Pikiran dan Pembebasan

Alessandro Tognin

Oleh Reza A.A Wattimena

Pikiran itu amat perkasa. Ia bisa membuat surga terasa seperti neraka, dan neraka terasa seperti surga. Begitulah kata John Milton. Pikiran bisa membuat rumah nyaman terasa seperti penyiksaan. Ia bisa membuat gubuk sederhana terasa seperti istana yang membahagiakan.

Para pemikir sepanjang sejarah sudah lama sadar, bahwa pikiran manusia yang membentuk dunia. Warna dan bentuk tidak ada di dalam kenyataan. Keduanya adalah ciptaan dari pikiran manusia. Jika anda mengira, bahwa apa yang anda lihat adalah nyata, maka anda sudah tertipu oleh pikiran anda sendiri.

Pikiran

Namun, pikiran bukanlah sesuatu yang mengambang di udara. Ia tertanam erat di dalam otak manusia. Ada banyak bagian dari otak manusia. Yang relevan untuk pemahaman kita adalah bagian otak yang disebut sebagai Frontal Lobe yang terletak tepat di dahi kita. Fungsinya adalah untuk berpikir, menata, berbicara, bergerak, menyelesaikan masalah, mengingat dan mengelola emosi.

Walaupun tertanam dalam otak, fungsi pikiran sendiri amatlah kompleks. Jika dilihat lebih detil, ada sembilan bagian dari pikiran, sesuai dengan fungsinya. Lima bagian pertama adalah panca indera manusia, termasuk penglihatan, pendengaran, pencecap, perasa dan pembau. Perlu diketahui, bahwa organ indera terhubung langsung dengan pikiran sebagai pengelola informasi.

Bagian keenam adalah kesadaran konseptual untuk menciptakan konsep. Bagian ketujuh adalah kesadaran penilaian untuk membantu membuat pembedaan antara berbagai hal di kenyataan. Bagian kedelapan adalah ingatan yang menampung semua informasi yang ada. Bagian kesembilan adalah kesadaran murni yang tak tersentuh oleh ingatan, maupun oleh akal budi.

Filsafat

Apa kaitan pikiran dengan filsafat? Ada banyak pemahaman tentang filsafat. Ia merupakan ibu dari semua ilmu pengetahuan, sebagaimana kita kenal sekarang ini. Filsafat merupakan upaya untuk memahami dunia dengan menggunakan akal budi secara sistematik, kritis dan komprehensif. Tujuan utama filsafat bukan hanya menghasilkan pengetahuan, tetapi juga kebijaksanaan.

Dalam arti ini, kebijaksanaan adalah kebebasan dari kebodohan dan kemiskinan. Kebodohan akan menghasilkan kesempitan berpikir. Ini akan menghasilkan diskriminasi dan kekerasan terhadap perbedaan. Kemiskinan juga merupakan sumber dari banyak masalah sosial, mulai dari masalah kesehatan, kriminalitas sampai dengan terorisme.

Kebijaksanaan juga merupakan kesadaran sosial. Artinya, orang paham akan keadaan masyarakat secara umum. Ia juga paham akan hubungannya dengan keadaan tersebut. Lalu, ia bisa melakukan hal-hal yang perlu untuk melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik.

Namun, pikiran tidak akan menghasilkan pembebasan total. Sampai batas tertentu, ia amat membantu di dalam membebaskan manusia dari berbagai bentuk belenggu kehidupan. Namun, jika berhenti di pikiran, orang akan cenderung jatuh ke dalam berpikir dan menganalisis berlebihan. Ini merupakan akar dari segala penderitaan hidup, mulai dari stress, depresi sampai dengan keinginan bunuh diri. Pikiran perlu dilampaui, supaya pembebasan total bisa diraih.

Melampaui Pikiran

Melampaui pikiran berarti menyentuh unsur kesembilan, yakni kesadaran murni. Terdengar sulit, tetapi sebenarnya ini amat sederhana. Kesadaran murni adalah kesadaran yang mengamati segala yang terjadi saat ini. Ia mengamati tanpa ingatan, dan juga tanpa penilaian.

Dengan mengamati seperti ini, orang akan bisa melihat dunia sebagaimana adanya. Segala cerita dan mimpi tentang kenyataan akan secara alami kehilangan pengaruhnya bagi hidup. Salah satu yang paling penting adalah dengan menyadari, bahwa segala bentuk pikiran berakar pada ego, dan ego adalah ilusi. Ketika ini disadari, maka pembebasan total pun sudah diraih.

