Agama serta Hal-hal yang Sia-sia

Useless? in 2020 | Conceptual art, Everyday objects, Objects
Giuseppe Colarusso

Oleh Reza A.A Wattimena

Saya lelah berbicara soal agama dan kekerasan. Sudah beberapa kali, saya menulis dan berbicara soal ini. Di Indonesia, karena kebodohan kita, masalah ini terus berulang. Ini ditambah dengan kepemimpinan politik yang tidak bermutu.

Saya juga semakin merasa, semua pembicaraan tentang agama banyak menjadi sia-sia. Hal-hal yang sudah jelas secara akal sehat dimentahkan atas nama kepatuhan buta dan ketololan kita. Mutu pembicaraan menjadi dangkal dan penuh kebuntuan. Konflik berdarah hanya tinggal menunggu waktu.

Ada enam hal yang sia-sia di dalam agama. Yang pertama adalah pembicaraan soal cara berpakaian. Mengapa agama-agama ribut sekali soal ini? Di abad 21 yang penuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, biarkan orang berpakaian sesuai dengan nurani dan kebutuhannya. Ribut soal ini hanya buang-buang waktu dan energi.

Yang kedua adalah soal percintaan beda agama. Hari geneee? Kita tidak hidup di abad kegelapan yang redup dengan akal sehat. Indonesia penuh dengan orang-orang cerdas dan kreatif yang berkarya di berbagai bidang. Biarkan mereka saling mencintai dan membahagiakan satu sama lain! Ribut soal ini hanya buang-buang waktu dan energi.

Yang ketiga mungkin amat terbelakang. Kita masih saja bingung, bolehkah orang menikah dengan beberapa pasangan? Agama dan tradisi dikeluarkan. Ini juga sia-sia.

Gunakan akal sehat dan rasa keadilan. Jika pria boleh punya banyak istri, dan perempuan harus menerima saja, apakah itu adil? Apakah ini masuk akal? Jika mau konsisten, biarkan perempuan juga punya hak untuk memilih, berapa pasangan yang ia punya. Jangan menggunakan agama dan tradisi untuk menindas orang lain.

Hal keempat yang sia-sia adalah soal ritual berdoa. Di abad 21 ini, silahkan berdoa dengan gaya masing-masing. Asal, jangan sampai menganggu orang lain dan ketertiban umum. Kita hidup di masyarakat majemuk dan beradab. Jangan berlaku tidak beradab. Berdebat soal ini juga hanya buang-buang waktu dan tenaga.

Yang kelima adalah soal kriminalitas. Jika ada orang yang bertindak kriminal atas nama agama, langsung tangkap. Jangan berputar-putar tidak jelas. Ribut soal ini hanya buang-buang waktu dan energi.

Yang keenam adalah soal perempuan. Mengapa banyak agama dan tradisi suka menindas kaum perempuan? Perempuan adalah manusia utuh dan bermartabat. Merekalah sumber kehidupan yang utama. Hargai mereka seutuhnya. Ribut soal ini hanya buang-buang waktu dan energi.

Di Indonesia, terutama terkait soal agama, kita membuang waktu dan energi untuk berdebat sia-sia. Kita fokus pada hal yang tak penting. Lalu, jika tak setuju, kita saling menghina, bahkan membunuh. Tolong, jangan menjadikan agama sebagai alat untuk menjadi tak beradab, atau alat untuk menjadi bertindak kriminal.

Saat Indonesia habis tenaga untuk hal-hal yang sia-sia, bangsa lain sudah mengembangkan kecerdasan buatan. Mobil dibuat otomatis, tanpa pengemudi. Satelit dibentangkan di angkasa untuk memperkuat jaringan komunikasi. Teleskop raksasa diarahkan ke berbagai penjuru semesta, guna mencari pengetahuan-pengetahuan baru.

Elon Musk di Amerika Serikat sudah berpikir untuk memindahkan manusia ke Mars. Kita, katanya, harus menjadi mahluk dual planet. Para teknolog dan pemikir fokus bekerja sama mengembangkan teknologi yang ada. Hasilnya pun sudah mulai terlihat nyata.

