Indonesia dalam Terkaman Kapitalisme Turbo

Image result for greed surrealism"
Lawrence Paul Yuxweluptun

Oleh Reza A.A Wattimena

Tema percakapan kami terus berulang. Sudah beberapa kali saya dan beberapa sahabat cemas dengan perkembangan yang terjadi di Indonesia. Dengan mudah, di kota-kota besar, ketimpangan sosial antara yang kaya dan yang miskin bisa dilihat. Anda cukup mengendarai kereta api di ibu kota, dan seluruh ketimpangan sosial akan segera tampak di depan mata.

Tak jauh dari ibu kota, tepatnya di Jawa Barat, begitu banyak desa tertinggal dalam kekumuhan. Sarana air bersih dan pengolahan sampah sangat lemah, bahkan nyaris tak ada. Di abad 21 yang serba canggih dan kompleks, masih banyak orang yang buang air besar di kali tempatnya mencuci piring. Tak peduli siapa presiden ataupun partainya, hal ini tak berubah dari tahun ke tahun.

Yang juga menjadi ironi adalah persoalan agama. Di tengah kemiskinan dan kekumuhan yang ada, rumah-rumah ibadah menjulang tinggi dan mewah. Suasana kontras yang berbau ketidakadilan dengan mudah terasa. Pemuka-pemuka agama hidup dalam gelimpangan harta. Sementara umatnya terjebak dalam rantai kemiskinan yang tak kunjung putus.

Mall-mall megah juga tampak menjadi rumah-rumah ibadah baru di abad 21. Gemerlap cahaya lampu menggoda pengunjung untuk merogoh koceknya membeli barang-barang yang tak ia perlukan. Konsumtivisme menjadi agama baru yang tak mengenal suku, ras maupun agama-agama yang sudah ada sebelumnya. Saya sampai sekarang masih terkagum-kagum, betapa toilet mall jauh lebih mewah, daripada rumah sebagian besar rakyat Indonesia.

Kapitalisme Turbo

Inilah salah satu gejala dari tata ekonomi kapitalisme turbo yang menerkam Indonesia. Kata ini muncul dalam buku tulisan Edward Luttwak yang berjudul Turbo-Capitalism: Winners and Losers in the Global Economy. Buku menggambarkan kapitalisme yang begitu cepat merangsek berbagai unsur kehidupan manusia, mulai dari politik, budaya, pendidikan sampai dengan kehidupan pribadi. Terkaman kapitalisme itu kini menjadi tanpa lawan, dan nyaris menjadi total. Ada beberapa hal yang penting untuk menjadi perhatian.

Pertama, sebagai sistem ekonomi, kapitalisme menempatkan modal di atas segalanya. Manusia pun dilihat sebagai modal. Ini dengan mudah ditemukan di dalam konsep human capital untuk menggambarkan kedudukan manusia di dalam roda ekonomi. Segala nilai kehidupan manusia disempitkan untuk mengabdi pada kepentingan pengembangan modal tanpa batas.

Dua, turbo kapitalisme mampu menciptakan ekonomi yang dinamis. Pertukaran barang dan jasa terjadi secara intensif melampaui batas-batas negara. Negara-negara dipaksa untuk mengubah peraturannya untuk mengabdi pada perkembangan modal. Namun, yang sungguh diuntungkan adalah para pemilik modal raksasa.

Tiga, karena peraturan dan hukum yang tunduk pada perkembangan modal, kekayaan lalu tersebar secara tak merata. Para pemilik modal raksasa mampu secara tanpa batas mengembangkan kekayaan mereka secara efisien. Sementara, sebagian besar orang harus hidup seadanya, bahkan menjadi korban dari gerak perkembangan ekonomi yang tanpa batas tersebut. Ketimpangan sosial ekonomi yang besar pun langsung tampak di depan mata.

Empat, dalam gerak modal yang tanpa batas, budaya lokal pun tergerus. Cara hidup lokal yang menopang masyarakat selama ribuan tahun habis dilindas oleh kapitalisme. Apapun yang tak menghasilkan uang, atau mengembangkan modal, siap untuk dibuang keluar. Dalam rapuhnya budaya yang ada, gelombang radikalisme dan kekerasan pun menyusup masuk.

