Doa dan Bungkam yang Mulia

When Silence happens in the Marketplace Painting by Melinda Matyas ...
Melinda Matyas

Oleh Reza A.A Wattimena

Di Indonesia, kita gemar sekali berdoa. Setiap ada bencana, kita berdoa. Setiap ada perayaan, kita berdoa. Doa dianggap mampu menyelesaikan segala tantangan kehidupan.

Gaya berdoanya pun macam-macam. Ada yang berdoa dengan berteriak-teriak ke seluruh penjuru arah. Ada yang berdoa sampai menangis-nangis. Bahkan, ada yang berdoa sampai pingsan, sehingga harus dibawa ke rumah sakit.

Di dalam doa, mintanya pun macam-macam. Ada yang minta, supaya cepat kaya. Ada yang minta, supaya enteng jodoh. Ada yang minta, supaya sehat selalu, dan tak pernah mati, walaupun ingin masuk surga.

Padahal, jika diperhatikan, alam ini sudah penuh dengan apa yang dibutuhkan manusia. Matahari bersinar. Udara segar setiap saat. Sumber daya alam yang kaya untuk menopang kesejahteraan hidup manusia.

Lalu, mengapa kita tak pernah puas? Mengapa kita masih merasa berhak untuk meminta sesuatu kepada Tuhan, bahkan sampai teriak-teriak, atau pingsan? Ini adalah kesalahpahaman mendasar di dalam hidup spiritual kita. Di abad teknologi dan ilmu pengetahuan ini, kesalahpahaman ini tak mau juga pergi.

Ruang Hampa Ilahi

Segala hal lahir dari ruang hampa. Ruang hampa adalah kemungkinan. Para ilmuwan astrofisika menyebutkan materi dan energi gelap (dark energy dan dark matter). Sepanjang sejarah, manusia menyebutnya sebagai Tuhan.

Entitas ini melahirkan segala sesuatu. Galaksi lahir darinya. Bintang dan planet juga lahir dari rahimnya. Manusia, dengan segala kompleksitasnya, pun lahir dari entitas yang misterius ini.

Segala yang dibutuhkan kehidupan pun sudah ada di alam semesta. Bumi menjadi tempat yang istimewa, karena ia mampu menopang kehidupan. Namun, ada kemungkinan juga, bahwa tempat lain pun bisa menopang kehidupan. Di bumi, manusia hanya perlu melatih akal sehat dan nuraninya, supaya ia bisa hidup damai, dan sejahtera.

Ironi dan Bungkam yang Mulia

Namun, karena ketololan dan kesombongannya, manusia tetap meminta. Ia tak pernah puas. Hidupnya penuh kerakusan. Bahkan, kerakusan, kebodohan dan kesombongannya itu, seringkali, dibungkus dengan jubah agama, supaya terlihat suci.

Tuhan dijadikan kacung. Tuhan bisa diperintah untuk mewujudkan keinginan-keinginan dangkal manusia. Bahkan, Tuhan dijadikan budak untuk kerakusan manusia. Sungguh penuh ironi dan tak masuk akal.

Jangan salah paham. Kita tetap harus berdoa. Namun, kita harus berdoa dalam bungkam. Kita menutup mulut kita, ketika kita berdoa.

Kita bungkam di semua tingkat. Kata lenyap. Pikiran tertunda. Ambisi dilepas. Bungkam yang mulia adalah doa yang tertinggi.

Moralitas Alami

Ketika kita bungkam, kita menjadi satu dengan segala yang ada. Doa tak lagi kata penuh kesombongan. Doa tak lagi memperbudak Tuhan. Doa menjadi saat kembalinya manusia ke jati dirinya yang asli, yakni satu dengan segala yang ada.

Apa yang perlu terjadi akan terjadi. Alam dan Tuhan yang menentukan. Manusia bisa bersyukur, sambil tetap berusaha. Usahanya tak datang dari ketakutan ataupun kerakusan, namun dari harmoni dengan segala yang ada.

Inilah dasar bagi moralitas alami. Baik dan buruk tidak lagi mengikuti tradisi secara buta. Baik dan buruk lahir dari batin manusia yang menyatu dengan segala yang ada. Moralitas pun melampaui kekuasaan politik yang dangkal, dan menjadi satu dengan semesta.

Ada kejernihan yang lahir. Kita pun bisa memilih. Ada waktunya diam, dan menerima segala yang terjadi. Ada waktunya bergerak, dan berjuang untuk kebaikan.

Semua ini berawal dari bungkam. Kita bungkam di hadapan semesta. Kita bungkan di hadapan Yang Kuasa. Pada akhirnya, kita pun sadar, bahwa kita selalu sudah bersama dia, Yang tak Terhingga…

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

10 tanggapan untuk “Doa dan Bungkam yang Mulia”

  1. Salam hangat mas Reza
    Tidak terasa sudah lama saya tidak berkomentar si blog ini
    Tetap semangat menulis ya mas

    1. Mas saya mau bertanya, bagaimana pendapat mas reza terhadap hubungan Tuhan dan penderitaan umat manusia? Apakah penderitaan sebenarnya tidak diciptakan manusia, melainkan timbul dari kesalahpahaman manusia? Maksudnya semua “PENDERITAAN” Pada dasarnya lahir dari “kesalah pahaman” manusia sendiri manusia menderita karena mereka belum mehami makna kehidupan itu sendiri?

    2. Bagaimana pendapat mas reza terhadap definisi penderitaan, asal usul penderitaan, dan solusi mengatasi penderitaan? Tentunya dapat dijawab dijawab oleh mas reza dengan bahasa yang mudah dipahami?

    3. Sekedar menagih janji saja 😁😁😁😁 Mas reza masih ingat dengan pertanyaan sebelumnya tentang KESUKSESAN? Apa pengertian sukses menurut mas reza sendiri?

