Gosip Politik, Politik Gosip

Saatchi Art

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Ditemani kopi dan asap rokok, orang seringkali menikmati diskusi politik. Namun, yang seringkali terjadi bukanlah diskusi politik, melainkan membicarakan gosip politik. Diskusi berpijak pada nalar sehat, teori dan data yang terpercaya. Sementara, gosip tak terarah, dan lebih suka mencari sensasi, daripada pengetahuan.

Seperti kita semua tahu, di 2018 dan 2019 ini, Indonesia memasuki tahun politik. Beberapa daerah secara langsung melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah. Tahun 2019 nanti, Pemilihan Anggota Legislatif (DPR) dan Pemilihan Presiden baru akan dilangsungkan. Di dalam keadaan ini, gosip politik menyebar begitu cepat dan begitu dasyat.

Gosip Politik

Gosip memang merupakan bagian dari hidup manusia. Pertama, ia merupakan bumbu pembicaraan. Dalam kepungan asap rokok dan kopi, sekelompok orang tidak bisa diam saja. Gosip pun muncul sebagai bumbu pembicaraan, supaya kebersamaan semakin terasa.

Kedua, gosip dianggap bisa menjadi sumber informasi sampingan. Rahasia dibongkar di dalam pembicaraan gosip. Walaupun, informasi tersebut kerap kali tak berdasar. Gosip seringkali dipelintir menjadi pembunuhan karakter, sekaligus untuk menciptakan kebingungan.

Jika diperhatikan, gosip politik bisa merupakan hasil analisis yang mengembangkan diskusi politik, tetapi bisa juga merupakan hoaks, atau berita palsu. Di tahun politik Indonesia ini, kita kerap kali sulit membedakan keduanya. Di dalam kebingungan itu, gosip pun menjadi politis. Yang tercipta kemudian adalah politik gosip.

Politik Gosip

Politik gosip memiliki tiga unsur. Pertama, ia memanfaatkan ketakutan masyarakat untuk menciptakan kebingungan lebih jauh. Di dalam sejarah, kita sudah melihat, bahwa ketakutan adalah daya dorong politik yang kuat. Ia menciptakan kebingungan besar yang berujung pada kesalahan memilih pimpinan politis, atau kesalahan di dalam membuat kebijakan politik.

Dua, gosip seringkali digunakan sebagai alat untuk pembalikan fakta. Yang salah jadi benar, dan yang benar jadi salah. Koruptor bisa dipoles menjadi pahlawan, dan pahlawan yang sebenarnya dipoles menjadi musuh masyarakat. Pilkada Jakarta 2017 lalu adalah contoh nyata dari politik gosip sebagai alat pembalikan fakta ini.

Tiga, seperti sudah terjadi berulang kali di dalam sejarah Indonesia, gosip digunakan sebagai alat politik untuk memecah belah. Beragam berita palsu disebarkan, guna menciptakan ketakutan dan kebencian di antara berbagai kelompok masyarakat. Konflik pun kerap kali terjadi, sebagai akibat dari kebencian yang tersebar. Masyarakat yang terpecah adalah masyarakat yang lemah, sehingga amat mudah ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing yang rakus dan korup.

Depolitisasi Gosip

Pada akhirnya, gosip memang harus dikembalikan pada tempatnya, yakni sebagai gosip. Ia adalah bumbu pembicaraan. Tujuannya adalah hiburan belaka. Jika ia menjadi politis, yang seolah-olah mengandung kebenaran, kesesatan pun sudah di depan mata.

Disinilah arti penting dari nalar kritis yang tak mudah percaya pada segala informasi yang masuk. Kita perlu mengembangkan budaya untuk mengecek keabsahan informasi yang diterima, supaya tidak terjebak pada kebingungan, ketakutan dan kebencian yang sia-sia. Kita perlu menggunakan spiritualitas politik, yakni politik yang berpijak pada kesadaran, terutama kesadaran di dalam mengolah informasi, dan kesadaran di dalam membuat keputusan.

Asap rokok dan kopi memang nikmat. Namun, bukan gosip politik yang terjadi, melainkan diskusi politik. Data dan teori yang digunakan tajam dan terpercaya, bukan hanya mencari sensasi dengan menyebarkan ketakutan, kebencian serta perpecahan. Asap rokok, jika dibarengi dengan diskusi politik semacam ini, “mungkin” bisa menyehatkan…

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

17 tanggapan untuk “Gosip Politik, Politik Gosip”

  1. bener begitulah kenyataannya. mulut dan lidah yang pandai berdiskusi, tapi tidak ada hasil , perubahan , “lupa”/”chilaf” dengan tindakan untuk maju dan menyelesaikan tugas dengan baik.
    perlu saya utarakan , manusia umum nya sangat memerlukan pujian, penghargaan, nama harum dsb dsb. mereka berdaya upaya utk mencapai apa yg di cita2, walau pun semua sudah tersedia dan sempurna. hanya manusia begitu buta dan dungu untuk menyadari nya.
    politik, agama, nilai2 materi dsb dsb juga perlu dalam hidup / masyarakat,
    tapi ada baik nya kalau kita juga mengarahkan hidup kita “sedikit” kearah rochani.
    bagaimana di dunia binatang ??

    Suka

  2. Jika penguasa/politikus suka menebarkan gosip untuk meraih simpati/suara, sudah jelas dan dapat dipastikan, bahwa orang tersebut tidak mempunyai prestasi/kemampuan apa-apa yang dapat dijual….

    Suka

  3. Salam kenal mas Reza, perkenalkan nama saya Charvin. Saat ini saya sedang kuliah S1 akuntansi di salah satu perguruan tinggi swasta di Tanjungpinang. Rencananya, saya mau melanjutkan studi S2 di jurusan filsafat; jadi apakai mas Reza bisa merekomendasikan beberapa perguruan tinggi/kampus untuk saya. Selain itu jaga ada beberapa pertanyaan juga:
    1. Apakah saya bisa langsung ambil S2 filsafat setelah lulus atau harus ada penyesuaian dulu karena S1 saya bukan filsafat ( saya akan sidang skripsi tahun depan )
    2. Apakah ada program beasiswa untuk S2 filsafat di kampus tertentu.

    Kepada teman-teman lain yang mau berbagi informasi juga boleh komen disini atau melalui kontak line saya Charvinzhang.

    Terima kasih atas informasinya………

    Suka

  4. Halo Charvin.
    1. Harus melewati proses matrikulasi kurang lebih 1 tahun.
    2. Coba cek di kampus terkait. STF Driyarkara di Jakarta merupakan tempat terbaik untuk belajar filsafat di Asia Tenggara.

    Semoga sukses.

    Suka

  5. Ass Abang Reza, adik mungkin adik bisa ketemu Abang nanti ?
    Ada nomor kontak yang bisa adik hubungi, adik di Sanana, Provinsi Maluku Utara.
    Makasih Bang.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.