Lima, nilai-nilai luhur kemanusiaan pun lenyap. Ketika budaya dianggap sebagai barang tak berguna, nilai-nilai kehidupan pun luntur. Tidak hanya itu, kemanusiaan hanya menjadi alat pencitraan untuk menutupi kebusukan yang ada. Di balik berbagai praktek korup yang merugikan begitu banyak orang, para pengusaha dan politisi berbicara tentang kemanusiaan dengan suara yang semakin lantang.

Enam, peran para pemimpin politik dan pemuka agama pun kini berubah. Keduanya tidak lagi menjadi teladan moral untuk hidup yang bermutu tinggi, tetapi menjadi pengabdi dari kepentingan kapital yang tanpa batas. Negara menjadi centeng pelindung perusahaan-perusahaan besar. Kepala negara, dan staffnya, menjadi salesman sumber daya alam dan manusia kepada negara-negara asing. Pemuka agama siap mengerahkan massa perusuh dan dukungan terhadap pembayar tertinggi.

Kapitalisme turbo menjungkirbalikkan semua nilai. Apa yang baik dan luhur, kini dianggap tak menguntungkan. Apa yang kotor dan busuk, sejauh itu menguntungkan, justru dianggap baik. Uang dan keuntungan finansial kini menjadi satu-satunya tolok ukur kebenaran dan kebaikan. Inilah yang terjadi di Indonesia dewasa ini.

Mengembangkan Negara Kesejahteraan

Tanpa pemahaman yang tepat, kapitalisme turbo akan terus merusak hidup manusia. Para pelaku utamanya, yakni para pengusaha bermodal raksasa dan politisi korup, akan terus menikmati kekayaan dan kekuasaan di atas penderitaan begitu banyak orang. Di samping itu, kapitalisme turbo semacam ini juga tak akan pernah membawa stabilitas yang mendorong keadilan dan kemakmuran bersama yang lestari.

Di dalam masyarakat kapitalis turbo, krisis adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Bisa dikatakan, krisis ekonomi adalah anak kandung kapitalisme turbo. Maka dibutuhkan beberapa langkah taktis yang tepat, misalnya dengan memperkuat pola negara kesejahteraan (Sozialstaat). Pendidikan dan kesehatan harus semudah dan semurah mungkin didapatkan oleh seluruh rakyat.

Pendidikan dan kesehatan harus dijauhkan dari pola pikir bisnis dan industri. Keduanya adalah pilar penyangga peradaban dan budaya yang berisi nilai-nilai luhur kemanusiaan. Keduanya juga perlu dicegah untuk jatuh ke dalam radikalisme agama. Pendidikan dan kesehatan yang bermutu tinggi dan, sedapat mungkin, bebas biaya adalah jaringan pengaman sosial dari krisis yang terus dihasilkan oleh turbo kapitalisme.

Dibutuhkan pemahaman dan kepemimpinan politik yang kuat untuk mewujudkan hal ini. Sulit rasanya berharap, bahwa seorang pengusaha yang kini menjabat kepala negara, yang juga tak sadar, bahwa ia adalah bagian penting dari kapitalisme turbo, mampu membuat perubahan nyata. Untuk beberapa tahun ke depan di Indonesia, kita hanya bisa melakukan tambal sulam terhadap kerusakan yang dibuat oleh kapitalisme turbo ini.

 

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

12 tanggapan untuk “Indonesia dalam Terkaman Kapitalisme Turbo”

  1. Tulisan yg sgt bagus dan tajam dan kritis. Saya kadang bingung apa kita ini hidup hanya untuk kerja kerja dan kerja tapi ujung2nya masih blm sejahtera. Paling ga negara kesejahteraan salah satu solusi bagus untuk menerjang kekejaman kapitalisme yg katanya ideologi yg bagus untuk kemajuan teknologi

    Suka

  2. Bukankah kekayaan mereka berasal dari pencapaian kerja kerja mereka? Hingga mereka menjadi pemodal besar?
    Haruskah kita anti terhadap kekayaan itu?

    Terkadang aku melihat, orang orang menjadi miskin karena kemalasannya, jika pun miskin akibat “dimiskinkan” aku belum mampu melihatnya secara konstruktif apalagi jika berbicara kebijakan yg mengakibatkannya.

    Sebagian orang bermalas malasan bersama sama mengejek, iri, menyerang secara pribadi
    mereka yg berhasil merintis bisnis dari kecil hingga besar.

    Okelah kita punya dasar negara keadilan sosial, tapi itupun terlalu abstrak bukan? Bagaimana wujud keadilan? Siapa yg nentukan ukurannya dan bagaimana penentuannya?