Ini bukan hanya merupakan argumen filosofis. Penelitian-penelitian ilmiah juga sudah membuktikan hal ini. Ego adalah bayangan semata yang lahir dari kebiasaan. Ia bukanlah kenyataan.

Dengan melampaui pikiran, dan menyadari ketiadaan dari ego, orang justru bisa berpikir lebih jernih, lebih kritis dan lebih sistematik. Ia tidak berpikir atau menganalisis berlebihan. Ia terbebas dari penderitaan hidup. Ia mengalami pembebasan, tidak hanya bebas dari kebodohan dan kemiskinan, tetapi juga dari derita batin yang begitu menyiksa.

Tawaran yang (sayangnya) amat dibutuhkan oleh manusia-manusia abad 21.

 

 

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule fรผr Philosophie Mรผnchen, Philosophische Fakultรคt SJ Mรผnchen, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

18 tanggapan untuk “Pikiran dan Pembebasan”

  1. Terima kasih atas,paparannya mas,Reza ,saya punya anekdot sederhana atas paparan mas Reza, jika kita mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengekspos mekanisme pemrograman mental ini yang dimanifestasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita akan mengambil langkah penting pertama untuk membebaskan diri dari rantai psikologis yang memperbudak kita.
    Adapun anekdot itu berbunyi : “Kita tidak perlu benar-benar turun ke neraka untuk menghadapi iblis,iblis yang harus kita perjuangkan untuk mencapai kebebasan kita, sudah ada di sini, di dalam kepala kita,yang berubah menjadi mekanisme bawah sadar yang menaklukkan kita sepenuhnya.” Dan manifesto-manifesto pembebasan besar, maupun teori-teori politik, spiritual, atau esoteris yang besar yang ingin dituliskan banyak orang untuk memulai “pembebasan besar umat manusia” tidak akan ada gunanya, jika kita tidak mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengekspos mekanisme pemrograman mental, yang pada akhirnya ternyata kita memulai “perjuangan” ini dengan mekanisme sehari-hari yang dipasang dengan nyaman ini dalam pikiran kita dan kondisi semua kegiatan, keinginan dan pikiran kita, sampai menjadi sesuatu yang mirip dengan robot biologis(zombie psikologis) yang didedikasikan untuk merespons secara refleks dan dikondisikan untuk rangsangan sosial.
    Produksi massal, kapitalisme, pendewaan uang, teknologi, dan materi, dll., Membutuhkan kepasifan tertentu, keadaan konsumen tertentu, untuk meninggalkan agensi, agar individu melihat diri mereka sebagai bagian dari perusahaan besar. mereka sebagai mesin yang hanya berupa potongan dan sebelum itu mereka tidak bisa melakukan apa-apa hanya manusia fordisme_
    _(mengharuskan manusia untuk selalu memperhatikan produk dan, oleh karena itu, , asosiasi kebahagiaan dengan konsumsi.)_
    Dan, tentu saja, ketika terjadi bahwa massa mengambil kekuasaan politik, maka kebahagiaanlah yang diperhitungkan dan bukan keindahan dan kebenaran.

    Tabya pun
    Salam hangat

    Rahayu…

    Suka

  2. uraian yg sangat menarik.
    kl kita tahu, ego tidak lain hanya bayangan, pikiran kita, ada baik nya kita sadar utk mengecilkan ego sebisa mungkin.
    kita tahu, mengkikis ego habis2 an,
    juga tidak mungkin, sbb ego adalah bagian dari hidup kita.
    sedikit daya upaya utk sadar walau tidak mungkin mutlak, tapi effekt sangat dahsyat !! selamat “berlatih”.
    salam hangat !!

    Suka

  3. Assalamualaikum gus. Bagaimana pandangan gus terhadap filsuf Rocky Gerung?๐Ÿ™๐Ÿป

    Sen, 26 Agt 2019 pukul 10.28

    Suka

  4. Ketika seseorang dikendalikan oleh pikiran, maka mereka hidup dalam jajahan pikiran mereka sendiri.Dan jika kita yang mengendalikan pikiran kita, maka kita hidup dalam kebebasan berpikir.Melampaui pikiran…

    Suka

  5. Terima kasih sekali uraiannya. Ini sangat dalam, dan penuh kebijaksanaan. Saya sepenuhnya sepakat. Pembebasan politik tak akan banyak berarti, tanpa pembebasan batin dari dorongan-dorongan kerakusan dan ketidakpedulian. Salam hangat selalu.

    Suka

  6. Prof, saya minta izin tulisan prof untuk dijadikan referensi karya tulis saya, boleh? Saya mulai tertarik untuk menulis, prof. Terima kasih

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.