    Saya baru selesai membaca tulisan mas yang berjudul “jika ada Tuhan mengapa ada kejahatan dan penderitaan” terlihat sekali gaya menulis mas Reza yang sekarang sangat berbeda dengan 10 tahun lalu.
    Ngomong-ngomong, mas reza ada membaca ulang tidak karya tulis sendiri yg bertahun-tahun lalu. Sekedar saran aja, mungkin mas reza bisa merangkum tulisan mas reza selama 10 tahun terakhir menjadi 1 esai yang lengkap. Boleh juga merangkum perjalan filosofis mas reza selama bertahun-tahun. Misalnya pandangan mas reza terhadap “Tuhan dan keadilan” yang sekarang tentu berbeda dengan pandangan mas reza 10 atau 20 tahun lalu, nah perkembangan pandangan tersebut dapat dijadikan 1 tulisan. Akan menarik melihat bagaimana perubahan “pandangan” Reza selama bertahun-tahun, bagaimana filosofi reza “muda” berkembang jadi reza “sekarang”. Tulisannya tidak harus biografi melainkan perkembangan (perubahan) pandangan hidup terhadap isu-isu masyarakat sehari-hari.
    Saya sangat menantikan tulisan mas reza yang selanjutnya
    Tetap semangat berkarya dalam situasi pandemi 🙂🙂🙂🙂

    Happy go luck

    Suka

  2. Salam hangat mas Reza
    Tidak terasa sudah lama saya tidak berkomentar si blog ini
    Tetap semangat menulis ya mas

    1. Mas saya mau bertanya, bagaimana pendapat mas reza terhadap hubungan Tuhan dan penderitaan umat manusia? Apakah penderitaan sebenarnya tidak diciptakan Tuhan, melainkan timbul dari kesalahpahaman manusia? Maksudnya manusia menderita karena mereka belum mehami makna kehidupan itu sendiri?

    2. Bagaimana pendapat mas reza terhadap definisi penderitaan, asal usul penderitaan, dan solusi mengatasi penderitaan? Tentunya dapat dijawab oleh mas reza dengan bahasa yang mudah dipahami?

    3. Sekedar menagih janji saja 😁😁😁😁 Mas reza masih ingat dengan pertanyaan sebelumnya tentang KESUKSESAN? Apa pengertian sukses menurut mas reza sendiri?

    Saya baru selesai membaca tulisan mas yang berjudul “jika ada Tuhan mengapa ada kejahatan dan penderitaan” terlihat sekali gaya menulis mas Reza yang sekarang sangat berbeda dengan 10 tahun lalu.
    Ngomong-ngomong, mas reza ada membaca ulang tidak karya tulis sendiri yg bertahun-tahun lalu. Sekedar saran aja, mungkin mas reza bisa merangkum tulisan mas reza selama 10 tahun terakhir menjadi 1 esai yang lengkap. Boleh juga merangkum perjalan filosofis mas reza selama bertahun-tahun. Misalnya pandangan mas reza terhadap “Tuhan dan keadilan” yang sekarang tentu berbeda dengan pandangan mas reza 10 atau 20 tahun lalu, nah perkembangan pandangan tersebut dapat dijadikan 1 tulisan. Akan menarik melihat bagaimana perubahan “pandangan” Reza selama bertahun-tahun, bagaimana filosofi reza “muda” berkembang jadi reza “sekarang”. Tulisannya tidak harus biografi melainkan perkembangan (perubahan) pandangan hidup terhadap isu-isu masyarakat sehari-hari.
    Saya sangat menantikan tulisan mas reza yang selanjutnya
    Tetap semangat berkarya dalam situasi pandemi 🙂🙂🙂🙂

    Happy go luck

    Suka

  3. Salam hangat mas Reza

    Saya mau kasih saran lagi
    Mungkin mas bisa mengulas atau meresensi suatu film menggunakan pendekatan filosofis. Seperti tulisan anda sebelumnya tentang joker (2019). Menurut saya ada banyak sekali film yang cocok dijadikan sebagai media belajar filsafat. Sebut saja film-film seperti: Joker, Zootopia, Death note, Truman show, Matrix (1999), dan memento. Film-film karya Christoper nolan juga sangat bagus.

    Suka

  4. saya sepandang dan mengerti dgn makna karya diatas.
    ingin saya bertanya : 50 thn yg lalu cara “berdoa” juga ttg agama begitu beda dgn sekarang.
    dewasa ini rasanya , gaya berdoa hanya lah utk show, lebih keras lebih mantap.

    mengapa kita begitu buta dan rela diperbudak agama ??

    banya salam !!

    Suka

  5. Selamat Sore Pak Reza.
    Saya mewakili teman-teman dari Akademos, Suatu komunitas kajian Filsafat Mahasiswa Universitas Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara.

    Kami berharap kiranya bapak bersedia untuk memberikan materi dalam diskusi yang akan kami laksanakan melalui media zoom. Kami sangat mengharapkan kesediaan bapak.

    Terima kasih.

    *Balasan dari bapak sangat kami harapkan..

    Suka

  6. Terima kasih ya. Senang menanggapi komen2 anda yang berbobot. Penderitaan itu ciptaan pikiran. Tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada hubungan dengan Tuhan. Sukses berarti memahami, siapa sebenarnya kita ini. Terima kasih atas saran rangkumannya. Saya coba ya.

    Suka

  7. Terima kasih ya. Senang menanggapi komen2 anda yang berbobot. Penderitaan itu ciptaan pikiran. Tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada hubungan dengan Tuhan. Sukses berarti memahami, siapa sebenarnya kita ini. Terima kasih atas saran rangkumannya. Saya coba ya.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.