Seluk Beluk Cuci Otak

IronMaiden720 – DeviantArt

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Bagaimana memaksa orang melakukan hal yang tak ia inginkan? Jalan pertama adalah dengan tekanan senjata. Namun, hal ini amat rapuh dan sementara, karena mereka akan melakukan dengan setengah hati dan terpaksa. Jalan lain yang lebih ampuh adalah dengan cuci otak. Orang saleh bisa berubah menjadi kaum radikal yang siap membawa bom bunuh diri, karena cuci otak.

Cuci otak adalah upaya terencana untuk membuat orang percaya pada paham tertentu melalui cara-cara yang manipulatif. Cuci otak membunuh sikap kritis, akal sehat dan hati nurani. Ia melahirkan kesetiaan buta terhadap seperangkat ajaran ataupun tokoh tertentu. Bisa dibilang, cuci otak adalah cara tercepat menghasilkan seorang teroris.

Cuci otak juga digunakan di dalam kolonialisme baru yang dimulai setelah perang dunia kedua. Ia menggunakan pola hegemoni, yakni menjajah tanpa perlu pasukan. Pihak yang terjajah pun tidak merasa hidup dalam penjajahan. Bahkan, mereka menikmati penjajahan yang terjadi, karena sudah dicuci otak.

Seluk Beluk Cuci Otak

Ada tujuh hal yang menjadi unsur utama cuci otak. Pertama, cuci otak dimulai dengan mengulang-ulang sebuah ajaran secara terus menerus. Walaupun ajaran tersebut sesat, namun jika diulang secara berkala, maka akan berubah menjadi sesuatu yang wajar, bahkan masuk akal. Ini kiranya seusuai dengan diktum propaganda Nazi Jerman: kebohongan yang terus diulang akan ditangkap sebagai kebenaran.

Dua, cuci otak terkait erat dengan proses propaganda. Secara sederhana, propaganda adalah upaya untuk mengaitkan paham yang salah dengan sesuatu yang dianggap luhur oleh suatu masyarakat. Misalnya, bom bunuh diri dikaitkan dengan perjuangan membela agama. Dua hal yang amat berbeda dikaitkan, sehingga akhirnya tampak luhur, dan bisa diterima oleh masyarakat luas.

Tiga, cuci otak dilakukan dengan mengaitkan ajaran dengan figur otoritas tertentu. Figur ini bisa dalam bentuk tokoh yang dianggap terhormat di masyarakat, baik politisi, pemuka agama atau pebisnis kaya. Di abad 21, Tuhan pun dijadikan figur otoritas untuk melakukan cuci otak. Paham yang merusak dan sesat bisa seolah menjadi benar dan luhur, karena dikaitkan dengan figur-figur semacam ini.

Empat, cuci otak juga semakin manjur, jika ada kelompok yang bisa dijadikan musuh bersama. Inilah logika kambing hitam, sebagai dijelaskan oleh Rene Girard, seorang pemikir Prancis. Kelompok kambing hitam ini dianggap sebagai sumber dari semua masalah yang ada, maka layak untuk diserang dan dihancurkan. Mereka biasanya kelompok minoritas di dalam masyarakat.

Lima, cuci otak juga membutuhkan seperangkat aturan bersama. Aturan tersebut haruslah jelas dan sederhana. Aturan ini menciptakan perasaan senasib dan sepenanggungan di dalam satu organisasi. Dengan ini, para korban cuci otak lalu merasa memiliki “keluarga” yang memiliki nilai-nilai yang sama.

Enam, tujuan utama dari proses cuci otak adalah menciptakan manusia-manusia fanatik terhadap satu paham tertentu. Setelah berhasil, hadirnya kelompok fanatik akan menjaga keutuhan organisasi yang melakukan cuci otak, sekaligus memperluas pengaruhnya. Mereka bisa dianggap sebagai penjaga kemurnian dari ajaran sesat yang ada.

Tujuh, upaya cuci otak juga memerlukan ritual-ritual tertentu, seperti parade, atau festival, yang memperkuat paham sesat mereka. Ritual-ritual ini bertujuan untuk memberikan pengalihan sementara, supaya unsur sesat dari paham yang ada tidak terlihat. Kesesatan yang dirayakan secara meriah dapat dengan mudah berubah menjadi “tampak benar”. Semakin meriah ritual yang dilakukan, semakin besar kesesatan yang disembunyikan.

Melampaui Cuci Otak

Cuci otak amat takut pada sikap kritis, akal sehat dan hati nurani. Sikap kritis adalah sikap untuk mempertanyakan apa yang dianggap sebagai benar di dalam masyarakat. Sikap kritis menuntut pendasaran, supaya bisa menemukan kebenaran yang lebih dalam. Sikap kritis berpijak pada akal sehat dan hati nurani, supaya orang tak mudah tertipu oleh propaganda dan cuci otak yang dilakukan oleh beragam kelompok sesat.

