Manusia Abad 21

spiritueux magazine

Oleh Reza A.A Wattimena

Banyak orang bertanya, apa minat penelitian saya? Saya tidak bisa menjawab secara lugas. Di abad ini, semua orang memiliki minat khusus. Saya tidak. Saya belajar semuanya, mulai dari politik, sejarah, budaya, seni, keamanan siber, kajian agama, spiritualitas dan sebagainya, tergantung dorongan hati dan kebutuhan profesional. Bisa dibilang, minat khusus saya adalah “kehidupan secara menyeluruh”.

Saya juga sulit menjawab, ketika orang bertanya, apa agama saya. Saya dilahirkan di dalam keluarga Katolik. Namun, minat saya merentang jauh dari ajaran Katolik, dan menyentuh Zen, Buddhisme, Yoga, Vedanta, Sufi Islam, Kabbalah Yahudi, Kejawen, Sunda Wiwitan dan masih banyak lagi. Agama saya tidak bisa dipenjara dalam satu konsep yang dipaksakan pemerintah kepada rakyatnya.

Tentu saja, banyak orang bingung dengan jawaban saya. Namun, saya sama sekali tak merasa, bahwa ini adalah kelemahan. Sebaliknya, ini justru adalah kekuatan saya, yakni menjadi manusia pelintas batas. Dan di abad 21 ini, keberadaan manusia pelintas batas justru amat dibutuhkan.

Abad 21

Abad 21 ini ditandai oleh setidaknya empat hal. Pertama, abad 21 adalah abad yang kompleks. Agama dan moralitas tradisional mengalami perubahan besar. Pegangan hidup menjadi longgar, karena perubahan yang begitu cepat di berbagai bidang kehidupan. Hancurnya tata nilai lama menggiring manusia pada ketidakpastian hidup yang mencekam.

Dua, abad 21 adalah abad yang majemuk. Hampir tidak ada lagi masyarakat homogen di dunia ini. Beragam orang, dengan beragam nilai, hidup bersama di berbagai belahan dunia. Hukum menjadi pengikat dari hidup bersama, yakni hukum yang dibentuk dengan cara-cara yang demokratis.

Tiga, radikalisme dan terorisme agama menjadi masalah besar di abad 21. Ketika saya menulis, Sri Lanka sedang mengalami teror bom besar yang membunuh lebih dari 200 orang di beberapa gereja Katolik dan tempat umum lainnya. Diduga, pelaku serangan adalah kelompok Islam garis keras. Dalam konteks yang lebih luas, radikalisme di dalam agama Islam dan juga Kristen berkembang amat pesat di abad 21 ini.

Empat, di abad 21, perkembangan teknologi informasi, transportasi dan komunikasi mendorong proses globalisasi di berbagai belahan dunia. Budaya lokal tercabut dari akarnya, bahkan lenyap. Perkembangan bioteknologi melahirkan kecerdasan buatan yang bisa melakukan banyak pekerjaan manusia dengan jauh lebih cepat. Ancaman pengangguran pun tersebar secara global.

Pelintas Batas

Dengan empat hal di atas, maka masuk akallah untuk menjadi manusia abad 21, yakni manusia pelintas batas. Ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kompleksitas abad 21 menuntut orang untuk siap belajar berbagai hal. Kemampuan tertinggi di abad 21 ini adalah kemampuan untuk terus mengubah diri, dan terus belajar. Jika tidak, orang akan hanyut dalam gelombang perubahan, dan ketinggalan kereta kemajuan, bahkan terjebak dalam kelompok radikal, dan menjadi teroris.

Dua, menjadi manusia pembelajar berarti menjadi manusia pelintas batas. Orang boleh menguasai satu bidang keilmuan. Tapi, ia mesti juga memiliki pengetahuan umum yang luas tentang kehidupan. Orang boleh memeluk satu agama. Tapi, ia juga mesti membuka mata terhadap berbagai kebijaksanaan yang amat indah di agama-agama lainnya. Hanya dengan begitu, orang terhindar dari radikalisme agama maupun fanatisme sempit dalam segala bentuknya.

Tiga, manusia pelintas batas adalah manusia yang kritis dan rasional. Ia tidak bisa ditipu oleh hoaks dalam berbagai bentuknya. Ia menggunakan akal budinya untuk mempertimbangkan secara adil berbagai perubahan yang muncul. Ia memiliki sikap ilmiah, namun tetap memiliki sikap welas asih dalam kesehariannya.

Empat, manusia abad 21 juga adalah manusia spiritual. Di tengah ketidakpastian yang begitu besar, orang perlu spiritualitas dalam hidupnya. Spiritualitas membuat pikirannya jernih, walaupun banyak tantangan menghadang. Di tengah berbagai perubahan dan ketidakpastian, spiritualitas adalah kunci utama untuk kesehatan jiwa.

