
Oleh Reza A.A Wattimena
Manusia. Mungkin salah satu mahluk paling unik di jagad ini. Kekuatan fisiknya lemah. Namun, berkat kerja sama dan kekuatan pikirannya, ia bisa menjadi begitu perkasa di planet bernama bumi ini.
Pikiran Manusia
Pikirannya begitu kompleks. Ia bisa mengingat apa yang sudah berlalu. Ia juga bisa membayangkan apa yang belum ada. Dengan pikirannya, ia bisa mendirikan organisasi yang mengubah wajah dunia.
Otaknya pun unik. Untuk ukuran mahluk mamalia, otak manusia termasuk besar. Bagian terbaru dari otaknya membuatnya mampu berpikir secara analitis dan diskursif. Artinya, ia bisa dengan sadar memikirkan dan membuat keputusan di dalam hidupnya.
Sebagai bentuk dari pikiran, ada dua produk pikiran yang membentuk peradaban manusia. Yang pertama adalah ingatan. Dengan ingatan, manusia bisa belajar dari masa lalunya, sehingga pengetahuan bisa terus berkembang. Dengan ingatan, manusia juga tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama, seperti para pendahulunya.
Yang kedua adalah imajinasi. Dengan imajinasi, manusia bisa membayangkan apa yang belum ada. Ia bisa mencipta masa depannya. Berbagai karya seni dan budaya adalah hasil dari imajinasi manusia.
Menjadi Kutuk
Ingatan dan imajinasi adalah berkah kehidupan. Namun, keduanya kini justru menjadi kutuk. Ingatan membuat manusia menyesali masa lalunya. Ia mengalami trauma, dan terus dihantui penyesalan dalam hidupnya.
Imajinasi pun juga sama. Ia membuat manusia membayangkan hal-hal yang buruk. Kecemasan dan ketakutan adalah buahnya. Ingatan dan imajinasi yang tak terkelola dengan baik mendorong manusia ke jurang depresi, bahkan bunuh diri.
Ini kiranya serupa dengan negara yang kaya akan berbagai sumber daya alam. Pada awalnya, itu adalah berkah. Namun, ia menjadi kutuk, karena membuat rakyat menjadi malas berkembang, serta menjadi korban dari kapitalisme global yang rakus. Berkah alam pun menjadi sumber petaka kehidupan.
Keluar dari Kutuk
Jalan keluar dari kutuk ini sebenarnya cukup sederhana. Ingatan cukup disadari sebagai ingatan. Penyesalan muncul, namun ini tetap disadari sebagai bagian ingatan. Ingatan adalah jejak masa lalu. Ia bukan kenyataan.
Begitu pula dengan imajinasi. Ketika ia muncul, dan menciptakan kecemasan, cukup ia disadari sebagai imajinasi. Imajinasi juga bukanlah kenyataan. Ia pun lalu bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih baik, seperti mencipta karya seni, berpikir kreatif, dan sebagainya.
Ingatan dan imajinasi pun kembali menjadi berkah, asal ia berada dalam pengelolaan kesadaran. Pada titik ini, tidak ada lagi yang mampu membuat manusia menderita. Penderitaan hanya muncul dari kenangan masa lalu, maupun kecemasan akan masa depan. Keduanya adalah hasil dari ingatan dan imajinasi, bukan kenyataan itu sendiri.
Di dalam kenyataan, tidak ada penderitaan. Semua tampil apa adanya. Tidak baik. Tidak buruk.
Ingatan memang terkadang menjadi kutukan tersendiri. Manusia kadang terlena dlm ingatan masa lalunya.
Terima kasih untuk pencerahannya 👍👍
SukaSuka
kutukan yg bisa teratasi dgn hidup dari saat kesaat.
dengan “kesibukan” kembali ke “nalar sehat dan hati nurani” kutukanpun kembali menjadi berkah dan motor untuk benar2 sadar, bahwa kita hidup !!
sedikit tercapai, menjadi ketagihan!!
pertanyaan : relakah atau siapkah kita menjalani arah tsb, dgn berbagai
halangan dan jalan berliku ?
jadi ingat “dayo kokushi über zen”.
banya salam !!
SukaSuka
Tapi kita tau apa yg harus dilakukan teori, definisi tau dan diterapkan .tapi sulitnya menembus hal ini karena kefeodal masyarakat akhirnya merasa cemas..klo acuh feodal di kucilkan dibuang..itu menderita buat kita kan ..belajar tapi ada konsekuensi akhirnya menderita ini dialami secara sadar tapi gak mampu kembali ke zen..menerapakan cara zen dari buku anda saya mengerti mencoba diterapkan tapi suka ada semacam lingkaran setan and back again menderita hmmm..
SukaSuka
Begitulah yang sering terjadi. Itu salah satu sumber penderitaan manusia.
SukaSuka
jalan berliku sebenarnya justru menjadi kesempatan untuk melepas, yakni melepas semua imajinasi dan ingatan yang muncul…. lalu kembali ke kenyataan disini dan saat ini
SukaSuka
Ketika kembali, cukup sadari. Memang begitu. Semua orang mengalaminya. Saat ke saat, coba lagi, tanpa henti.
SukaSuka