Jangan Mengejar Bayangan

Craig Cree Stone

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Apakah anda tahu salah satu lagu dari Anggun C. Sasmi yang berjudul Bayang-bayang Ilusi? Begini bunyi liriknya, “Haruskah ku hidup dalam angan anggan. Meregu ribuan impian. Haruskah ku lari dan terus berlari. Kejar bayang-bayang ilusi. Bayangan ilusi. Hanya fantasi. Bayangan ilusi.”

Lagu ini pernah menjadi hits di Indonesia pada awal tahun 1990-an lalu. Saya tergoda untuk menanggapi pertanyaan di lagu tersebut. Haruskah kita hidup dalam angan-angan dan bayangan ilusi? Jawabannya jelas: tidak.

Bayangan Ilusi

Apa yang dimaksud dengan bayangan ilusi? Ilusi adalah sesuatu yang tampak nyata dan ada, tetapi sebenarnya tak ada. Ia bagaikan bayangan. Di dalam hidup kita, banyak bayangan ilusi yang membuat hidup tak lagi jernih.

Ilusi tersebut antara lain harapan, pikiran, perasaan, emosi, pendapat dan segala sesuatu yang diterima dari panca indera, yakni informasi dari mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Semua hal tersebut tidak memiliki bentuk nyata di dalam diri kita. Ia adalah bayangan ilusi, seolah ada, namun sebenarnya tak ada. Fisika modern sudah menunjukkan kepada kita, bahwa materi di dunia pun pada dasarnya tidak bisa berdiri sendiri, terlepas dari kesadaran manusia.

Apa yang terjadi, jika kita mengejar bayangan ilusi tersebut? Apa yang terjadi, jika saya mengejar harapan, ide, impian dan ambisi yang saya punya? Apa yang terjadi, jika saya membuat keputusan dengan berpijak pada emosi dan perasaan yang saya punya?

Lingkaran Penderitaan

Jawabannya sederhana: anda akan memasuki lingkaran penderitaan. Setiap manusia memiliki satu keanehan di dalam dirinya. Ketika ia mendapatkan apa yang ia mau, ia tidak lagi menginginkannya. Keinginan itu menipu kita, dan akhirnya menggiring kita pada pintu penderitaan.

Hidup yang diisi dengan mengejar bayangan ilusi bagaikan mengendarai wahana halilintar di Dunia Fantasi, Jakarta. Anda akan naik turun, tanpa henti. Terkadang, anda di atas, karena keinginan anda tercapai. Terkadang di bawah, karena apa yang ada peroleh pasti mesti dilepas, entah dipisahkan oleh kematian, atau seseorang mengambilnya dari tangan ada.

Hidup semacam ini adalah hidup yang serba salah. Keinginan itu memang serba salah. Tidak dipenuhi, kita menderita. Jika dipenuhi, kita pun menderita. Hanya ada satu cara untuk keluar dari lingkaran penderitaan ini.

Jangan Mengejar Bayangan

Ketika bayangan ilusi datang, apapun bentuknya, jangan dikejar. Kita cukup menyadari bayangan yang ada, dan berada di dalam kesadaran tersebut. Inilah titik awal yang berada sebelum segala pikiran dan emosi muncul. Di dalam titik ini, kita akan menemukan kejernihan dan kedamaian.

Kita pun tidak lagi diperbudak oleh bayangan ilusi. Kita menjadi tuan atasnya. Kita lalu bisa memilih pikiran ataupun perasaan apa yang layak untuk diikuti, sesuai dengan keadaan yang tengah dihadapi. Kita bisa membuat keputusan dengan baik, terutama keputusan yang menyangkut hidup orang lain.

Hidup dalam kesadaran, sebelum mengejar bayangan ilusi, adalah hidup yang dipenuhi dengan kebebasan dan kebijaksanaan. Orang tidak lagi diperbudak oleh pikiran maupun emosinya. Ia pun bisa bersikap tepat untuk menanggapi semua hal yang terjadi di dalam hidupnya. Ketika waktunya tiba, ia bisa meninggalkan tubuhnya dengan damai, karena ia tahu, dan mengalami langsung, bahwa kesadaran itu abadi.

