kehidupan.
    Setelah muncul yang kaku dan mengekang, muncul yang lembut dan membebaskan.
    Terjadi di masa silam di Palestina dan di India juga. Ya gak sih?

    Suka

  15. Terima kasih atas tulisannya Mas Reza, cukup membuat saya tersadar bahwa memang ada 2 jenis agama yaitu agama kematian dan agama kehidupan. Tulisan ini saya kaitkan dengan penjelasan Mas Reza di kanal Youtube Circle Indonesia terkait Agama yang bersifat destruktif erat kaitannya dengan monoteisme dan saya cukup setuju karena itu berkaitan dengan pengajaran dalam menghargai agama lain. Solusi yang Mas Reza jelaskan pun sangat bagus sekali dan masuk akal yaitu tentang agama yang berbudaya, seperti contohnya Bali dan juga gerakan Islam Nusantara yang diprakarsai oleh NU. Terima kasih atas sharingnya mas Reza

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.