Tentang Kesalahan-Kesalahan dalam Hidup

Tara Minshull

Oleh Reza A.Awattimena

Apakah ada kesalahan dalam hidup? Kita sering mengira, bahwa kita telah salah memilih. Kita tidak sungguh mempertimbangkan semua unsur di dalam keputusan kita. Ketika merasa rugi, kita lalu menyesal.

Penyesalan adalah salah satu sumber utama penderitaan. Banyak orang tersiksa batinnya, karena penyesalan menggerogoti pikirannya. Sejuta pelarian pun dicarinya, mulai dari narkoba sampai bunuh diri. Bagaimana kita memahami kesalahan-kesalahan di dalam hidup?

Tentang Moralitas

Secara umum, kesalahan adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan moralitas. Karena moralitas merupakan dasar hukum, maka kesalahan pun juga berarti segala perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Pandangan ini sederhana, dan diterima begitu saja oleh banyak orang. Namun, ada masalah disini.

Moralitas, dan juga hukum, terus berubah. Apa yang boleh dilakukan dulu, kini tak boleh lagi dilakukan. Sebaliknya pun juga benar. Apa yang dulu tak boleh dilakukan, kini menjadi hal biasa. Moralitas adalah sesuatu yang relatif.

Sebuah masyarakat melarang satu tindakan. Masyarakat lain memperbolehkannya. Banyak sekali contoh yang bisa dideret. Jika orang menjadikan moralitas semacam ini sebagai pijakan, hidupnya akan dipenuhi kebingungan, dan bahkan kemunafikan.

Ada jenis moralitas lainnya yang tidak berpijak pada apa kata masyarakat. Moralitas ini muncul dari kemanusiaan kita sebagai mahluk semesta. Ia berpijak pada hukum-hukum yang menggerakan alam semesta. Ia tidak melarang dan menjajah, melainkan merawat dan menumbuhkan.

Moralitas semacam ini hanya berisi satu hal, yakni „kehidupan“. Ketika orang menyentuh kehidupan di dalam dirinya, ia akan secara alami menghidupi moralitas ini. Perasaan damai yang lestari, dibarengi rasa welas asih terhadap semua kehidupan, akan langsung mengalir di dalam dirinya. Jika dilihat lebih dekat, hidup sejalan dengan moralitas alami inilah yang merupakan tujuan terluhur hidup manusia.

Tentang Kesalahan

Di hadapan moralitas ciptaan masyarakat, tidak ada kesalahan yang mutlak. Yang ada adalah proses belajar terus menerus. Orang berusaha memperbaiki dirinya, tanpa pernah menyentuh kesempurnaan. Namun, sampai batas tertentu, moralitas sosial mesti dilampaui.

Di hadapan moralitas alami, ada kesalahan yang bersifat mutlak. Ketika orang tenggelam dalam hidup yang dangkal, dan tak menyentuh kehidupan di dalam dirinya, maka ia telah melakukan kesalahan. Ia telah menyia-nyiakan hidupnya. Ia tenggelam pada kedangkalan dan kenikmatan semu kehidupan yang selalu berujung pada ketidakpuasan.

Penyesalan terdalam bukanlah melanggar moralitas ciptaan masyarakat. Itu semua bersifat relatif, dan terus berubah. Penyesalan terdalam adalah, ketika orang tak menggunakan hidupnya untuk menyentuh kehidupan yang lebih dalam daripada sekedar ambisi dan kenikmatan semu.

Menyentuh Moralitas Alami

Bagaimana menyentuh moralitas alami, yakni “kehidupan” yang tidak hanya ada di dalam diri manusia, tetapi semua mahluk? Seluruh spiritualitas Asia hendak menjawab pertanyaan ini. Tujuan filsafat dan spiritualitas Asia bukanlah merayu Tuhan untuk memasukan manusia ke surga, melainkan pembebasan manusia dari semua belenggu yang memenjara dirinya, termasuk belenggu moralitas, kemunafikan dan penderitaan.

Ada dua hal penting disini. Pertama, moralitas alami menuntut revolusi batin yang mendasar. Orang memecah ego pribadinya, dan menyentuh jati dirinya yang asli. Ketika ego pribadi lenyap, atau tertunda, orang akan sadar, bahwa ia adalah alam semesta itu sendiri.

Pada titik ini, moralitas alami muncul. Ia berpijak tidak pada larangan dan aturan yang tak masuk akal, melainkan pada “kehidupan” dan rasa welas asih pada semua mahluk. Pembalikan ego semacam ini disebut juga sebagai pencerahan batin. Inilah tujuan tertinggi dari semua tradisi filsafat dan spiritualitas Asia.

Dua, moralitas alami menuntut orang berbalik arah. Pencarian tidak diarahkan ke luar, misalnya dalam bentuk kekuasaan, harta ataupun kenikmatan sesaat. Pencarian diarahkan ke dalam diri, yakni ke dalam proses kesadaran yang merupakan inti kehidupan itu sendiri. Orang lalu hidup dari titik ini, walaupun perubahan dan jatuh bangun kehidupan menghadang.

Di titik ini, tak ada lagi niat untuk mengontrol kehidupan. Semua datang dan pergi. Orang mengamati dengan penuh kesadaran. Ada kedamaian dan kejernihan muncul secara alami dalam diri.

Ketika moralitas ciptaan masyarakat dilampaui, orang lalu sampai pada satu kebenaran sederhana. Satu-satunya kesalahan dalam hidup adalah tidak menggali lebih dalam unsur spiritual yang berada di dalam diri manusia. Satu-satunya kesalahan dalam hidup adalah hidup secara dangkal dalam kubangan ambisi dan kerakusan yang merusak kehidupan. Di luar itu, semua adalah relatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

10 tanggapan untuk “Tentang Kesalahan-Kesalahan dalam Hidup”

  1. Mungkin bukan hidupnya yg harus diperiksa, tapi cara kita memandang dan menjalani hidup yg harus diperiksa, supaya tidak dangkal…

    Suka

  2. penjelasan diatas mudah dimengerti.
    saya sepaham. selagi membaca teringat , bagaimana diri sendiri mengalami/menghadapi penyesalan ? menurut hemat saya, penyesalan tidak lain dari cengkeraman dimasa lalu, kita begitu terikat dgn primordialisme (mungkin bisa disalah ngerti, sbb apa yg mau saya jelaskan sulit utk diterangkan dgn kata2).
    dgn kesadaran hidup dari saat ke saat, hilanglah penyesalan.
    kita selalu mulai dari permulaan lagi. (anfängergeist)
    teringat saya “bendowa – dogen” !
    salam hangat !!

    Suka

  3. Jika dihbungkan dgn spiritual Sufi islam maka sangat efektif dalam pendidikan yang membentuk moralitas alami yang dpt meredam egoisme serta ambisi pribadi

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.