Memang, saya punya banyak sekali minat, hampir tak terbatas. Saya mendalami beragam agama, dan akan terus melakukannya. Saya adalah manusia pelintas batas. Saya adalah manusia abad 21.

Bagaimana dengan anda?

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

36 tanggapan untuk “Manusia Abad 21”

  1. karya diatas adalah jalan hidup saya, sangat tepat penjelasannya.
    sewaktu remaja saya katolik buta condong ke fanatismus. suatu ketika ratio mulai mulai bekerja dan semua keyakinan/kepercayaan berganti dgn keragu2 an dan “pencarian” selama 30 tahun. dengan tahap dewasa inipun saya tidak mencekam, tetap terbuka utk perkembangan / perubahan hidup selanjut nya. baru terasalah bahwa hidup benar2 tak terbatas. ternyata saya bertemu begitu banya rekan2 dari aliran apapun. fundamentalismus, radikalismus beda bangsa/suku, fanatismus dll, sangat asing dan jauh
    walau dlm sejarah, budaya sdh tertulis sejak manusia berada didunia, contoh zaman romawi, kaum parisäer dll.
    terima kasih atas karya yg bermakna.
    selamat paskah dan salam hangat !
    tumbuh2an bersemi, burung berkijau sebelum matahari terbit, 2 kucing mulai menghirup udara bebas diluar, mengamat2 i alam sekeliling.
    begitulah hidup dgn harapan yg bersemi !!

    Suka

  2. wah, terima kasih Pak untuk tulisannya. Sebagai salah satu penanya, saya juga ingin bertanya Pak. Sebetulnya tulisan bapak juga berkenaan dengan apa yang saya gumuli sekarang. Saya sedang bergumul untuk memilih tujuan studi dan tentu saja saya banyak mendapat tekanan agar punya spesifikasi minat, dan itu sungguh memberatkan saya.

    Tapi saat saya berusaha untuk bisa menemukan spesifikasi, saya diperhadapkan dengan tuntutan beban hidup yang amat besar di hadapan (daerah) saya di Nusa Tenggara Timur seperti kemiskinan, stunting, pendidikan, fasilitas publik dan lain sebagainya. Apakah dengan menentukan spesifikasi masih bisa membantu saya ikut bergumul dengan persoalan tadi, atau saya harus ikut prinsip bapak tadi. tetap ahli sambil ikut berenang pada samudera pengetahuan lainnya?

    Apakah bapak setuju jikalau orang bilang kalau Eropa merupakan pohon ilmu dunia, orang maju ilmunya kalau studi di sana.

    Terima kasih Pak.

    Suka

  3. Saluuttt..buat bung Reza semoga selamanya mampu mempertahankan manusia melampaui di tengah mindcontrol dan matrix yang ada di tengah agenda 21 dan 2030 ini
    Di tengah aliran saintisme yang ada .
    Dimana pengetahuan jadi tujuan
    Dimana pengetahuan jadi agama

    Tabya pun

    Yoes €lang Roesmana …

    Suka

  4. Didalam ruang murni, saya ucapkan saya mengasihi manusia universal seperti bapak.
    terimakasih, atas suguhan karya nya, salam hormat, terimakasih pencerahan nya🙏

    Suka

  5. Saya yakin saya adalah manusia pelintas batas, saya juga berharap prediksi anda dlm tulisan ini benar. Karena kalau tidak saya akan hanyut di dalam nya. Salam pengetahuan dari saya Pak Reza..

    Suka

  6. Ya. Mas struktur detik ini, dapat berubah seiring perubahan wacana, mereka sering bilang disrupsi, post struktural, atau ketika terkotak mana mungking kita dapat cepat tanggap dan adaptif. Dan saya masih perlu banyak berlatih… Salam 😊🙏

    Suka

  7. manusia pelints batas yg tak memberikan batas pada dirinya untuk terus belajar Dan penasaran akan segala hal.
    manusia yg selalu penasaran Akan segala hal
    sejalan Dengan filasafat yg selalu merasa penasaran akan semua hal yg ada di dunia
    yg terus berkembang
    💧
    🌱
    Salam hangat kak reza

    Suka

  8. Saran saya, mas Reza mungkin bisa membahas mengenai kesetaraan gender mulai dari: penyebab ketidakseteraan gender, solusinya, implikasi kebijakan yang adil bagi semua gender. Mas Reza bisa juga membahas langsung saja isu-isu terkait feminisme.

    Salam hangat

    Suka

  9. Salam damai Mas Reza
    Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan
    1. Bagaimana opini mas Reza mengenai “konsep necessary evil” dan “devil’s advocate”??
    2. Menurut mas Reza sendiri apa cara paling sederhana untuk tidak terjebak dalam dualisme berpikir??

    Suka

  10. Salam damai
    Mas Reza saran saya, mas mungkin boleh menulis artikel mengenai kejahatan misalnya konsep “necessary evil”.

