Gunakan Akal Sehat

Trauma by Animesh Nandi

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Kita sudah hidup. Namun, kita belum hidup dengan akal sehat. Pikiran kita dijajah oleh emosi dan tradisi. Kita bahkan tak mampu melihat kemungkinan-kemungkinan di luar tradisi, baik itu tradisi budaya maupun agama yang diwariskan kepada kita.

Di dalam hidup, kita juga berpolitik. Sayangnya, kita belum berpolitik dengan akal sehat. Politik masih dilihat sebagai ajang perebutan kekuasaan dan pengumbaran kerakusan. Akibatnya, banyak keputusan politik justru merugikan rakyat banyak, dan menghancurkan dunia politik itu sendiri.

Kita juga hidup dengan agama sebagai warisan. Sayangnya, kita juga belum beragama dengan akal sehat. Agama masih menjadi selubung untuk kesombongan, kerakusan dan hasrat-hasrat liar yang bejat. Tidak hanya itu, agama bahkan sering dijadikan alasan untuk malas berpikir.

Untuk hidup, kita juga perlu bekerja. Namun, sayangnya, kita belum juga bekerja dengan akal sehat. Kita masih sibuk menjatuhkan lawan, dan bersikap curiga terhadap kawan. Peningkatan karir pun juga kerap kali bukan karena mutu kerja yang meningkat, tetapi karena jilat menjilat ataupun tikam tikaman dengan orang lain.

Hubungan pribadi kita dengan orang lain pun tak dilandasi dengan akal sehat. Begitu banyak hubungan didasari oleh kebohongan. Pengorbanan untuk orang lain menjadi kata yang begitu aneh di masa sekarang ini. Orang hanya memikirkan ambisi pribadinya masing-masing, bahkan ketika ambisi itu menghancurkan hubungannya dengan orang lain.

Menggunakan akal sehat berarti melihat dari berbagai sudut pandang. Akal sehat bukanlah cara berpikir yang bisa digunakan untuk mengabdi tujuan-tujuan yang tak masuk akal, seperti kerakusan, kebohongan dan pengumbaran kerakusan. Akal sehat justru adalah kemampuan untuk mempertimbangkan, apakah hidupku sudah di arah yang tepat, atau belum.

Akal sehat juga perlu digunakan untuk mengembangkan sikap kritis. Sikap kritis berarti kita berani mempertanyakan cara berpikir maupun cara hidup yang lama. Hanya dengan keberanian untuk bertanya, perubahan ke arah yang lebih baik bisa tercipta. Sudah terlalu lama bangsa kita hidup di dalam kebodohan yang disucikan sebagai tradisi.

Di 2018 dan 2019 ini, akal sehat juga amat penting di dalam membuat keputusan. Kita tidak lagi bisa mengandalkan tradisi lama untuk membuat keputusan. Kita juga tidak bisa mengandalkan agama di dalam membuat keputusan, terutama karena agama kerap kali terjebak oleh kepentingan politik dan ekonomi yang memecah belah. Tidak ada lagi yang bisa diandalkan, kecuali nalar sehat di dalam diri kita sendiri.

Kiranya kita bisa belajar dari Immanuel Kant, pemikir Jerman, tentang penggunaan akal di dalam hidup bersama (öffentlicher Gebrauch der Vernunft). Ini berarti, ketika membuat kebijakan terkait dengan hidup bersama, kita tidak lagi mengacu pada tradisi dan agama secara buta, melainkan berdiskusi dengan menggunakan nalar sehat untuk sampai pada kesepakatan. Ini merupakan jalan untuk mewujudkan demokrasi yang sehat di dalam masyarakat majemuk, seperti Indonesia. Hanya dengan jalan ini, masyarakat majemuk yang adil dan makmur bisa terwujud.

Maka dari itu, gunakanlah akal sehat anda di dalam hidup. Ini merupakan pemberian alam yang sudah membantu manusia bertahan hidup selama ratusan ribu tahun. Jika kita berhenti memakai akal sehat, maka kita akan punah. Jika Indonesia tidak menggunakan akal sehat, bangsa ini pun akan punah.

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

12 tanggapan untuk “Gunakan Akal Sehat”

  1. sepakat, begitu juga yg saya rasakan.
    selagi membaca, keadaan dewasa ini seperti menyelam di air keruh dgn segala equipment modern dan high-tech tetapi toch kita tidak tahu mana dasar dan mana permukaan.
    utk lebih dimengerti, saya sering mempergunakan persamaan di kehidupan sehari2 (die küchenphilosophie z.b.)
    terima kasih atas impulse2 di website ini.
    banya salam !

    Suka

  2. Mas Reza, sekedar saran aja bagaimana kalau sesekali mas reza menulis filsafat mengenai studi gender? Misalnya mengenai feminisme dan dampaknya terhadap lingkugan sosial-politik tanah air atau perubahan pola pikir masyarakat dalam streotipe gender ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan gender dengan pemikiran tradisonal yang sexis.
    Charvin

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.