Menunggu itu Zen

NYWA ART PROJECT

Oleh Reza A.A Wattimena

Hidup ini menunggu. Sewaktu janin, kita menunggu untuk dilahirkan ke dunia. Sewaktu kita kecil, kita menunggu untuk menjadi dewasa. Begitu seterusnya, sampai ajal tiba.

Di kehidupan sehari-hari, menunggu pun merupakan bagian penting dari hidup. Kita menunggu transportasi untuk mengantarkan kita ke tempat kerja. Di tempat kerja, kita pun menunggu untuk bisa menyelesaikan pekerjaan kita, dan, jika mungkin, bisa naik pangkat. Mulai dari antri di berbagai tempat, sampai menunggu jodoh, menunggu menjadi bagian besar dari hidup kita.

Namun, menunggu tentu butuh kesabaran. Ini yang kiranya tidak dimiliki banyak orang. Menunggu adalah hal yang melelahkan dan membosankan. Jika terus dilakukan, menunggu bisa menciptakan kemarahan yang berbuah penderitaan dan konflik.

Tentu saja, menunggu bisa menjadi hal yang menyenangkan, asalkan kita memiliki pola pikir yang tepat. Menunggu bisa menjadi sebuah meditasi, yakni Zen. Zen adalah bagian dari Buddhisme dan Taoisme yang kemudian menyebar ke Cina dan Asia Timur. Intinya adalah meditasi yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari.

Menunggu itu Zen

Tentang ini, ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menunggu bukan hanya soal waktu. Menunggu adalah sebuah sikap batin. Sebagai sebuah sikap batin, menunggu adalah sikap penuh harapan terhadap masa depan. Menunggu dalam harapan akan secara alami membawa kita pada meditasi.

Dua, menunggu hanya mungkin, jika batin kita sederhana. Artinya, kita bisa menjaga jarak dari pikiran dan emosi yang datang dan pergi. Kita bisa menjaga jarak dari bayangan dan ingatan yang menghantui. Batin yang sederhana ini adalah kunci kedamaian dan kejernihan.

Tiga, batin yang sederhana berarti, orang memiliki pandangan yang tepat tentang dirinya sendiri. Orang yang sombong, biasanya adalah orang-orang terdidik dan kaya, akan sulit memiliki batin yang sederhana. Kesombongannya menciptakan banyak bayangan yang membuat ia merasa lebih penting dari mahluk hidup lainnya. Orang semacam ini tak dapat menunggu. Baginya, menunggu, dan berarti juga hidup, adalah penderitaan besar.

Empat, di hadapan semesta, kita adalah mahluk yang teramat kecil. Dengan kesadaran ini, semua tindakan kita pun hampir tak berarti di hadapan semesta yang maha luas. Kesadaran ini pun akan mendorong kita secara alami untuk menunggu. Menunggu dalam harapan, inilah salah satu unsur penting Zen.

Sudah Sampai

Sebagai sikap batin, menunggu tak berarti diam saja, ketika dibodohi. Ada waktunya, orang perlu bertindak. Dasar tindakan ini bukanlah dorongan emosi sesaat, melainkan kejernihan yang lahir dari menunggu. Tindakan pun lalu sesuai dengan kebutuhan, tidak kurang dan tidak lebih.

Menunggu itu Zen. Menunggu adalah sikap batin yang melepaskan semua bayangan dan ingatan yang kerap kali menjadi sumber penderitaan. Menunggu berarti disini dan saat ini. Menunggu berarti orang menyadari tempatnya di semesta yang maha luas ini.

Dengan menunggu, sebenarnya, kita sudah sampai.

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

12 tanggapan untuk “Menunggu itu Zen”

  1. sepakat, hanya saya tersandung dgn kata “menunggu dalam harapan “, harapan tendensiel ke bayangan dalam benak.
    dengan hidup dari saat ke saat kata “menunggu” berubah jadi remang2, apa yg kita alami dari saat ke saat tak terulang lagi, sehingga arti “menunggu” lenyap dgn sendiri nya.
    adakah terjemahan “dayo kokushi über zen” dalam bahasa indonesia yg berlaku ?
    sangat membantu untuk peminat serius !
    bung reza dan franz magnis sebagai penterjemah yg mantap !!
    banya salam !!

    Suka

  2. Menunggu seperti jadwal bangun dari tidur. Saya teringat dengan kalimat ini :
    “Sesungguhnya manusia itu tertidur. Ketika mereka mati, maka mereka terbangun.”

    Suka

  3. Jangan mengejar masa depan, jangan menghindari masa depan.
    Setidaknya begitulah menunggu bagiku

    Charvin

    Suka

  4. Menunggu dengan harapan berarti punya arah. Dalam Zen, arah ini adalah menolong semua mahluk. Ini penting, supaya orang tak terjebak di dalam kekosongan. Saya belum pernah baca buku itu. Salam hangat selalu.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.