Bukankah itu hal tertinggi yang bisa dicapai di dalam hidup manusia?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

25 tanggapan untuk “Jangan Mengejar Bayangan”

  1. Walaupun artikel filsafat terasa berat untuk dicerna bagi pembaca awam atau pembaca yang tidak berlatar belakang kuliah di fakuktas filsafat, namun tulisan Bapak Reza Watimena terasa ringan dicerna bahkan bisa dijadikan bahan renungan meditasi bagi para pembaca, itu pengalaman pribadi saya. Bravo pak Reza!

    Suka

  2. kita jadi tuan monyet dikepala. hidup dari saat kesaat. selagi makan hanya makan, selagi tidur hanya tidur.
    suatu pelajaran untuk kita, betapa sering nya kita melihat sesama, yang selagi makan, nonton tv, melihat koran/majalah dan sibuk dgn hp.
    kita mampu belajar dari saat kesaat dengan kejadian sehari2, yang begitu sederhana.
    salam hangat !

    Suka

  3. menanggapi komentar sdr.boegi menurut saya “rumahfilsafat” bukan nama yg tepat. kl org dengar nama tsb sd mundur untuk membaca nya, awam yang berminat dan membaca dengan teliti, kritis, mampu menangkap maksud bung mena.
    ini juga contoh baik ,”takut/kawatir hanya menghambat kita dalam pencarian nalar sehat dan hati nurani”.
    salam hangat !!

    Suka

  4. Pandangan anda sejalan dengan pandangan Buddhisme yang menyatakan hidupi ini adalah ilusi.Pada dasarya ‘aku’ menginginkan, maka ‘aku menderita.

    Suka

  5. Semakin banyak yang kita inginkan semakin banyak penderitaan yang diperoleh pula.Sadarlah bahwa ‘ilusi’ itu penderitaan, berhentilah mengejar ‘ilusi’ tersebut, maka berhentilah penderitaan tersebut.
    #sekedar opini

    Suka

  6. bukankah hidup itu absurd? jikalau mengejar ataupun tidak mengejar bayangan, menjadikan hidup itu bermakna?

    Suka

  7. pak artikel ini angat sesuai dengan kondisi saya. yang ingin saya diskusikan bagaimana jika bayangan itu yang ternyata mengejar kita? terimakasih

    Suka

  8. Pandangan “hidup itu absurd” adalah buah dari pikiran. Pikiran adalah ilusi. Maka, pandangan itu juga merupakan ilusi. Jangan mengejar ilusi. Maka, kedamaian dan kebahagiaan pun akan datang secara alami.

    Suka

  9. bagaimana tanggapan bapak dengan kesuksesan dimulai dari cita-cita dan mimpi?. apakah tanpa bayangan itu kita bisa sukses?

    Suka

  10. Banyak juga orang orang yang beranggapan bahwa mimpi, cita cita dan harapan dapat memberikan arti dan semangat untuk hidup. Apa tanggapan bapak ?

    Suka

  11. Salaaaah… kesuksesan bukan dimulai dari cita-cita dan mimpi… itu salah besar… itu menyesatkan… sukses dimulai dari mengasah kecerdasan menyeluruh di dalam diri, dan kepekaan di dalam melihat keadaan…. itu yang perlu dilatih terus….

    Suka

  12. Bang apakah kesadaran itu ada
    Dan kalau ada kenapa manusia tidak mengikuti jalan kesadaran.
    Apakah kesadaran bisa mendapatkan kebahagiaan yang absolut.

    Suka

  13. Kesadaran selalu ada. Ia adalah kehidupan itu sendiri. Banyak orang tak menyadari ini, sehingga mereka hidup dalam ketidaksadaran. Kesadaran adalah sumber kebahagiaan sekaligus kejernihan di dalam menjalani hidup.

    Suka

  14. Bagaaimana dengan harapan ? Apakah bagian dari bayangan atau ilusi? Jika tidak, seperti apakah harapan atau cita2 sehingga tidak dianggap ilusi?

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.