Di belahan dunia lainnya, para ahli sedang bekerja keras menemukan energi terbarukan. Mereka tak mau dijajah oleh minyak dan batu bara. Mereka ingin menemukan sumber energi yang abadi untuk semua. Sambil bekerja keras seperti itu, mereka juga berjuang menemukan vaksin untuk COVID19 yang mengguncang tahun 2020.

Wacana tentang upah minimum universal pun berkembang pesat. Para ahli hendak menghancurkan kemiskinan untuk selamanya. Setiap orang mendapat upah dari negara untuk hidup layak. Ini ide brilian yang sudah mulai diterapkan di berbagai tempat.

Ketika dunia maju pesat, Indonesia tetap di tempat. Bahkan, ia melangkah mundur. Kita sibuk dengan hal-hal yang sia-sia, mulai dari nikah beda agama sampai dengan cara berpakaian. Tak heran, bangsa kita tetap miskin dan bodoh di mata dunia.

Kekayaan alam dirampok. Kekayaan budaya diambil. Kita diam dan terus ribut sendiri di antara kita tentang hal yang sia-sia. Jika masih hidup, para pendiri bangsa kita pasti sudah kecewa berat. Mau sampai kapan?

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

27 tanggapan untuk “Agama serta Hal-hal yang Sia-sia”

  1. Saya selalu berpikir kebanyakan orang sangat bergantung pada ‘agama’ (termasuk akan interpretasi mereka tentang Tuhan) karena mereka telah berpikir bahwa agama-lah yang menyelamatkan mereka. Entah dari sengsaranya hidup atau ketidakberdayaan mereka pada saat itu. Banyak orang, terutama dari generasi atas sangat bergantung pada agama karena zaman dulu, ‘hiburan’ hanya dari agama dan politik. Kebanyakan dari generasi di bawahnya hanyalah ‘korban’ dari ajaran sebelumnya. Terima kasih atas tulisan kali ini.

    Suka

  2. Saya tidak sepaham dengan pendapat bpk diatas, pasalnya agama ini adaalah aturan kehidupan untuk kebaikan alam.
    Jika seandainya agama dilepas dr kehidupan, akal cerdas yg mana yang jadi standar kebenaran.
    Bapak mungkin berpwndpat demikian krn menganggap agama ini tidak sempurna. Sejatinya agama ini sempurna mungkin pemahaman kita yg tidak sempurna terhadp agama.
    Bapak ini org cerdas, akan kecerdasan bapak belum sampai memahami maksud agama itu sendiri.

    Suka

  3. Apakah menggunakan agama untuk penindasan perempuan untuk kebaikan alam?

    Apakah menggunakan agama untuk kekerasan dan pembodohan untuk kebaikan alam?

    Akal sehat dan nurani harus diasah. Ini yang paling penting.

    Suka

  4. saya begitu terbahak2 membaca thema diatas.
    begitu pula pendapat saya , dari mula smp achir.
    hanya terpikir, bagaimana org2 “terpelajar” di indo terjerat dgn jebakan agama. merekapun tidak mampu berpikir kritis dan bebas. di karya2 yg lalu sd tertulis remang2 arah dan sebab musabab thema ini.
    saya rasa, system pendidikan dan kalangan membuat manusia menjadi “machluk robot”.
    sayang energie hanya terbuang percuma.
    mir fehlen einfach die worte zu kommentieren. die lage ist schon fest eingefahren. sehr schade für so ein schönes land !!
    terima kasih dan salam hangat !

    Disukai oleh 1 orang

  5. Jika manusia Sudah berpikir dan intelektualnya sudah bekerja maksimal, mustahil beriman. karena iman itu menerima segala sesuatu tanpa mempertanyakan lagi, apalagi membuktikan.
    Tantangan orang awam mempercayai Tuhan sangat mudah, modalnya cuma percaya.
    Yang menderita mempercayai Tuhan adalah kaum intelektual, karena dalam sebagian kesadarannya dia tahu Tuhan itu tidak ada, akibatnya mereka tepaksa berandai-andai dan merasionalkan agar tetap beriman, dan terjadi dusta intelektual. Orang-orang ini biasanya akan mengalami disonansi kognitif (kebingungan karena mempercayai dan memahami sesuatu yang saling bertolak belakang) bahkan ada yang lebih jahat lagi jika berlanjut dengan memanfaatkan agama untuk kepentingan pribadi, itulah fenomena yang terjadi di sekitar kita.