    Aku pikir kita harus memikirkan/menemukan cara baru untuk menyalurkan altruisme terhadap keadaan sosial kita 🙏

    Suka

  3. sepakat dgn uraian diatas. keadaan yg sangat memilukan hati.
    selagi membaca saya berpandangan, ada baik nya dalam bidang kesehatan semua bebas beaya pengobatan dan keperluan2 proses penyembuhan utk seluruh rakyat dgn fasilitas dan perlengkapan tinggi.
    agama harus dipisah dari politik dan perekonomian, itu hanya hal pribadi.
    halangan burokrasi, korupsi , primodialisme dsb, dsb harus diatasi.
    system pendidikan harus dirubah, dipermodern, bukan hanya buta menghafal, pemikiran sempit spt katak dibawah tempurung harus dibrantas.
    di youtube sd di tayang komentar2 ttg system sekolah yg baik.
    tapi pihak yg berwenang masih tidur lelap, dibuai dgn faktor2 negatip.
    pendapat saya : indonesia di hari depan terbelah dgn 2 bagian (kaya dan miskin ), kaum intelekt dan kaum berkapasitas utk bekerja serius dgn sendiri nya merantau ke negara lain utk mewujudkan apa yg di cita2kan utk berkembang.
    fenomena ini sd berlangsung sejak tahun 50- 60 – an, sampai sekarang.
    die lage spitzt sich zu, es muss etwas geschehen. die verantwortlichen müssen mit voller kraft und unterstützung von allen gesellschaftsschichten eine besserung der lage erreichen.
    nur beten und grosse töne der religiösität helfen erst recht nicht.
    in diesem sinne wünsche ich dir
    ein gutes gelingen ,den mitmenschen die richtige richtung einzuweisen.
    wir sind alle eins !!!
    banya salam !!

    Suka

  4. Banyak orang kaya memperoleh kekayaan dari korupsi dan warisan, yang biasanya juga hasil korupsi atau kolonialisme di masa lalu. Ini yang harus diperhatikan. Dan, kekayaan seseorang diperolehnya dari masyarakat luas, maka masyarakat luas pun harus merasakan kemakmuran yang ada. Inilah ide inti keadilan sosial. Ide ini memang perlu untuk diterjemahkan terus menerus di jaman yang terus berubah.

    Suka

  5. Selamat siang,
    Jika anda pergi ke desa atau melewati perkampungan mereka dan berpikir untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu, menurut saya itu terlalu awal untuk membuat kesimpulan seperti itu.
    Anda perlu hidup bersama mereka bertahun tahun dan anda akan tahu dari segala aspek dengan lengkap mengapa orang-orang yang tinggal di daerah tertentu sulit untuk maju.
    Maksud saya bahwa penyebab dari kesejahteraan yang tidak merata tidak melulu dari luar diri orang tersebut tapi dari dalam diri orang tersebut juga sangat penting.

    Suka

  6. ingin saya memperbaiki komentar saya diatas.
    teringat saya artikel negara maju yg asal mulanya morat marit dan begitu miskin.
    korea selatan setelah mengalami pemecahan, mengalami kemiskinan dan kekejaman politik/ekonomi dewasa ini negara tsb bahkan dlm perekonomian lebih maju dp jepang.
    negara cina dgn sejarahnya kumintang dan kujantang, sejak itu arah politi/ekonomi selalu berubah tanpa arah yg jitu, pemimpin partei bergantian keluar masuk penjara, rakyat disiksa habis2an dlm kemiskinan dan dlm hidup .
    sekr di cina keadaan begitu membaik, cukup sandang pangan di seluruh pelosok.
    singapore, negara dithn 50 an yg begitu morat marit, negara perampok, judi, dan kejahatan2 lain toch bisa diarah kan yg baik.
    dewasa ini mungkin2 bangladesh dalam taraf maju, walau kemiskinan merajalela.
    korupsi selalu ada sbg pendamping manusia spt baju sehari2, tapi setidak2 nya dibatasi dan dipersulit.
    di negara2 maju juga banya faktor negativ, yg tidak bisa disebut semua dan konkret.
    negara2 maju bukan utk di sembah, spt umumnya di indonesia.
    tapi ada baik nya, kita ambil apa yg baik, dan kita jalankan.
    saya harap koreksi pandangan saya dari pengkomentar2 lain, kl arah saya nyeleweng !!
    banya salam !!

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.