Peran negara dengan beragam institusinya juga penting di dalam memerangi segala bentuk cuci otak. Sikap kritis dan metal berpikir ilmiah amat tepat diterapkan sebagai garda depan di dalam memerangi cuci otak. Ketegasan dan koordinasi cepat berbagai lembaga pemerintahan juga amat diperlukan dalam hal ini. Jika ditemukan sejak dini, beragam bentuk cuci otak, terutama yang mengarah pada radikalisme dan terorisme, bisa dicegah dengan cukup mudah.

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

20 tanggapan untuk “Seluk Beluk Cuci Otak”

  1. Tujuh, upaya cuci otak juga memerlukan ritual-ritual tertentu, seperti parade, atau festival, yang memperkuat paham sesat mereka. Ritual-ritual ini bertujuan untuk memberikan pengalihan sementara, supaya unsur sesat dari paham yang ada tidak terlihat. Kesesatan yang dirayakan secara meriah dapat dengan mudah berubah menjadi “tampak benar”. Semakin meriah ritual yang dilakukan, semakin besar kesesatan yang disembunyikan.

    Hahahhaa….saya sangat kagum dengan itu , mungkin mereka itu sudah terlatih dan terdidik di institut of propaganda , mempelajari buku bukunya Edward Bernays , art of deception dalam program operation mindcontrol ….
    Gitu aja Mas ah, suka sedih lihat orang orang yang termindcontrol dan gila oleh hyperrealitas yang mereka bangun .

    Suka

  2. salam sejahtera Mas Reza
    Paparan tentang mindcontrol yang mudah di cerna.walaupun perjuangan melawan hegemoni mindcontrol ini adalah projek jangka panjang suatu bangsa.pada hemat saya aktor aktor intelektualnya lulusan institute of propaganda dengan banyak membaca buku bukunya Edward Bernays dan beberapa lulusannya dan mampu menciptakan operasi art of deception mind control dengan membangun hyperrealitas

    Terus berjuang Mas Reza untuk memberikan pencerahan ..

    Salam rahayu

    Suka

  3. sepakat !! dengan kalimat terachir”…mudah dicegah”…..tidak sepakat, untuk bentuk negara dgn geografis (??) yg terpisah dgn pulau2 dan beragam suku dan tradition.
    untuk negara kecil (lichtenstein, swiss) masih lebih mudah diatasi.
    pendapat tsb hanya lah bayangan /intuisi saya tanpa analisasi, yg juga sangat relative.
    banya salam !

    Suka

  4. teringat saya “cuci otak” yg di trapkan dalam sekte2. ( baghwan, colonia dignidas dsb dsb)
    yg mana pemerintahpun dalam kesulitan mengatasi nya, mereka mempunyai badan 2 yg sangat kuat melawan undang2.

    Suka

  5. Adolf Hilter pernah mengemukakan bahwa dgn propaganda yg cakap & terus-menerus, seseorang bahkan dapat membuat rakyat melihat surga sebagai neraka atau sebuah kehidupan yg sangat sengsara seakan di surga.

    Suka

  6. cuci otak memang seharusnya dibinasakan, karena akhir akhir ini banyak teroris yang meresahkan warga. apalagi banyak sekali teroris yang membawa-bawa nama islam. padahal islam adalah agama yang damai… ✌

    Suka

  7. Cuci otak juga sering dipakai di dalam pemasaran maupun politik. Tinggal kita berpikir kritis dan rasional, sehingga tak mudah jatuh ke dalam cuci otak. Asal jangan dipolitisir dan diperjualbelikan, setiap agama itu mengajarkan kedamaian. Namun pemikiran kritis dan rasional tetap diperlukan.

    Suka

  8. Terima kasih atas paparan ide yang brilian dan refleksi filosofisnya mas Reza. Saya mau tanya satu hal terkait tema ini. Menurut mas Reza, kira-kira apa masalah yang paling mendasar sehingga daya kritis manusia mudah untuk dipengaruhi (baca: cuci otak). Bahkan orang yg terpelajar pun sangat mudah untuk dipengaruhi. Ini tentu bukan persoalan Ekonomi lagi atau kurangnya SDM. Ini kira2 pertanyaan yg terus “mengganggu” akal sehat sya selama ini. Mohon pencerahanya. Salam…

    Suka

  9. Terima kasih. Ini karena pola pendidikan masih mengedepankan hafalan mutlak maupun hitungan matematis buta, tanpa sikap kritis dan pembangunan akal sehat. Tak heran, orang berpendidikan tinggi justru dengan mudah terperangkap dalam cuci otak semacam ini

    Suka

Tinggalkan Balasan ke bersamakita461

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.