    Suka

  6. Menurut saya apa yang ada di Indonesia dan Amerika kalau kaitannya dengan agama sebenarnya sama saja. Cuma beda perannya saja. Peran bagaimana? Amerika negara untuk diperkaya dan Indonesia negara untuk dipermiskin. Siapa yg menciptakan peran itu? Ya kita semua pasti tau kalau dunia ini dibawah kendali suatu kelompok. Orang2 cerdas akan dibuat seakan ditolak di negara sendiri dan di terima di negara lain yang tentunya akan memperkaya negara lain (misalnya amerika).

    Suka

  7. Saya baru menemukan website ini dari post soal Jaques Derrida untuk tugas kuliah saya, lalu saya baca beberapa artikel, dan saya sampai di sini. Saya senang sekali menemukan blog yang sepemikiran dengan saya. Betul, saya sendiri sudah sempat membawa topik ini ke beberapa perbincangan di kafe–yang seringkali tidak begitu diapresiasi–bahwa orang-orang Indonesia yang terlalu sering membahas dan terlalu sensitif dengan konflik antaragama benar-benar menghambat perkembangan negara kita dan seharusnya kita lebih mementingkan perkembangan di bidang ekonomi, scientific, atau setidaknya kalau mau yang masih se’irama’ dengan agama, filsafat. Bukan berarti agama tidak penting, tapi apakah sungguh efektif untuk mendebatkan sesuatu yang berbasis pada kepercayaan dan bukan rasionalisme??

    Suka

  8. Pandangan Yang Cukup Menginspirasi. Merobek selubung manipulasi yang diagamakan demi melenturkan makna agama pada koreksi.

    Suka

  9. saya suka…saya fans anda…ketika mulai membaca artikel ttg OMONG KOSONG,,hahahaha,,,tapi pak Reza,,bagi saya pribadi…Agama saya Islam tidak seperti itu…kata orang “sesuatu itu tergantung pandangan orang atas sesuatu Itu”…Agama adalah Produk yg Sempurna,,agama itu bukan sekedar Inspirasi..tapi Way of Life,,Ajaran Cara Hidup yg benar…tapi kita saja sebagai “SALES” dari agama Belum Paham benar soal “Produk” yg kita Jual…Salam kenal Mister!!!

    Suka

  10. Hehe.. Kadang saya suka mikir gini, jangan2 konspirasi yang sebenarnya adalah konspirasi itu sendiri. Karena kok kelihatannya sekarang konspirasi makin gampang ditebak. Atau jangan2 agama itu sendiri adalah konspirasi buatan Tuhan. Atau jangan Tuhan yg sekarang kita tau hanya konspirasi untuk menutupi keberadaan Tuhan yang sesungguhnya. hahaha. Pikiran saya terlalu liar.

    Suka

  11. Terima kasih sudah berbagi. Agama perlu dipahami dan dihidupi dengan cara-cara baru yang lebih rasional, terbuka dan kritis. Hanya itu caranya, supaya agama bisa berdampingan dengan perkembangan dunia.

    Suka

  12. semua kegaduhan pertanyaan dan pernyataan pada buah pikir artikel di atas bermuara pada: kemana kita akan kembali pada perjalanan ini? dengan cara apa kita akan sampai ke “tujuan” dengan selamat?. saya pikir, kalau kita tidak mempunyai pertanyaan-2 tersebut, bolehlah kita berlaku sebagaimana buah pikiran dalam artikel yang juga belum tentu mutlak kebenarannya, sesuai versi kebenaran tiap zaman. jika anda, bapak penulis, yang mana?

    Suka

  13. Saya senang sekali membaca tulisan di blog ini. Menurut sya justru Bang Reza harus terus menulis dan berbicara mengenai topik ini agar semakin banyak yang mendapatkan pencerahan dan bisa memakai akal sehat.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.