    Suka

  11. Kalau menurut saya, minat khusus mas Reza adalah filsafat/BERPIKIR.

    hahahaha

    Salam damai Mas Reza

    Suka

  12. Sekedar saran aja Mas
    Mungkin mas bisa membahas isu-isu lingkungan misalnya global warning dari sudut pandang filsafat

    Suka

  13. Bnr Bpk adalah Manusia lintas agama, tp bhsa dan cara penyampaian Bp spt org katolik yg bljr Filsafat. Sy pikir Bp seorg pastor awalnya. Kebetulan sy jg lahir dr rahim Filsafat Pak.. Profisiat utk Pikiran2nya, sy salut.

    Suka

  14. Sependapat dengan bapak. Bahwa di zaman ini mau tdk mau kita harus senantiasa bljr hal baru. Tentu sj ini membutuhkan pengorbanan yg cukup besar. Namun, bila tdk dilakukan resiko tertinggal kereta peradaban adalah imbalan yg akan diterima kelak..

    Suka

  15. Beta merasa ada keganjalan jika memncaplok semua oengetahuan tanpa ada yang lebih spesifikasi. Adakah oenjelasan yang lebih mendalam mengemai manusia oelintas batas? Sebab banyak orang yang beranggapan, bahwa belajar dan menjadi manusia sunyi itu jalan terbaik.

    Suka

  16. Terima kasih Jear. Kebijaksanaan tertinggi adalah bertindak kontekstual. Apa yang perlu dilakukan saat ini dan disini? Itu yang harus menjadi acuan. Jika waktunya menjadi spesialis, yah silahkan. Jika waktunya menjadi seorang pemikir global, yah silahkan. Inilah inti berpikir kontekstual. Eropa baik. Jika ada kesempatan, silahkan coba disana. Salam hangat Jear.

    Disukai oleh 1 orang

  17. Sebenarnya, istilah-istilah itu kerap membingungkan, dan tidak membantu. Cukup amati apa yang terjadi saat ini, dan lakukan apa yang perlu dilakukan. Berpikir lintas batas juga berarti berpikir kontekstual. Salam hangat selalu.

    Suka

  18. Terima kasih.
    1. Devils advocate penting untuk memurnikan pendapat dan pikiran kita, sehingga tidak berat sebelah, dan menjadi fanatik pada satu pandangan tertentu. Necessary evil adalah panduan keputusan terakhir. Ketika sesuatu itu jelek, dan tak ada pilihan lainnya, namun penting untuk dicapai, maka necessary evil menjadi pilihan terakhir.
    2. Kembali ke saat ini. Gunakan panca indera untuk kembali ke saat ini.

    Suka

  19. sangat menarik membaca komentar2 lain. teringat saya dengan cerita2 zen lama , diantaranya buku2 “suci” yg dibakar oleh zen master. dari cerita2 tsb kita bisa tarik kesimpulan, apa inti jalan spiritual sebetulnya.
    salam hangat !!

    Suka

  20. Hallo bang reza, mau tanya, apakah filsafat itu bisa di pelajari secara otodidak??,, dan sori jika saya sdh mengharapakan jawaban anda adalah “ya”, dan jika ya, mulainya dari mana??, mohon tanggapannya, trima kasih

    Suka

  21. sedikit bercerita bung, sebelum saya menjadi moderat dan kosmopolis, saya sempat terjebak di dalam ideologi fanatis yang membuat saya sangat radikal dan sangat membenci perbedaan itu sendiri, itu karena saya di besarkan melalui islam yang sangat tradisionalis yang melihat segala sesuatu secara eksklusiv, namun seiring berjalanya waktu melalui filsafat, dan pandangan ideologi lainya melalui buku-buku yang saya baca, saya menjadi sangat lentur dan mencintai kemanusiaan itu sendiri, kini saya dapat menempatkan sifat keterbukaan saya melaui menjalin relasi, dialog terhadap manusia dari berbagai macam latar belakang RAS tanpa menempatkan sikap kebencian saya kepadanya, saya membaca tulisan anda dengan kedua kecendrungan pertama, manusia abad k-21 membuat manusia bergerak di dalam arah moderat, tetapi di satu sisi menempatkan manusia di dalam sikap konservatisme yang sangat ekstrim, hal ini adalah implikasi dari dampak lahirnya nilai-nilai baru yang di bawakan oleh proses globalisme itu sendiri. sallam

    Suka

  22. Secara sistematik, filsafat kiranya harus dipelajari di dalam sebuah komunitas. Belajar sendiri bisa menjadi sebuah langkah awal, misalnya dengan menekuni tulisan-tulisan di website ini. Langkah berikutnya adalah mulai dengan meragukan semua pandangan yang telah dipegang erat selama ini. Berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang sudah dianggap pasti. Salam.

    Suka

  23. terima kasih sudah berbagi. Globalisasi memang mengancam nilai-nilai komunitas yang sudah ada sebelumnya. Salah satu reaksinya adalah konservatisme dan radikalisme. Ini memang menjadi tantangan kita bersama.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.